Sudah dua jam Jimin dan Alisa selesai makan malam. Keduanya sedang duduk di ruang tamu menonton serial kesayangan sambil membawa setoples cemilan kedalam pangkuan. Tidak ada basa-basi terucap dari keduanya.
Alisa duduk di ujung sofa barat dengan toples cemilan di tangan, dan Jimin juga duduk di ujung sofa timur sibuk dengan ponselnya. Keduanya terpisah jauh layaknya insan yang sedang bertengkar.
Lagi--para pelayan yang masih berlalu lalang di tengah rumah cemas dengan keadaan tuan dan nyonya mereka. Pasalnya, tidak seperti biasa Alisa pulang sekolah terlalu sore. Bahkan, Jimin yang biasanya pulang malam, hari ini tampak lebih cepat sampai dirumah sebelum sang istri pulang.
Saat ditanya, Alisa tidak memberikan jawaban. Jimin pun tidak mau menuntut, karna saat melihat wajah Alisa begitu lelah dan suram, diam dan menunggu Alisa sendiri yang bercerita adalah keputusan terbaik.
Tapi semua tidak sesuai keinginan. Apa yang Jimin terawang tidak berlangsung demikian. Alisa sudah membersihkan diri, berpas-pas an di kamar juga gadis itu diam, saat makan bersama pun juga begitu, dan lihat kini--keberadaan Jimin tak di anggap oleh sang puai.
"Alisa--"
Kalimat Jimin terpotong saat gadis itu langsung meletakkan toples cemilan dan hendak beranjak dari sofa.
"Mau kemana?" tanya Jimin masih lembut.
"Aku sangat lelah hari ini. Aku istirahat duluan ya. Kalau Oppa sudah selesai tolong jangan lupa--" sengaja Alisa jeda guna mencari seseorang yang akan ia mintai tolong. "Maid! jangan lupa buatkan susu untuk suamiku."
Segera, suara seseorang mengintrupsi dari arah dapur berlarian mendekati. "Baik nyonya." jawab pelayan itu cepat.
"Oppa, jangan lupa minum susu nya ya. Aku akan istirahat duluan. Selamat ma--"
"Tunggu!" Jimin melemparkan ponselnya ke tengah sofa yang kosong. Membuka kaca mata kerja itu dan ikut beranjak selaras dengan sang istri.
"Tidak seperti biasanya, Alisa." Jimin jelas merasakan ada yang janggal dengan sikap sang istri. "Ini baru jam tujuh. Masih terlalu sore untuk tidur."
Menghela nafas yang tercekat, Alisa memalingkan wajahnya sebentar ke arah lain sebelum tersenyum palsu menatap Jimin. "Kami tadi banyak melakukan praktik di laboratorium dan penelitian di luar ruangan. Team ku banyak melakukan kesalahan, jadi Mina Seam meminta di ulang terus menerus sampai rangkuman kami benar. Mereka banyak bermain daripada mengerjakan, mereka hanya mengandalkan ku." Alisa menghembuskan nafas kasar seolah dia benar-benar kesal seharian. Dan untuk membuat Jimin percaya, gadis itu sampai harus memasang wajah lusuh agar mendapatkan simpati sang empu.
"Oppa, aku benar-benar lelah." ucapnya serak.
"Baiklah," Jimin mendekat. Memegangi kedua bahu Alisa sambil tersenyum. "Aku akan menemanimu." lalu tangannya jatuh menggenggam tangan Alisa erat, sempat di elus nya sebentar sebelum ia kecup khidmat dan berucap,
"Ayo, ke kamar."
Alisa tidak lagi bisa menyela setelah Jimin menarik tangannya berjalan, menyempatkan mengambil ponsel yang tergeletak di sofa lalu meninggalkan ruang tamu dan masuk ke dalam kamar.
Jimin langsung mematikan lampu penerang kamar lalu menghidupkan lampu tidur yang bercahaya emas gelap tersebut. Merebahkan tubuh Alisa dan menyelimuti gadis itu sampai perbatasan dada. Setelahnya Jimin peluk dengan kepala ia letakkan di antara bahu dan dada sebelah kanan Alisa.
Jimin memeluk istrinya erat, sedang bibirnya sedikit mengecup samar pada ceruk sang puai. Membuat Alisa merasa tersengat kecil karna kulit leher nya bisa merasakan ujung bibir Jimin menempel disana tanpa melakukan pergerakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY IN MY LIFE || [PJM]✓
Fanfiction"Anak kecil harus pulang." Jimin menggenggam tangannya. Berharap yang ia cari sedari tadi bisa ia bawa kembali. Namun Alisa tidak berharap demikian. "Tidak, aku tidak ingin pulang." "Alisa," "Aku mau kita bercerai." Start : 21maret