18. Rahasia Madrid

32 7 1
                                    


"Good Bye My Lover. Keep spirit, Keep smile, and have a nice day baby" ucap Hanif saat memeluk Alettha.

"Iya A. Doa-in ya semoga Alettha bisa cepet nyelesain kuliah disana biar bisa balik lagi ke Indonesia" jawab Alettha mencium pipi sang kakak.

Setelah itu Alettha lalu berpaling dan berdiri tepat di hadapan Indra. Saling tatap, hingga akhirnya pelukan pun tertaut. Membuat Alettha yang harus meninggalkan Indra mengeluarkan air mata perpisahannya.

Tak ada kata, mereka hanya saling peluk, mencium kening dan akhirnya dilepaskan kembali.

"Jaga hati" ucap Alettha lirih sembari menunjuk ke dada sebelah kanan Indra. Mereka lalu tersenyum manis dan kembali memeluk tubuh sang kekasih.

Cukup lama, lalu terakhir, Alettha menghampiri salah satu teman baik kakaknya yang juga sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Siapa lagi jika bukan Febri.

Febri menaikkan bibirnya membentuk sebuah lengkungan lebar yang membuat Alettha juga membalasnya dengan senyuman.

"Cepet balik ya de. Suksess!!!" Kata Febri dengan mengepalkan tangan kanannya, memberi semangat pada Alettha.

"Siap bos. Aa juga semangat, ntar kita ketemu di madrid" jawab Alettha dengan cengiran khasnya.

Teng teng teng teng

Suara himbauan dari bandara yang menyatakan bahwa pesawat menuju Madrid akan segera berangkat.

Dengan berat hati, Alettha menyudahi acara perpisahannya dengan tiga orang pria yang sangat berarti di hidupnya. Dan sekali lagi Alettha memeluk kakaknya.

Kemudian kembali berjalan meninggalakan ruang tunggu menuju pesawat. Air mata Alettha menetes. Tapi dengan cepat ia menyekanya.

Ini bukan perpisahan, ini hanyalah awal dari kesuksesan serta kebahagiaan yang akan datang pada diri Alettha.

Hanif, Febri, dan Indra hanya visa melambai dari dinding kaca yang memperlihatkan seorang Sylvia Alettha pergi ke tempat jauh yang sangat asing.

-

Dari kaca jendela pesawat, Alettha menatap lurus ke luar. Termenung, menenangkan dirinya sendiri.

Tiba tiba saja mata Alettha memanas, tenggorokannya mulai tersumpal emosi kesedihan yang membebani diri Alettha.

"Are you alright?" Ucap dalah seorang perempuan penumpang pesawat yang duduk di sebelah Alettha.

"Yes, I am doing okay. Thank you" jawab Alettha memaksakan sebuah senyum.

"Do you need tissue to wipe your tears?" Ujarnya sembari menawarkan sebuah tissue untuk mengelap air mata Alettha.

"No thanks I already have my own tissue" jawab Alettha menolak dan juga memperlihatkan sebuah tisu dari dalam jaketnya.

Perempuan bule itu kemudian diam dan mengalihkan pandangannya dari Alettha. Sedangkan Alettha mencoba menenangkan diri untuk tidak mempermasalahkan sebuah perpisahan.

-

12 jam berlalu, Alettha sedang berjalan di lorong apartemen yang akan menjadi tempatnya tinggal selama berada di Madrid.

Cklek!

Terpampanglah sebuah ruangan minimalis dengan 1 kamar dan ruang kerja.

Karena kelelahan akhirnya Alettha langsung menuju kamar, merebahkan dirinya di kasur empuk yang sudah tersedia. Dan mulai memikirkan apa apa saja yang sedang diinginkan otaknya.

"Akhirnya hari ini aku benar benar menjalani hidup di kesendirian. Dan mulai hari ini juga aku akan belajar mandiri. Aku akan belajar caranya bersosialisasi" batin Alettha memandang langir langit kamar apartemen yang berwarana abu abu.

The Perfect BekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang