24. Chipmunk Bijak

6.2K 418 89
                                    

Demi kejujuran mimin, karna view sebelah dah 300, mimin up lagi ni:v

.
.

Btw mampir napa ke ceritaku yang lain:') kasihan gak ada pembacanya disana 😫

Yaudah lah, btw part ini membosankan. Percayalah :v

.
.
.

Vote dulu deng wkwkwkwkwk

.
.

Enjoyyy

.
.
.

Setelah kejadian itu terjadi, Jennie enggan keluar dari kamarnya.
Dia menangis sepanjang hari, sakit rasanya mengingat kejadian itu.

Entah apa yang merasuki tubuhnya sehingga saat itu dia tak bisa memberontak saat Alice melakukannya.

Semalaman Jennie mengurung diri di kamar, tak makan, tak minum, tak berbicara pada siapapun. Syukurnya dia sekarang tengah berada di rumahnya yang dulu, jadi hanya dia seorang yang ada disana.

Tapi, saat malam tiba, Jiso menghampiri Jennie karena Eommanya Jennie menyuruh Jiso melihat keberadaan Jennie di rumah lamanya.

Eommanya Jennie cemas karena Jennie tidak mengangkat telponnya.

Sekarnag Jiso duduk tepat di depan pintu Jennie yang tertutup. Jiso menangis, dia sudah tau semuanya, dia tau dari Rose. Maka dari itu, Jiso bela belain ke rumah lama milik Jennie malam malam seperti ini.

Jennie yang terus terisak di dalam sana membuat Jiso juga merasa pedih di hatinya.

Jennie sepupu Jiso, dia sudah mengenal Jennie sejak kecil. Tentang kepedihan dan kesenangan terbesar yang Jennie alami, Jiso tau semua.

"Jen, apa kau tidak lelah menangis? Aku saja lelah menunggumu berhenti menangis Jen, hikss." ujar Jiso yang ikut menangis.

Jennie tetap diam disana, bahkan suara tangisnya semakin pecah.
Mendengar itu, Jiso hanya bisa memejamkan matanya.

Mungkin Jennie butuh waktu untuk mengeringkan semua air matanya.

.

Tiga puluh menit kemudian, Jennie membuka pintu kamarnya membuat Jiso dengan sigap langsung mendongak dan berdiri.

"Air matamu sudah kering?" tanya Jiso mengecek mata Jennie.

Tangannya melebarkan mata Jennie, "Kau semakin sipit Jen," ujar Jiso lagi.

Jennie menepis tangan Jiso, wajahnya masih sangat murung.

"Apa eomma tau tentang ini?"

Jiso menggeleng, "Jika dia tau sudah pasti dia yang datang kesini, bukan aku."

Jennie hanya menghela nafas pelan, setelah itu dia memegang perut yang mulai keroncongan.

Jiso melihat itu, dia terkekeh pelan, "Ternyata menangis seharian menguras tenaga juga yah?" ujar Jiso membuat Jennie memanyunkan bibirnya.

Jiso merangkul Jennie dan membawanya keruang tengah, "Kajja, kita makan dulu, setelah itu kita menangis lagi." ajak Jiso.

Di ruang tengah sudah terdapat beberapa makanan yang mulai mendingin. Saat datang kesini, Jiso membawa makanan. Dia yakin, pasti Jennie belum makan dan akan lapar nantinya saat dia selesai menangis.

ICE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang