Part 42 - First Mission has Finished

963 62 0
                                    

"Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri, jika aku hanya berdiam diri saat aku bisa mengulurkan tanganku untukmu!"

-----------------------------------------------------------

ES CAMPUR!

Seperti itulah perasaan yang Nisa miliki saat ini.

Dirinya memang berhasil menyelesaikan misi menyelamatkan Shellina dari kungkungan nenek lampir itu. Tapi ia khawatir terhadap keadaan Shellina yang sudah terlalu lama mengkonsumsi obat pemicu depresan yang diberikan oleh Vanesa melalui susu yang dibawa ketika melihat keadaan Shellina.

Dan sekarang, sudah tiga jam Nisa menunggu, masih belum kunjung ia mengetahui kabar Shellina.

GLEK!

Sebuah pintu terbuka dan muncullah seseorang yang sedari tadi Nisa tunggu muncul batang hidungnya.

"Gimana keadaannya dokter?" Nisa mendekati seorang dokter paruh baya yang sangat ia kenali.

"Seperti dugaan saya tadi, temanmu sudah cukup banyak mengkonsumsi obat pemicu depresi sehingga barusan dia muntah banyak. Keadaannya sudah membaik meskipun dia masih sangat lemah, jadi biarkan dia berisitirahat dulu malam ini. Besok baru dia akan merasa lebih baik," ungkap dr. Widya dengan tenang, berusaha menyalurkan ketenangan pada Nisa.

"Terima kasih dr. Widya. Maaf membuat Anda datang jauh-jauh dari Jakarta untuk datang kemari."

Pasalnya, hanya dr. Widya satu-satunya orang yang gadis ini percaya untuk membantu Shellina terbebas dari obat terkutuk yang diberikan oleh Vanesa.

"Tidak apa-apa, Nisa. Saya senang bisa membantu kamu," dr. Widya memegang pundak Nisa yang terlihat gemetar.

Seketika itu pula, hati Nisa menghangat. Dalam hatinya tidak setakut beberapa saat yang lalu.

Ternyata seperti ini efek seorang dokter wanita, batin Nisa lega merasakannya.

Nisa langsung memasuki kamar di sebuah homestay pinggir pantai Yogyakarta yang sudah ia booking dua hari yang lalu.

Disana terbaring seseorang yang Nisa rindukan kebawelannya, kecerewetannya, teman yang akhir-akhir ini membuat jantung Nisa nyaris copot saking khawatirnya ia dengan gadis itu.

Ya, benar! Gadis itu adalah Shellina.

Di tangan kirinya terdapat selang infus yang digunakan untuk memasukkan zat bergizi yang sudah lama tidak masuk ke dalam tubuh Shellina.

Shellina terlihat lebih kurus dari terakhir kali Nisa bertatap muka dengannya. Gadis itu terlihat sangat lemah, dilihat dari nafasnya yang pelan dan raut wajahnya yang sangat pucat.

Nisa menghela nafasnya berat, air matanya melolos begitu saja. Jika terlambat seperdetik saja, bisa-bisa ia akan kehilangan orang yang ia sayangi untuk yang ketiga kalinya. Dan Nisa tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika itu semua terjadi.

Drrttt.. Drrttt.. Drrttt..

Nisa menghapus buliran kecil di pipinya dan mengangkat teleponnya.

"Hall--"

"Nisa? Lo dimana? Gue baru aja tahu kalau Vanesa adalah dalang dibalik hilangnya Shellina. Gue akan telepon pol---"

"Sejak kapan Lo jadi cerewet gini sih, Gal?" Nisa heran, laki-laki yang satu ini menjadi lebih banyak mulutnya.

"Nisa, gue serius!!" nada bicara Galih naik, sepertinya lelaki ini benar-benar sedang cemas.

Nisa terkekeh mendengar seorang ketua OSIS yang ia dengar dingin dan galak sekarang sedang merengek seperti anak kecil yang ingin minta dibelikan mainan baru.

"Nisaa, gue nggak bohong!" teriak lelaki itu lagi. Nisa menghentikan kekehannya.

"Iya, iya. Shellina udah gue bawa ke tempat yang aman, jangan sampai Vanesa tahu. Lo 'kan lakinya dia!" entah kenapa first impression-nya dengan Vanesa sangat teringat oleh Nisa.

"Gue bukan lakinya!" Nisa kembali terkekeh mendengar jawaban yang sudah Nisa ketahui kebenarannya sejak dulu. Entah kenapa membuat Galih bersikap berbeda membuat dirinya terhibur.

"Gue tahu! Santai aja kali ngomongnya, udah malem juga," jawab Nisa sekenanya.

"Lo dimana sekarang?"

"Mau apa?"

"Dimana sekarang?" Galih mengulang pertanyaannya.

"Ya bilang dulu mau apa? Ini udah jam satu malem!" Nisa mengingatkan.
Ia tak ingin subuh nanti tiba-tiba Galih sudah ada di depan homestay-nya.

"Gue mau kesana!" benar 'kan? Lelaki ini memang sudah agak tidak waras, menurutnya.

"Nggak boleh! Gue nggak mau ada gosip ketua OSIS tidak berangkat sekolah gara-gara mencari ratu onar!" celetuk Nisa yang sukses membuat Galih terdiam untuk beberapa saat.

"Yaudah, gue besok sore kesana. Kirim gue alamatnya!"

"Gue kirim setelah Lo buktiin ke gue kalau Lo besok sekolah!" Nisa tidak mau kalah berdebat dengan Galih.

"Ya ampun Nisa, gue ketua OSIS!"

"Iya makanya gue tunggu bukti konkrit nya!"

"Oke, deal! Gue pasti bes--"

Tut.. Tut.. Tut..

Nisa sudah sangat lelah untuk melanjutkan perdebatan ini. Dia segera berjalan menuju sofa yang tidak jauh dari ranjang tempat Shellina berbaring.

Sebenarnya, berat untuk Nisa memasuki homestay tersebut. Banyak sekali kenangan yang ia torehkan di tempat serba kayu ini. Tetapi, inilah satu-satunya tempat yang paling aman untuk Shellina. Nisa tidak boleh egois, keselamatan Shellina lebih penting dari ego masa lalunya.

Perlahan tapi pasti, Nisa menutup matanya. Dia sangat lelah hari ini, esok ia akan kembali menjalankan misinya yang kedua. Ia harus ekstra dalam menyiapkan segalanya, baik dari segi lahir maupun batin.

-----------------------------------------------------------

💡To Be Continued💡

| Hope you like it |

© Novia Sari Melati a.k.a O A S E

Instagram : @noviasm_
Facebook : Novia Sari Melati
Email : noviasari.am76@gmail.com



Big Love,
O A S E

Scout in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang