-39.STRONG GIRL-

272 32 4
                                    

SELAMAT MEMBACA SEMUA

Perasaanku itu lemah. Hanya perhatian kecilmu mampu membuatku terbang setinggi langit. Namun sayang, kamu menjatuhkan di waktu yang bersamaan.

-Eza Panji

-Strong Girl-

Malam ini hujan turun dengan lebat. Marta menutup jendela kamarnya kemudian merebahkan diri di kasur. Ia menatap langit-langit kamar yang berwarna abu-abu. Ia tersenyum kecil mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Ia jadi malu sendiri mengingatnya. Mengapa ia bisa melakukan sejauh ini? Ia mencium Icha? Seingatnya ia tak pernah mencium siapapun selain ibunya.

Marta meraup wajahnya kasar. Ia merutuki dirinya sendiri. Tapi tak urung Marta tersenyum kecil.

Lamunannya buyar ketika suara ketukan pintu terdengar beberapa kali. Marta berdecak kemudian membuka pintu kamarnya perlahan.

Bi Riri, asisten rumah tangga yang bisa dikatakan masih muda itu tersenyum canggung melihat anak majikannya menampilkan muka yang kurang mengenakan. Walaupun ia tak pernah melihat Marta tersenyum ke arahnya sedikitpun.

"Kenapa?" Tanya Marta malas.

"Anu mas, mas Marta disuruh ke bawah sama bapak. Disuruh makan malam bersama," Jawab Bi Riri dengan menundukkan kepalanya.

Marta tanpa mengatakan apapun langsung pergi dari hadapan Bi Riri menuju ruang makan. Ia menampilkan wajah dingin, tanpa senyuman atau bahkan wajah santainya ketika bersama teman-temannya.

Marta duduk tanpa menoleh pada keluarganya, termasuk ayahnya. Ini merupakan suasana yang paling Marta benci. Ia bisa saja menolak, tapi ia tak tega kepada Bi Riri jika harus dipecat karena tidak berhasil mengajak dirinya makan malam.

"Marta," Panggil seseorang dengan suara berat. Marta mengabaikan dan sibuk mengambil makanan di atas meja.

"Marta Pradana Mahardika," Marta masih mengabaikannya, seolah-olah ia tak mendengar suara apapun.

BRAK!

"Papah tidak pernah mengajarkan anak papah untuk tidak sopan seperti ini," Kata Mahardika tegas. Marta hanya melirik sekilas ayahnyadan kembali melanjutkan kegiatan makannya.

"Marta!" Panggil Mahardika kembali. Ia menunggu Marta menatapnya.

"Kaya ada yang manggil. Tapi siapa ya? setan kali," Marta mengatakan dengan santai tanpa peduli dengan ayahnya yang sedang menahan emosi.

"Dasar anak gak tau diuntung!" Tunjuk Mahardika kepada Marta. Marta menatap Mahardika malas. "Bodo," Jawabnya.

Mahardika semakin mengepalkan tangannya. Ia tak pernah sekalipun mengajarkan anaknya berbuat seperti ini. Lancang sekali, pikir Mahardika.

"Jangan pernah membuat saya emosi," Desis Mahardika. Perlahan-lahan ia menunjukkan benda yang selalu ia bawa. Benda yang tak pernah lepas dari genggamannya.

Deg

Marta menatap pistol yang dipegang Mahardika. Mukanya pucat pasi. Ia teringat dengan mendiang ibunya.

"Jangan sampai peluru ini meluncur ke arahmu, Marta." Mahardika tersenyum miring. Kedua saudara Marta yang melihat hanya diam. Diam dengan kepanikan. Mereka bingung harus bagaimana. Karena sekarang ayahnya di kendalikan oleh orang lain. Ini bukan diri ayah mereka. Ini kepribadian lain yang selalu membuat semua orang terluka, termasuk ibu mereka sendiri.

"Anda mau membunuh saya? Silahkan. Dengan senang hati saya ijinkan. Karna saya tidak sudi tinggal satu atap dengan orang psikopat seperti anda," Jawab Marta tegas.

Strong GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang