Kenyataan

1.4K 148 2
                                    

"Jadi, selama ini Nyai Lie hanya berpura-pura?" Yilya sangat tidak percaya dengan kejadian yang sesungguhnya.

"Benar," balas Bu Nirma dengan singkat.

Selama ini, Yilya selalu mengikuti perkataan Nyai Lie, tetapi itu hanya akal-akalannya saja. Nyai Lie merupakan si pembuat perangkap. Sampai akhirnya Yilya mulai merenung. Ia berusaha untuk mengingat setiap kejadian yang dilalui bersama Nyai Lie. Tidak ada yang perlu dicurigai. Hanya saja, seketika Yilya menganggukan kepala saat ia mengingat pertemuan awal dengan Nyai Lie.

Si penari—Nyai Lie—yang muncul dari dalam lukisan itu tampak menggila dan marah besar. Ia menggeliat seperti orang kesetanan. Bahkan, Nyai Lie sempat membentak Yilya untuk mengeluarkan amarahnya. Bentakan itulah, yang membuat Yilya mulai saat ini,  mengerti. Jika ternyata, Nyai Lie telah menutupi sesuatu.

"Dasar licik!"

Tidak ada sahutan apapun. Bu Nirma hanya terdiam meski Yilya terus membicarakan Nyai Lie. Entah apa yang ada di dalam pikirannya, Bu Nirma hanya menanggapi perkataan Yilya dengan raut wajah.

"Sekarang saya sudah tahu, Bu Nirma. Nyai Lie itu sebenarnya busuk. Untung saja Ki Barjo selalu memperingati saya. Ki Barjo juga memberikan saya serbuk."

"Serbuk itu memang Bu Yilya butuhkan," ujar Bu Nirma, akhirnya membuka suara.

"Kalau begitu, kenapa Ki Barjo tidak memberikan serbuk itu dari dulu?"

"Untuk melatih kepekaan Bu Yilya. Ternyata, justru semua itu hanya memperlambat penyelidikan. Bu Yilya sangat mudah terpengaruh dengan perkataan Nyai Lie."

"Saya tidak dapat menyadarinya, Bu. Bagaimana dengan masalah lain jika saat ini saja saya tidak mampu?"

"Bu Yilya pasti bisa. Yang perlu Ibu lakukan hanyalah tetap bersikap tenang dan belajar dari kesalahan."

Yilya mengangguk. Seketika dirinya memikirnya sosok tante yang selalu mengajak Dama bermain. Apa mungkin wanita itu mempunyai sifat yang jahat seperti Nyai Lie? Terutama ketika Yilya menyadari bahwa Nyai Lie-lah yang mengenalkannya. Bisa jadi, jika ternyata wanita itu merupakan suruan Nyai Lie. Ini tidak dapat dibiarkan!

"Dama!" seru Yilya seketika.

"Bocah itu pasti sedang bermain dengan Kyna," ujar Bu Nirma menimpali.

"Tidak mungkin. Saya harus bagaimana, Bu Nirma? Dama pasti dalam bahaya sekarang! Bodoh sekali saya meninggalkannya meski hanya sebentar." Yilya merasa bersalah ketika menyadari bahwa ia meninggalkan buah hatinya demi mengunjungi rumah Bu Nirma.

"Tenang, Bu. Jarak rumah Bu Yilya dari sini hanya beberapa langkah saja." Bu Nirma tetap bersikap biasa saja. Seolah mengetahui sesuatu.

"Tidak. Saya harus pulang, Bu. Firasat saya tidak enak. Saya takut Dama berada dalam bahaya."

Bu Nirma tersenyum tenang. "Silakan, Bu. Kabari saya jika terjadi sesuatu."

Tanpa menunggu apapun, Yilya mempercepat langkahnya menuju rumah. Ia tidak menyangka jika obrolan antara dirinya dengan Bu Nirma semakin panjang. Padahal,  Yilya hanya mampir ke rumah Bu Nirma untuk mengambil beberapa tomat hijau karena dirinya kehabisan tomat hijau ketika membeli sayur. Namun, seperti biasa, Bu Nirma sudah mengetahui kejadian yang Yilya alami. Dengan begitu, Yilya selalu membuka suara dan menceritakan banyak hal.

Kecemasan Yilya akhirnya mereda ketika melihat Dama dalam keadaan baik-baik saja. Bersama sang Kakak, tubuh kecilnya menaiki tumpukan kasur dan bantal. Dama dan Kyna terlihat sangat senang. Namun, seketika pandangan Yilya kerkunci pada wajah Kyna. Gadis kecil itu tampak sangat pucat. Dari pagi hari, Kyna mulai menunjukan bahwa dirinya sedang tidak enak badan.

Mayat Dalam Sumur (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang