Iblis

1.6K 168 8
                                    

"TOLONG!"

"TOLONG! TOLONG!"

Yilya berusaha melepaskan jemari tangan yang berusaha mencekik lehernya dengan sangat kuat. Entah makhluk apa yang ini berusaha mengganggu hidupnya, Yilya hanya ingin jemari tersebut dapat terlepas.

"Le ... pas!"

"PERSIAPKAN TANAH KUBURANMU!"

"Ti-dak akan! Ak-ku ... tetap bertahan!"

"Percuma saja, Yilya! Aku akan mencabut nyawamu hari ini!"

"Kau bukan Tuhan yang bisa mengatur kapan hari kematianku akan datang! Lepaskan aku jika ... kau mau aku memecahkan semuanya."

"Aku memang bukan Tuhan! Tapi, kau harus bisa menerima takdir buruk itu!"

"AH, LEPAS!"

Makhluk itu semakin mencekik Yilya hingga ia tak dapat menghirup udara dalam beberapa menit. Ocehan yang keluar dari bibir lelaki itu mampu membuat Yilya bergidik ngeri. Semakin Yilya berontak, semakin sulit baginya untuk bernapas. Namun, Yilya tidak tinggal diam. Ia ingat dengan suatu benda yang mungkin dapat membantunya.

Cincin!

Dengan perlahan, Yilya memasang cincin tersebut. Tubuhnya gemetar hebat. Hawa panas menjalar ke seluruh tubuh, seperti ada luka bakar pada tubuhnya yang belum mengering. Yilya berusaha kuat, menahan setiap perih sembari merapalkan doa. Ia berharap, cincin tersebut dapat membantu untuk melenyapkan makhluk yang kini berusaha membunuhnya.

"Panas! Panas!" seru makhluk itu. Jemari yang tengah mencekik leher Yilya pun kian melonggar.

Yilya segera menghirup udara, tubuhnya pun masih terasa sangat panas. Entah kapan rasa panas ini akan menghilang karena ini semua diluar dugaannya. Yilya kira, rasa panas tersebut hanya akan berlangsung beberapa detik saja—seperti pada saat ia mencobanya pertama kali.

Betapa terkejut Yilya ketika melihat makhluk buruk rupa yang ini meliuk-liukan tubuh menahan rasa panas. Meski Yilya pun merasakan hal yang sama, tetapi Yilya tetap bisa menahan rasa panas tersebut. Makhluk buruk rupa itu hanya mengenakan kain putih untuk menutupi tubuhnya yang penuh dengan luka. Jemarinya melepuh dan tampak sangat menjijikan. Ada bekas luka tusuk di bagian perut, itu semua sangat mengerikan!

Selang beberapa menit, akhirnya cincin tersebut benar-benar memperlihatkan kegunaannya. Makhluk itu seketika lenyap di hadapan Yilya. Rasa panas pada tubuh Yilya pun berubah menjadi sangat sejuk. Seolah kedua rasa itu saling berhubungan. Yilya mulai bisa bernapas lega. Namun, apa mungkin baru saja dirinya pergi ke dunia lain? Karena, teriakan Yilya pada saat makhluk itu mencekiknya sangatlah kencang, tidak mungkin jika Kyna dan Dama tidak mendengarnya.

"Makhluk nggak jelas!" Yilya menghela napas berat seraya melangkahkan kaki menuju dapur untuk membuat teh hangat.

Dalam setiap hembus napasnya, Yilya selalu memikirkan rencana apa yang akan ia lakukan untuk bisa memecahkan semuanya. Clue yang diberikan oleh Ki Barjo, Bu Nirma dan Nyai Lie, di rasa belum cukup. Yilya harus berusaha sendiri. Ia bertekad jika malam ini, dirinya harus mencari tahu lebih banyak karena hari demi hari terus berlalu. Jika Yilya tidak bisa, ia harus menerima jika nyawanya harus menjadi tumbal.

***

Peserdiaan kain kafan yang Yilya simpan masih cukup banyak untuk ia gunakan. Yilya sengaja menyimpan kain-kain tersebut di tempat tersembunyi agar Mas Arthur tidak dapat menemukannnya. Namun, saat Yilya memegang beberapa kemenyan, jumlahnya terbilang sangat sedikit dan hanya cukup untuk ia gunakan malam ini saja. Yilya harus membeli kemenyan tersebut lagi.

Yilya segera kembali berjalan mendekati kedua buah hatinya untuk menemani tidur. Ia berharap, semua orang yang ada di rumah ini tidur di waktu yang cepat agar dirinya dapat segera melangsungkan penyelidikan. Namun, sampai pukul 22:00 Mas Arthur dan Nida masih asik menonton televisi, entah mengapa mereka belum tidur selarut ini. Yilya mulai cemas, jika hari ini dirinya tidak melangsungkan menyelidikan, teguran itu pasti akan selalu datang menghampirinya.

"Mas, tidur yuk ... sudah malam ini."

"Sebentar, Sayang," balas Mas Arthur tanpa mengalihkan pandangan.

"Mas, kan, besok harus kerja. Istirahat yang cukup."

"Mas belum ngantuk, Sayang. Kamu tidur duluan, gih." Yilya menghela napas geram mendengar ucapan suaminya.

"Udah, Mbak Yilya tidur duluan aja. Kita masih asik nonton, Mbak. Jangan sampai gara-gara tidur malam, besok Mbak ngantuk dan nggak tahu kalau Dama masuk ke dalam sumur lagi."

"Hah? Dama masuk ke dalam sumur?" Sorot mata Mas Arthur berubah tajam.

"Iya, Mas. Aneh banget, kan. Masa anak sediri di biarin main ke sumur."

"Benar begitu, Yilya?" tanya Mas Arthur terlihat geram.

"Iya, Mas. Tapi, aku nggak—"

"Nggak usah alasan, Mbak! Dama hampir mati di dalam sumur."

"Dasar ibu tidak bisa menjaga anaknya! Harusnya kamu urus anak-anak dengan baik. Kalau Dama sampai tenggelam bagaimana, Yilya?! Sudah Mas bilang kalau ngurus anak itu yang bener!"

"Mas, aku—"

"Sudah! Cepat masuk kamar!" sergah Mas Arthur tanpa mendengar penjelasan dari Yilya.

Dengan terpaksa, Yilya menuruti perkataan Mas Arthur. Namun, Yilya bukanlah perempuan yang bodoh. Ia berpura-pura memejamkan mata agar Mas Arthur dan Nida dapat mempercayainya. Hingga akhirnya, dugaan Yilya benar. Mas Arthur dan Nida segera mematikan televisi setelah beberapa menit Yilya masuk ke dalam kamar.

Bisikan halus terdengar begitu saja, membuat pejaman mata Yilya terbuka. Yilya berusaha mendengar sesuatu dari balik pintu. Namun, pendengarannya tidak cukup tajam. Yilya hanya mendengar beberapa kalimat yang mampu membuatnya terkejut bukan main.

"Aku udah nggak sabar buat habisin nyawa perempuan itu!"

"Jangan terburu-buru, Nida! Dia masih istriku. Lagi pula, cepat atau lambat pun Yilya akan tetap mati."

"Sebelum semua rahasia yang kita tutup rapat-rapat ini terbongkar, kenapa kita nggak habisi saja dia?"

"Kita punya ratusan cara yang lebih licik. Untuk saat ini, kita urus saja mayat Bu Eni. Aku sudah muak dengan perlakuannya."

Tunggu!

Kini Yilya membenarkan posisinya berbaring. Apa ia tidak salah dengar? Mengapa Mas Arthur menyebutkan nama Bu Eni?

"Kalau begitu, kita selesaikan malam ini. Sepertinya, Yilya sudah tidur akibat bentakanmu tadi."

"Semoga saja. Jangan lupa bawa pisau milikku! Aku sudah tak sabar ingin memotong tubuh gempal Bu Eni."

Kini, Yilya mendengar semua dengan sangat jelas. Sepertinya, titik terang mulai menghampiri. Namun, Yilya menepis keinginannya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai lelaki yang dicarinya pada malam hari ini. Yilya lebih penasaran dengan Bu Eni! Ia mendengar dengan jelas bahwa Mas Arthur dan Nida ingin berbuat jahat.

Perlahan Yilya membuka pintu dan berjalan dengan sembunyi-sembunyi menuju sumur. Untung saja, pintu belakang rumah tidak kembali Mas Arthur tutup. Jika pintu itu tertutup, kecil kemungkinan baginya untuk dapat menyelidiki. Yilya mulai melihat hal yang dilakukan oleh Mas Athur dan Nida. Semua sangat mengerikan!

Mas Arthur menebas dengan buas kepala Bu Eni yang sudah tidak bernyawa. Cipratan darah mengenai wajah dan tubuhnya. Gelak tawa Nida seketika membuat Mas Arthur lebih buas menancapkan pisau tanpa gerakan yang teratur. Baru kali ini Yilya melihat dengan kedua mata kepalanya sendiri bagaimana jadinya jika manusia dihabisi dengan perlakuan buruk. Ditambah, manusia itu mati di tangan suaminya!

Yilya menangis tanpa suara. Ia tidak menyangka jika Mas Arthur dan Nida melakukan perbuatan yang sangat keji. Bahkan, dengan bodohnya Yilya tidak menyadari bahwa Mas Arthur itu seorang psychopath. Yilya sama sekali tidak menyangka bahwa malam ini dirinya benar-benar melihat Mas Arthur tampak begitu berbeda dan mengerikan.

Perlakuan Mas Athur dan Nida tak jauh berbeda dengan iblis!

Mayat Dalam Sumur (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang