63 - The Unexpected

132 9 0
                                    

✨✨✨

Awalnya aku selalu mengira bahwa apa yang aku ekspetasikan akan sama dengan realita apa yang kutemukan. Namun seiring berjalannya waktu, realita tak sesuai ekspektasi semakin menampakkan wajahnya di balik topeng diriku yang lain.
—Anisa Verranino

✨✨✨

Dada Nisa bergemuruh, pasalnya sebelum berangkat ke olimpiade, kondisi mamanya sedang kurang baik. Zulfa mengidap penyakit yang tidak ringan, bagi sebagian manusia. Nisa tahu mamanya adalah sosok yang kuat, senyum Zulfa tetap merekah meskipun bibirnya pucat sehabis beraktivitas. Nisa tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada mamanya.

Berkali-kali ia menghubungi Deandro, tetapi tak kunjung tersambung. Malah ponsel Deandro tak dapat lagi dihubungi setelah panggilan ketiganya. Nisa gusar, namun seperti biasa, ia tak ingin air matanya dilihat oleh lebih banyak orang.

Tiba-tiba sentuhan hangat menjalar di tangannya yang telah mendingin. Bu Indri berusaha menenangkan Nisa dengan menggenggam erat tangan siswinya yang satu ini. Tatapannya teduh menenangkan mampu membuat kegusaran Nisa sedikit berkurang.

"Semua akan baik-baik saja, Nak," ujar Bu Indri pelan. Akhirnya, air mata yang Nisa bendung tak kuat ditahan lagi. Nisa menangis meskipun tidak terisak, ia hanya tersenyum pedih sembari merapalkan doa dalam hati untuk mamanya.

Perjalanan mereka lebih cepat karena melewati jalan trabasan. Mobil Bagas yang semula di depannya pun sudah berganti mobil yang lain karena Bagas tak tahu mereka melewati jalan tersebut. Pradana Nusa Bangsa itu tetap melewati jalan seperti biasanya.

Bagas is calling...

Nisa melihat ponselnya dan segera mengangkatnya, ia hampir lupa jika Bagas bersama mereka sebelumnya. Mungkin dia lagi bingung nyari mobil Bu Indri.

"Halo, Nisa?"

"Iya, gimana?"

"Mobil Lo sama Bu Indri ke mana?"

"Ada urusan mendadak di rumah, jadi lewat jalan trabasan," Nisa menyadari suaranya hampir hilang.

"Ini gue dapet telepon dari Galih, katanya mama Zulfa ke rumah sakit lagi setelah kemarin pulang rumah, gue nggak tahu kenapa tapi sekarang gue udah deket sama RS," kata Bagas dengan suara panik.

"Bentar, jadi sekarang mama di RS lagi?" Bukannya tidak konek, Nisa hanya ingin memastikan bahwa apa yang didengarnya itu nggak salah.

"Iya, nanti gue hubungin lagi!"

Tut.. Tut.. Tut..

Nisa melihat ke arah Bu Indri dan Shellina yang sudah terbangun karena suara Nisa setengah berteriak. Ia bingung, tak enak jika harus meminta memutar balik. Dan jarak ke rumah juga sudah tidak lama lagi. Namun, tujuannya sekarang adalah rumah sakit.

Shellina mengetahui kegusaran Nisa, ia sudah sedikit paham tentang sosok temannya itu. Tapi ia juga lebih tidak enak jika meminta sendiri tanpa persetujuan Nisa. Mereka dalam kondisi hati yang sangat tidak memungkinkan untuk meminta lebih dari sekali.

"Buk, sepertinya di depan sedang ada perbaikan jalan. Jadi, bakalan macet!" suara sopir menginterupsi mereka dari pikiran yang tengah melanglang buana.

"Yah, Pak, terus bisa cepet lewat mana?" tanya Bu Indri agak kecewa. Namun, sebisa mungkin ia tak membuat siswinya menunggu lebih lama lagi.

"Mohon maaf, Bu Indri. Di depan nanti ada pertigaan belok ke kanan saja, nanti kita bisa lewat lima pedesaan besar dan sampai ke jalan raya," timpal Nisa pada akhirnya. Ia tersenyum tipis dan menghela nafas, setidaknya hal itu bisa mempercepat perjalanan mereka.

Scout in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang