MDS Baru - Episode 1

882 57 0
                                    

Debu yang menempel di setiap sudut ruangan membuat perempuan manis yang memiliki lesung pipi di wajahnya itu menggelengkan kepala. Esok hari nanti, ia harus menempati rumah ini beserta keluarganya. Dengan begitu, butuh waktu untuk membersihkan semuanya.

"Gimana keadaan rumah ini, Yilya? Cukup baik, kan?" tanya seorang lelaki tua menghampiri Yilya.

"Cukup baik, Ki. Tapi Yilya juga harus membersihkan semua debu ini," sahut perempuan bernama Yilya itu sembari sedikit membungkukkan badan.

"Rumah ini sudah lama tidak dihuni, wajar saja kalau banyak debu. Kamu sudah melihat sumur yang ada di belakang rumah, Yilya?" Lelaki tua itu kembali bertanya.

Yilya biasa memanggilnya Ki Barjo.

"Belum, Ki. Yilya baru selesai membersihkan halaman, dan sekarang Yilya juga harus membersihkan ruangan ini, Ki." Suara Yilya terdengar lembut.

"Bersihkan ruangan ini nanti, Yilya. Ki mau menunjukkan sesuatu," ujar Ki Barjo dengan tegas.

Tidak ada yang bisa Yilya lakukan selain mengikuti kemauan Ki Barjo. Mereka berjalan melewati lorong rumah. Entah mengapa, bulu tangan Yilya tiba-tiba berdiri, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Yilya berusaha menghalau pikiran anehnya, tetapi langkah kakinya seketika tertahan begitu saja.

Ada apa ini? batin Yilya. Keringat mulai menetes, Yilya terus mencoba menggerakkan kakinya.

"Jangan sekarang," ujar Ki Barjo seolah mengetahui apa yang terjadi. Bersamaan dengan selesainya perkataan Ki Barjo, kaki Yilya bisa digerakkan lagi.

Tanpa Yilya sadari, banyak makhluk tak kasat mata yang memperhatikannya. Di antara mereka, ada sesosok perempuan muda bergelantungan di atas pintu, mengenakan kain kafannya. Perempuan itu terus cekikikan dan sorot matanya tak luput memperhatikan Yilya.

Sementara itu, makhluk-makhluk lain hanya tersenyum miring. Entah apa yang mereka pikirkan.
Ki Barjo mempersilakan Yilya untuk melihat keadaan sumur yang terletak di belakang rumah.

Sumur itu tampak sangat tua, tetapi kokoh. Yilya tersenyum kaku, ia mengambil sebuah ember berukuran sedang untuk menimba air. Awalnya Yilya kesulitan, ini kali pertama ia mengambil air dari dalam sumur.

"Ah, kamu pasti belum pernah menimba, ya." Ki Barjo melontarkan tawa, kemudian mengambil alih ember itu dan menunjukkan bagaimana caranya menimba dengan benar.

"Lihat ini, kamu hanya perlu menggerakkan ember seperti ini," ujar Ki Barjo sembari menimba air beberapa kali.

"Wah, terima kasih, Ki."

Yilya mengambil air sumur yang berada di dalam ember itu dengan kedua tangannya. Bola mata Yilya berbinar indah, ia berkata, "Air sumur di rumah ini jernih sekali, Ki."

"Kamu bisa menggunakannya untuk mandi dan mencuci berbagai macam alat rumah tangga."

"Baik, Ki. Airnya juga segar dan enggak bau busuk. Padahal kelihatannya sumur ini sangat tua."

Ki Barjo tersenyum, ia mulai mencari cara untuk menjelaskan semuanya. Ia harus mengatakan sesuatu kepada Yilya dengan cepat. Khawatir jika sampai terlambat, maka terjadi hal yang tidak diinginkan. Persoalan ini bukan untuk main-main, ia tidak ingin ada manusia yang kehilangan nyawa lagi, akibat ulah seorang lelaki berdarah dingin.

"Yilya coba ambil airnya lagi ya, Ki."

Gerakan tangan Yilya sangat kaku, tetapi perlahan ia dapat mengambil air dari sumur itu. Meski ember yang digunakannya untuk menimba air tidak terisi penuh, Yilya tetap senang. Setidaknya, ia sudah tahu bagaimana cara menimba air, sehingga ketika ia sudah menempati rumah ini, Yilya tidak perlu meminta Arthur untuk mengajarinya.

"Alhamdulillah bisa, Ki!"

"Menimba air cukup mudah, tapi kamu harus sering berlatih."

"Kalau sudah pindah nanti, Yilya bisa cuci piring di sini, ya, Ki? Wah, seru juga,"

"Pasti. Tapi kamu harus bersiap-siap," ujar Ki Barjo sembari menghela napas. Sorot matanya menatap Yilya lekat, membuat si empunya bertanya-tanya.

"Bersiap-siap untuk apa, Ki?"

"Untuk sesuatu yang akan membuat hidupmu lebih rumit.

Rumit? Apa maksudnya? batin Yilya. Ia bergegas menghentikan kegiatannya menimba air, kemudian menyimpan ember itu di samping sumur.

"Kamu sudah siap mendengarkan sesuatu tentang sumur ini?"

Yilya semakin kebingungan, tetapi rasa penasarannya semakin bertambah. Ia pun menjawab, "Iya, Ki. Ada apa?"

Tanpa menjawab pertanyaan Yilya, Ki Barjo mulai memejamkan mata, bibirnya seolah berucap, tetapi tidak ada suara yang keluar. Yilya semakin bingung ketika Ki Barjo seserius ini. Sampai akhirnya, setelah lelaki itu membuka mata, ia memegang pergelangan tangan Yilya.

"Buka," ujar Ki Barjo singkat.

Lelaki tua itu mengarahkan jari telunjuknya, kemudian menyentuh telapak tangan Yilya. Ia memutarkan jari telunjuknya searah jarum jam.

"Ada apa, Ki?"

"Kedatangan kamu di rumah ini sangat Ki tunggu. Bukan hanya karena Ki ingin selalu bertemu dengan si kecil, melainkan ada sesuatu yang harus kamu selesaikan."

Raut wajah Yilya berubah. Mulutnya terbuka, dan kedua matanya terus menatap heran Ki Barjo. Barusan ia diminta oleh lelaki itu untuk memanusiakan manusia.

"Memanusiakan manusia?" gumam Yilya lirih.

"Dengar kamu harus mengetahui sisi lain Arthur. Sudah lama Ki menaruh curiga. Arthur memiliki ilmu yang tidak seharusnya ia miliki. Tapi, Ki sendiri belum tahu pasti, ilmu apa yang bisa membuat suamimu itu terlihat awet muda."

"Awet muda?" Dahi Yilya semakin berkerut.

"Dulu, Ki juga mempunyai ilmu pesugihan untuk membuat semua yang Ki mau menjadi kenyataan. Salah satu di antaranya ilmu awet muda seperti yang Arthur lakukan. Ki memiliki sebuah lukisan, lukisan itu mampu memenuhi keinginan Ki. Sampai akhirnya, Ki semakin gelap mata dan menyalahgunakan semua ilmu itu. Tapi sekarang Ki sadar, apa yang Ki lakukan itu salah."

Ki Barjo menjeda perkataannya, ia menghirup udara dalam-dalam. Sementara itu, pikiran Yilya melayang ke mana-mana.

Tepat satu tahun Yilya menikah, Arthur suaminya, memberikan hadiah kepadanya. Arthur mengetahui kesukaan Yilya. Sejak awal perkenalan, Yilya selalu mengajak Arthur melihat pameran lukisan. Arthur pun memberikan lukisan penari kepada istrinya itu.

"Terima kasih, Mas. Yilya suka lukisan ini," ujar Yilya sembari memeluk erat tubuh Arthur saat itu.

"Tolong jaga lukisan ini, Sayang. Rawat baik-baik, ya. Ini hadiah spesial buat istri Mas yang cantik." Arthur mengecup singkat kepala Yilya, kemudian mengacak-acak rambut Yilya dengan manja.

"Iya, Mas, Yilya pasti jaga lukisan ini. Mas dapat lukisan ini dari mana?"

Yilya ingat jelas kejadian itu, Arthur seketika gelagapan mendengar pertanyaan istrinya. Lelaki itu memberikan penjelasan yang menurut Yilya sangat bertele-tele.

"Jadi, itu sebabnya Mas Arthur selalu ingetin aku buat jaga lukisan itu baik-baik?" tanya Yilya dalam hati.

"Yilya sayang kamu jangan kasih tahu Ki Barjo, Nida, atau siapa pun tentang lukisan ini, ya. Kamu simpan saja lukisan ini, bersihkan setiap hari. Kamu enggak keberatan, kan?"

Tanpa menaruh curiga kepada suaminya, Yilya langsung menuruti permintaan Arthur. Lukisan itu ia simpan dengan baik. Setiap hari Yilya selalu membersihkannya sembari menari-nari bahagia di depan lukisan itu.

Lukisan yang ... sebenarnya berpenghuni.

***

Episode terbaru MDS, semoga dapat membuat teman-teman semakin suka dan mengikuti terus bagaimana Yilya memecahkan persoalan ini.

Dan, di Episode ini, alur yang disajikan tentu saja jauh berbeda dengan alur MDS sebelumnya yang sudah tamat.

Jangan lupa tinggalkan jejak, agar saya dapat lebih bersemangat update episode selanjutnya. ❤

Mayat Dalam Sumur (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang