Part 20 - See Yourself

1.2K 74 0
                                    

VOTE 🌟🌟🌟
COMMENT 👣👣

• Happy Reading •
.


.
.

^°°°^

"Nis, hati-hati," pinta Shellina dengan suara pelan.

"Emangnya jalannya licin?" sahut Nisa santai.

"Itu yang namanya Bu Rika," runjuk Shellina pelan.

Nisa tanpa ba-bi-bu langsung menghampiri seorang pegawai dengan papan di meja
Layanan Surat Ijin Siswa.

Nisa meletakkan map di meja tersebut.

"Sakit?" tanya Bu Rika dingin.

"Budayakan membaca!" sindir Nisa.

°°°

Bu Rika pun terkejut dengan sikap kurang ajar dari seorang siswi. Beliau langsung membuka map tersebut dan membelalak tak percaya.

"Poin 100 untuk pemalsuan tanda tangan!" ketus Bu Rika. Ia tak percaya bahwa Kamabigus dan BK sudah menandatangani surat ijin tersebut.

"Poin 500 untuk orang yang meragukan tanda tangan kepsek!" balas Nisa tak kalah tajam.

Bu Rika mendelik tajam ke arah Nisa, bola matanya hampir copot di belakang kaca mata minusnya. Berani sekali seorang bocah berkata demikian kepada dirinya.

"Keluar!"

"Tidak sebelum saya mendapatkan hak disini," kekeh Nisa.

"Hak macam apa kamu? Siswi tak tahu diuntung! Kembali ke kelas!" usir Bu Rika sadis.

"Well, Anda sepertinya belum tahu tentang keadilan. Disini jelas tertera syarat mendapatkan surat ijin resmi dari sekolah adalah sudah mendapat ijin dari kepala sekolah dan guru BK.

Dan saya disini sudah memenuhi segalanya, Anda menuduh saya memalsukan? Ck! Buktikan!" tantang Nisa tak mau kalah.

Ia tak menyangka ada pegawai yang sedemikian di sekolah seperti ini.

Bu Rika bangkit dari duduknya dan keluar. Sepertinya ia ingin memastikan dengan bertanya langsung kepada Pak Herdi, kepala SMA Nusa Bangsa.

Selang beberapa saat, Bu Rika masuk dengan raut wajah merah padam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selang beberapa saat, Bu Rika masuk dengan raut wajah merah padam.

Sepertinya beliau baru saja berdebat dengan Pak Herdi dan kalah telak. Bisa-bisanya seorang kepala sekolah seperti Pak Herdi ia debat.

Sungguh tak berwibawa!

Shellina yang melihat perdebatan sengit tadi tak henti-hentinya meremas ujung roknya takut. Ia lebih tak menyangka keberanian seorang Anisa bisa melewati batas meskipun apa yang diucapkan memang benar adanya.

"Lo kenapa?" tanya Nisa datar seraya menunggu Bu Rika membuat surat resmi.

"Jantung gue mau copot denger perdebatan lo sama Bu Rika," mendengar hal itu Nisa langsung terkekeh pelan.

Baru pertama kali ini Shellina melihat kekehan garing dari Nisa. Ia mengucek matanya berulang kali.

"Gue nggak salah lihat, kan ya? Lo ngakak barusan?" tanya Shellina memastikan.

"Nggak! Gue nangis!" candaan itu berhasil membuat Shellina terperangah.

Busettt, gue nggak lagi ngimpi, kan?

"Eh, hah--hahaha--huhuhu," tawa Shellima yang kaku mengimbangi tawa renyah Nisa.

"Diam!!!" Bu Rika angkat bicara. Seketika dua siswi tersebut diam seribu bahasa.


--@@@--


Akhirnya hari peringatan HUT RI pun tiba. Acara ini dibuka oleh Pak Herdi selaku kepala sekolah dengan memotong pita yang sudah disiapkan di pintu masuk lokasi.

Acara ini membuka berbagai stand dari seluruh sponsor dan juga mengundang seluruh siswa SMA di kota tersebut. SMA Nusa Bangsa sangat ramai hari ini. Banyak juga siswa yang datang dari mantan sekolah Nisa.

"Eh, dia ganteng, Nis!" ujar Shellina ketika melihat seseorang lelaki dengan mengenakan seragam OSIS dengan beadge SMA Elang.

"Namanya Candra, most wanted katanya, gue nggak tahu detailnya!" kata Nisa blak-blakan.

Candra juga merupakan kapten tim basket SMA Elang, dan yang pasti Nisa tidak tahu soal itu.

"Kenalin dong, Nis," pinta Shellina. Nisa pun menggeleng.

"Gue aja nggak kenal, dan gue juga masih sibuk," ketus Nisa.

Ia kembali membolak balikkan berkas keberangkatannya. Harus Nisa akui sekali lagi, jika bukan karena dia pergi dengan Bagas, ia tak akan sesibuk sekarang ini.

Posisi mereka yang ada di dekat jendela kelas memang memungkinkan untuk melihat siapa saja yang datang ke acara besar ini. Tentu saja masih lebih banyak siswa dari kandang sendiri daripada siswa sekolah lain.

Tatapan Nisa kini fokus pada seseorang yang tengah berada di dekat panggung sebagai Master Of Ceremony.

Orang itu tengah merapikan jas almamater sekolah yang hanya dipakai di acara penting seperti ini.

Penampilannya yang rapi membuat kesan menawan lebih terpantri jelas auranya. Di sekitarnya banyak adek kelas yang tengah mengambil gambarnya. Mereka berjingkrak ketika berhasil memotret orang tersebut, siapa lagi jika bukan Bagas Yovitio sang pradana SMA Nusa Bangsa.

Tak jauh berbeda dengan Galih yang tengah menyambut acara sebagai ketua OSIS di atas panggung. Senyumnya yang menawan membuat anak-anak histeris melihatnya, apalagi gerombolan tak diundang dari kelas XII yang Nisa yakini sebagai Vanesa cs.

Dengan melihatnya saja, Nisa yakin gerombolan itu fanatik dalam mengagumi sosok ketua OSIS yang gagah perkasa itu.

Ck! Nggak sadar usia!

Nisa terkekeh sendiri membayangkannya. Bukan malah giat belajar untuk ujian, Vanesa malah lebih fokus pada cinta monyetnya yang tak terbalaskan itu.

°°°

Kelas memang hari ini sengaja dibebaskan agar anak-anak juga dapat menikmati acara peringatan itu dengan sepenuh hati.

Nisa yang biasanya bersikap bebas meskipun masih KBM malah hari ini sebebas hari sebelum-sebekumnya. Ia harus menyiapkan beberapa berkss penting untuk acara penting yang juga akan membawa nama baik SMA Nusa Bangsa.

Ah! Sejak kapan Nisa peduli tentang hal seperti itu?

Tentu saja sejak Pak Agung memutuskan bahwa yang ikut dengannya ke Jakarta adalah Bagas. Orang yang paling tenar kepramukaannya se-sekolah.

°°°

• To Be Continued •

🌟🌟🌟

Hope you like it ! ♡

Scout in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang