Jam baru menunjukkan pukul enam lewat tiga belas menit. Alisa sudah rapi mengenakan seragam sekolah. Oh ya--sedikit informasi, karna Jimin dan Alisa akan berada selama tiga bulan di Amerika. Tuan Ha, selaku ayah Alisa pun meminta surat izin pindah sekolah sementara sesuai kondisi, pada pihak sekolah.
Tidak banyak yang Alisa kuasai soal urusan dapur. Tapi, daripada tidak bisa sama sekali, Alisa masih berterimakasih karna bisa membuat beberapa menu meski terlihat sederhana dan bisa dilakukan semua wanita, setidaknya Alisa tidak begitu malu karna tidak bisa diharapkan soal urusan memasak.
Dua sandwich berukuran sedang sudah tersaji di atas piring masing-masing. Satu gelas kopi juga melengkapi sarapan Jimin pagi ini. Dan keduanya menghabiskan sarapan dalam keadaan tenang. Tidak ada satupun yang memulai pembicaraan.
Jimin mengambil kain tipis yang terletak didepan piringnya dan menyeka sudut bibir itu kemudian. "Aku sudah selesai." beritahu Jimin tidak menatap Alisa.
"Aku juga," balasnya, kemudian berdiri dan mengemas peralatan makan itu ke wastafel.
Setelah menbersihkan tangan, Alisa pun kembali merapikan tas sekolah lalu menyandangnya dan berdiri dihadapan Jimin. "Kita berangkat sekarang?"
Jimin langsung mendongak, "Supir akan mengantarmu. Pergilah!"
Tidak setuju dengan yang Jimin katakan, Alisa pun langsung menggeleng. "Aku tidak nyaman jika diantar supir." sambil tersenyum manis yang membuat Jimin mendadak kesal. "Ayoo! aku bisa terlambat kalau kita tidak berangkat sekarang."
Dan sekali lagi, sekali lagi Jimin harus di buat susah oleh anak kecil yang menyebalkan. Iya, Alisa itu menyebalkan menurutnya. Apapun yang gadis itu lakukan, dimata Jimin tidak ada yang benar.
"Hmmm, nanti pulang sekolah tidak usah dijemput."
Jimin menoleh lagi tanpa minat pada gadis yang duduk disampingnya. "Aku memang tidak akan melakukan itu." sambil terkekeh pelan dan menatap keluar jendela.
Kadang, ada waktu dimana Alisa berpikir benarkah kebahagiaan wanita sesungguhnya ada didalam rumah tangga? Alisa menatap Jimin dengan wajah tidak terartikan. Dia sendiri merasa bingung dan pasrah bersamaan.
Satu yang Alisa ingat ketika kakaknya berkata, "Perempuan yang baik adalah istri yang selalu tersenyum dan menerima segala situasi dan kondisi dalam membangung rumah tangga. Kau boleh menangis, kau boleh bersedih jika terjadi sesuatu didalam rumahmu. Tapi ingat Alisa-" Taehyung mengusap-usap kepala adiknya begitu sayang. "Berpisah dan membiarkan orang lain ikut campur dalam urusan rumah tanggamu adalah kekalahan terbesar bagi seorang istri."
Mengingat malam dimana Alisa bercerita panjang bersama sang kakak, dan mendapatkan ilmu baru dalam bertindak, seketika Alisa tersenyum. Benar yang Taehyung katakan malam itu, "Kau bisa berbalik jika kau mau, tapi kau juga bisa terus berjalan jika kau yakin."
Dan yah, Alisa memantapkan pilihan nya untuk terus berjalan. Berjalan dalam suatu hubungan dan berjanji akan mempertahankan ikatan tersebut.
Alisa masiu menatap Jimin sambil tersenyum, gadis sembilan belas tahun itu menyentuh sebelah tangan Jimin dan mengusap-usapnya pelan. "Oppa! Pulang sekolah nanti aku ingin kepasar. Kita makan malam dirumah bersama ya?" aku Alisa mengingat beberapa hari ini Jimin tidak pernah makan malam dirumah.
Jimin melepaskan tangan Alisa kemudian. "Aku tidak janji," jawabnya dingin.
Tapi ini Alisa yang tidak akan menurut begitu saja jika diberi penolakan. "Aku akan menunggu kalau begitu"
"Tidak," Jimin menjawab dengan cepat bersamaan menghentikan mobilnya, tidak terasa mereka pun sampai di pintu gerbang sekolah Alisa. "Jangan menunggu. Dan tidak usah memasak apa pun."
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY IN MY LIFE || [PJM]✓
Fanfiction"Anak kecil harus pulang." Jimin menggenggam tangannya. Berharap yang ia cari sedari tadi bisa ia bawa kembali. Namun Alisa tidak berharap demikian. "Tidak, aku tidak ingin pulang." "Alisa," "Aku mau kita bercerai." Start : 21maret