Ruangan yang dingin, tatapan tajam, dan jantung yang seakan berdetak seribu kali lebih cepat dari biasanya.
Alexandria mendongak, menatap mata Ayahnya dan Hanif bergantian. Ali, tatapannya seolah bertanya, meminta penjelasan pada Alexandria. Dan Hanif menatap seolah olah mengancam Alexandria untuk segera menceritakan semuanya pada Ali.
"Saya yang cerita atau kamu yang cerita" tantang Hanif mengancam Alexandria.
"Alhanif! Jangan terlalu mendesak adikmu" tegur Ali pada Hanif.
"Anda tidak tau menahu tentang apapun, dan biarkan perempuan ini menjelaskan semuanya. Dan satu lagi, jangan pernah buat adik saya menangis" sambut Hanif menolak pembenaran dari Ali.
"Adikmu? Alexandria juga adikmu, Alfeandra juga adikmu" tegas Ali pada anak sulungnya.
"Kakak macam apa yang selalu menjadi alasan adiknya untuk menangis di setiap harinya? Kalian berdua tidak akan pernah tau bagaimana Alettha menjalani hari di Indonesia selama ini. Dia hidup bukan karena keinginan, tapi sebuah keharusan. Dia selalu berada di bawah tekanan. Seakan akan dunia menyuruh Alettha untuk tetap tersenyum, untuk tetap menjalani hari seperti biasanya yang padahal satu dunia sedang menginjaknya. Lalu apakah kalian tau, bagaimana susahnya saya mengembalikan senyum seorang Alettha? Saya berjuang mati matian, semuanya saya korbankan demi Alettha. Tapi dua kakaknya yang anda asuh malah menjadi beban di hidup Alettha. Alexandria dan Dewangga adalah penghancur kebahagiaan adik saya. Ya, sepertinya memang tak perlu ada yang dijelaskan lagi. Lusa, saya akan membawa Alettha pulang ke Indonesia. Untuk masalah kuliahnya biar saya yang urus" jelas Hanif panjang lebar menahan enosi yang bergejolak di hatinya.
"Kak Hanif?! Apakah kakak tau bagaimana kehidupan Alexandria disini? Bukan hanya Alettha yang hidup di bawah tekanan, bukan hanya Alettha yang tetap dipaksa hidup dengan masalahnya. Saya juga merasakan hal yang sama, tapi saya tidak pernah sekalipun merepotkan orang orang disekitar saya untuk membahagiakan saya kembali. Saya juga rapuh, saya juga brokenhome. Seharusnya kak Hanif juga memahami apa yang saya rasakan" elak Alexandria dengan emosi dan air mata yang bercucuran di pelupuk matanya.
"Setidaknya Alettha tidak pernah membuat anda menangis!" Bentak Hanif tak kalah sengitnya.
"Hahaha... Dari sini saya belajar bahwa ternyata saya lebih pintar, lebih kuat, dan lebih segalanya dibanding Alettha. Dan kalau boleh jujur, saya malu punya kakak seperti anda, Alhanif Sjahbandi" sinis Alexandria dengan tawa renyahnya.
Plak!
"Tutup mulutmu!" Gertak Hanif sembari menampar Alexandria.
"Hanif!" Teriak laki laki dengan suara beratnya yang kemudian berganti menampar Hanif.
"Jangan pernah bermain tangan dengan adik adikmu! Ayah tau kau sangat menyayangi Alettha. Tapi caramu salah. Kau selalu menganggap setiap orang yang bertemu dengan Alettha itu jahat. Benar kata Alexandria, seharusnya kau juga bisa berbuat adil. Bagaimana pun dia ini adikmu juga. Sama halnya dengan Alettha yang sedang mati matian kau usahakan kebahagiaan dan ketenangannya" ujar Ali memberi wejangan pada Hanif.
"Kak Hanif! Denger aku, Alettha ngga serapuh yang kak Hanif pikirkan. Dia ngga selemah yang kak Hanif tau. Dia hanya mengikuti alur yang kak Hanif buat. Dia hanyalah gadis manja dan cengeng yang berlagak seperti ratu. Dan kak Hanif tau, kakak adalah budak Alettha. Kak Hanif selalu treat Alettha like a queen. Hal itu juga yang membentuk Alettha menjadi pribadi yang selalu merepotkan orang orang disekitarnya. Dia berpikir bahwa kak Hanif tidak akan pernah meninggalkan Alettha. Dia berpikir bahwa kak Hanif akan selalu ada kapanpun saat Alettha membutuhkan bantuan, bahkan di situasi situasi yang bisa dia selesaikan sendiri. Kak Hanif terlalu memanjakan Alettha, kak Hanif selalu menuruti apapun yang Alettha inginkan. Dan saat sekarang Alettha harus hidup mandiri, diak ngga akan pernah bisa. Di permasalahan ini bukan tentang aku, Dewangga, ataupun ayah yang bersalah. Melainkan karena sikap kak Hanif sendiri" ujar Alexandria panjang lebar. Lega, semua amarah yang selama ini terperangkap di dalam hatinya akhirnya meluap. Entah setelah ini apa yang akan terjadi ia tak peduli.
"ingat satu hal, Alexandria! Saya tidak pernah memanjakan Alettha, saya hanya mengurangi beban hidupnya. Saya juga tidak memperlakukan Alettha seperti ratu, saya hanya mengobati luka Alettha karena adik laki laki mu. Kau tau apa yang paling menyakitkan di dunia ini? Adalah melihat Alettha kehilangan kebahagiaannya. Dan kamu tau satu satunya tujuan saya hidup untuk apa? Membahagiakan Alettha. Saya tidak akan membiarkan setetes pun air mata Alettha jatuh, saya tidak akan pernah tinggal diam jika seseorang telah menyakiti Alettha. Sebagai seorang kakak anda juga begitu kan dengan adikmu itu? Ya, sama halnya seperti yang anda korbankan demi dia" balas Hanif tak ingin kalah.
"Kita beda! Kak Hanif ya kak-" talak Alexandria terpotong dengan kedatangan Alettha dan Indra Mustafa.
"A Hanif cukup, udah A. Alettha ngga mau ada perpecahan, udah cukup semua ini. Ayo kita bangun sebuah keluarga yang baik. Alettha udah capek A" lerai Alettha lirih.
"A, bukan maksud Indra buat ikut campur urusan keluarga Aa. Tapi apa yang dibilang Alettha juga ada benernya. Kasian Alettha, terus terusan dihantui rasa bersalah. Seakan akan dia penjahat, padahal di aslinya dia ngga tau apa apa. Tolong A, buat sekali ini aja dengerin kata Alettha" imbuh Indra meyakinkan sembari mendekap Alettha erat.
"Alettha! Aa udah tegasin sama kamu, apapun yang terjadi jangan pernah keluar dari apartmen kecuali A Hanif sendiri yang nyuruh kamu buat keluar" bentak Hanif tapi masih ada kelembutan di dalamnya.
"Ma-maaf A, Alettha ngga mau aa lepas kontrol dan akhirnya nglukai hati orang lain. Aletth tau aa, Alettha ngga mau Aa menyesal di kemudian hari karena perbuatan Aa hari ini. Tolong sekali ini aja dengerin Alettha A, Alettha sayang banget sama Aa, Alettha ngga mau kehilangan aa" ucap Alettha lirih di dekapan Indra.
Hanif tersadar, akankah perkataannya tadi menyakiti hati Alettha? Ya tuhan, apa yang baru saja keluar dari mulutnya sampai sampai adik kesayangannya ini ketakutan.
Hanif memukul mukul dirinya sendiri, menyalahkan atas apa yang baru saja ia lakukan dibawah kesadarannya.
"Al-Alet-Alettha, maafin aa. Aa sama sekali gaada maksud buat bentak kamu tadi. Aa cuma kebawa suasana aja. Maafin aa de" pinta Hanif berganti mendekap adik kecilnya. Hanif yang tadinya garang kini meneteskan air mata.
Ya, ia telah melukai hati Alettha yang lembut. Alettha yang sama sekali tidak pernah mendapat bentakan, kini mendapatkan hal itu dari kakaknya sendiri. Bodoh, dasar bodoh. Hanif yang selalu berkata tidak akan menyakiti hati Alettha kini malah menyakiti hatinya.
"A hanip, udah. Biarin Alettha sama Indra. Aa selesain dulu permasalahan yang ada. Kalau nanti semuanya udah kembali normal, aa bisa kabarin Indra" lerai Indra mengambil alih Alettha dari dekapan Hanif.
Ya, Hanif sadar atas apa yang ia lakukan. Atas apa yang ia katakan pada adik dan juga ayahnya. Memang tak seharusnya ia menyimpan dendam terlalu lama. Tapi bagaimana pun juga kata kata Alexandria dulu sangat menyayat hati Hanif.
Ah entahlah, kapan dunia ini tenang bagi kehidupannya dan Alettha?
🍁🍁🍁🍁🍁
Kita up setiap 2-3 hari sekali
Maaf buat para readers yang uda nungguin kelanjutan chapternya. Author uda mulai sibuk soalnya hehe:)
Makasih udah nyempetin waktu buat mampirツ.
Baca terus kelanjutan kisahnya.Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote★, komen💬, dan share♻️
Banyak typo maapkeun!
Kritik dan saran sangat membantu ya🙏🏻🙏🏻
Whatsapp || 0831-6233-2525
Instagram || ctrfebrian_

KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Bek
Fanfic____________________________________________ Lingkungan yang tak seharusnya membuat diri Alettha menjadi sosok gadis yang tegar. Kehilangan sosok ibu karena bahtera rumah tangga yang tak dapat dipertahankan lagi membuat dirinya kesepian. Ia kehilang...