Sebuah foto dilempar begitu saja ketengah meja. Tepatnya terletak pas-pas an dengan selembar kertas berwarna kuning pudar lusuh—lebih terlihat seperti kertas jadul jaman dahulu yang digunakan oleh para tetua untuk menulis surat.
Gambaran seorang gadis cantik mengenakan pakaian sekolah pun terlihat jelas dimatanya.
"Siapa namanya?" ucap Jimin setelah mengambil foto tersebut dan meneliti.
"Alisa."
Jimin sempat menyipitkan kedua mata hingga mengkerutkan kening karna berpikir. "Berapa umurnya?"
Seorang pria tua di depan sana lantas tersenyum. "Sembilan belas tahun." jawabnya memberi tahu. "Alisa sedang berada di kelas akhir semester ini."
"Bagaimana dengan kedua orang tua nya?"
Pria tua itu menarik tas hitam kusamnya mendekat. Mengeluarkan sebuah map lalu memberikannya pada Jimin. Mendapati itu, Jimin langsung membuka map tersebut.
"Surat lagi?" tanya Jimin bingung.
"Baca lah, semua jawaban ada disana, Tuan muda."
Beberapa menit pun berlalu dengan keheningan dan fokus Jimin memahami tulisan pada dua surat yang baru saja ia dapati. Satu surat yang di wasiatkan dari kakeknya, dan satu surat lagi yang baru saja ia dapatkan adalah salinan surat wasiat dari orang lain yang Jimin duga adalah sahabat kakeknya itu.
"Saat cucuku berumur dua puluh tahun?" eja Jimin pada tulisan yang begitu menarik perhatiannya. Setelah itu Jimin letakkan kembali surat tersebut dengan kasar keatas meja.
"Benarkah?" ungkap Jimin seraya meremas rambutnya prustasi. Di tatapnya pria tua yang menjadi sekretaris keluarga Park tersebut dengan air muka yang sulit diartikan. "Dia bahkan masih di bawah umur, Seung Tak."
"Tapi itu semua sudah tertulis sejak lima puluh tahun yang lalu."
Seung Tak yang sudah setengah abad lebih bekerja mengabdikan diri sebagai tangan kanan sekaligus sekretaris keluarga Park itu menegaskan, bahwa digenerasi ketiga keluarga Park, siapapun itu harus dan akan menikah hanya bersama penerus generasi ketiga juga dari keluarga sahabat pemilik PJM Holding Group tersebut.
Kerugian yang terjadi jika kedua belah keluarga tidak menyetujui perjodohan yang sudah ditetapkan, maka siapapun itu yang terlahir di generasi kedua tidak akan mendapatkan hak sebagai pewaris dan penerus masing-masing.
"Tidak perlu terkejut lagi Jimin," Seung Tak melepaskan dua kancing jas nya perlahan. Merasa bahwa pembicaraannya bersama cucu dari PJM Holding ini akan sangat serius, maka ia pun membawakan dirinya sebagai seorang kakek yang akan menasehati sang cucu.
"Bukankah sepuluh tahun yang lalu, tepat kau berumur dua puluh tahun Presdir sudah memberi tahu soal ini? Ayah mu sudah mengatakan bahwa sebelum kau menikah, maka seluruh harta kekayaan belum bisa dialihkan untuk dia apalagi untukmu"
Jimin lantas mengorek memori lama, mengingat lagi ketika ia baru saja menyelesaikan sekolahnya. Kakek dan ayahnya memang sudah memberi tahu soal perjodohan ini. Bahkan, sebelum kakek nya meninggal pun Jimin kembali diingatkan agar segera menuntaskan wasiat antar wasiat dari kakek Jimin bersama sahabatnya—yang di duga adalah kakek dari si gadis yang sedang Jimin tatap kembali.
"Aishhhh...." erang Jimin prustasi dan beranjak dari kursi kebesaran itu mengepalkan tangannya membentuk tinju. "Bagaimana dengan wanita yang aku cintai?" aku Jimin dengan wajah menyesal. "Tidak bisakah—"
"Kalau begitu lupakan, dan segera nikahi gadis ini."
"YYAA!!!" mendengar itu Jimin langsung berteriak tidak percaya.
Seung Tak pun langsung berdiri dari kursi dan memakaikan kembali kancing jasnya yang terbuka. "Aku akan mengurus semuanya secepat mungkin," kemudian pria tua itu menunduk pamit.
"Selamat siang, Tuan muda."
..dan tinggal lah Jimin seorang diri dengan kekesalan tiada yang bisa mengutarakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY IN MY LIFE || [PJM]✓
Fanfiction"Anak kecil harus pulang." Jimin menggenggam tangannya. Berharap yang ia cari sedari tadi bisa ia bawa kembali. Namun Alisa tidak berharap demikian. "Tidak, aku tidak ingin pulang." "Alisa," "Aku mau kita bercerai." Start : 21maret