Parasit

1.7K 177 6
                                    

Ki Barjo segera mendatangi rumah Yilya dan mengajaknya untuk berbicara. Namun, entah mengapa wajah Mas Arthur tampak pucat ketakutan. Meski begitu, tatapan Ki Barjo sama sekali tidak dapat membuat Mas Arthur mengatakan sesuatu.

"Pergilah, Arthur. Ki ingin bicara dengan Yilya."

"Jangan lupa, Bar ... Ki Barjo," ujap Mas Arthur terjeda ketika salah mengucapkan kalimat.

"Tidak perlu khawatir."

Mas Arthur mengusap wajah kasar seraya menghembuskan napas berat. Dapat terlihat jelas bahwa dirinya sedang tidak tenang, tetapi, Yilya sama sekali tidak berucap. Ia masih terdiam dan bingung dengan kejadian tak masuk akal yang telah dilaluinya.

Setelah Mas Arthur melangkah pergi, Ki Barjo memberikan sebuah cincin berwarna putih dengan hiasan bunga. Cincin tersebut terlihat cantik. Namun, di saat Yilya menyentuhnya, rasa panas menjalar hingga ke dalam tubuh, membuat Yilya semakin tidak mengerti apa maksud dari pemberian Ki Barjo.

"Untukmu ...," ujar Ki Barjo pelan.

"Tapi-"

"Tenanglah, cincin ini akan melindungimu dari perjalanan yang akan kamu lalui."

"Waktu itu cepat berlalu, Ki. Yilya belum menemukan lelaki yang Nyai Lie maksud."

"Tetap pokus dan melihat dari sisi mana pun. Lelaki itu seperti ular, mudah baginya untuk membuat kedua bola matamu tertutup."

"Nyawa Yilya bagaimana, Ki? Yilya tidak bisa meninggalkan Kyna dan Dama."

"Jika kamu tidak mau meninggalkan mereka, berusahalah untuk mengungkap semua dalam waktu dekat. Buka mata dari sudut pandang yang berbeda dan jangan lupakan cincin ini. Gunakan jika kamu perlu."

Yilya mengangguk cepat. Sementara itu, ada seseorang yang dengan diam mendengarkan percakapan antara Yilya dengan Ki Barjo dari balik jendela. Seketika dirinya merasa geram dengan hal yang akan dilakukan oleh Yilya. Tangannya terkepal, seakan ingin menghantam benda apa saja yang ada dihadapannya. Ia, Nida!

Ki Barjo pergi meninggalkan teka teki yang harus Yilya pecahkan. Meski begitu, Yilya tetap berusaha tenang karena bantuan dari Ki Barjo dan Nyai Lie. Dugaan mengenai lukisan penari yang Yilya pikir akan membuat hidupnya penuh ketakutan, ternyata salah. Justru, Nyai Lie selalu datang untuk membantunya memecahkan misteri. Begitu pula dengan tetangga Yilya-Bu Nirma-yang juga membantu dirinya.

"Udah?" tanya Mas Arthur dengan cepat ketika Yilya baru saja duduk di sampingnya.

"Udah, Mas."

"Bicara apa aja tadi?"

"Biasa, Mas. Cuman-"

"Jangan-jangan Mbak Yilya ada sesuatu sama Ki Barjo. Kok cuman berdua, ya, bicaranya. Padahal, Mas Arthur itu suami Mbak Yilya, loh."

Perkataan Nida membuat sorot mata Yilya menatapnya dengan sangat tajam. Ia tidak suka dengan cara adik iparnya itu berbicara. Belum satu hari dirinya tinggal bersama, Yilya sudah ingin merobek-robek mulutnya. Namun, Yilya sadar bahwa dirinya bukan psychopath tidak berakal seperti lelaki yang pernah ia temui di tempat yang ia datangi bersama Nyai Lie.

"Jaga ucapan kamu!" seru Yilya mulai mengeluarkan amarah.

Kyna tampak mengerti dengan urusan orang tua dan mengajak adik kecilnya-Dama-untuk menuju kamar. Sementara itu, Nida masih menunjukan wajah sebal.

"Kenapa kamu marah kalau emang nggak ada sesuatu? Benar kata Nida! Aku itu suami kamu. Jujur, aku merasa nggak dihargai!" Mas Arthur beranjak pergi meninggalkan Yilya yang sama sekali tidak mengerti, disusul dengan Nida yang ikut beranjak.

Mayat Dalam Sumur (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang