Rasa sesal terus menghampiri Yilya. Ia meraung, menangis, bahkan membenturkan kepalanya sendiri pada tembok. Yilya kecewa, mengapa kematian itu justru mengarah kepada putri kecilnya? Mengapa kejadian buruk itu justru membuatnya kehilangan sosok yang selau membuat hidupnya berwarna?
Kyna tidak pantas diperlakukan demikian. Si kecil sama sekali tidak memiliki urusan dengan semua kejadian yang ada pada rumah ini. Hanya saja, ini merupakan takdir yang sudah ditetapkan oleh-Nya. Yilya harus rela melepaskan Kyna, harta berharga miliknya. Bagaimana Yilya mampu melewati hari-hari berikutnya tanpa senyuman Kyna?
Bayangan masa lalu seketika muncul. Saat Yilya menggenggam jemari mungil Kyna. Saat itu merupakan hari pertama Yilya mendekap buah hatinya. Kemudian, Kyna tumbuh menjadi anak yang sangat pintar dan menggemaskan. Bukan hal mudah untuk Yilya melepas Kyna.
"Tuhan, rasa kasih ini begitu besar untuknya. Tidaklah mudah merelakan buah hati yang sudah kujaga dengan penuh cinta. Mengapa kau ambil dia dari pelukku?" Yilya berteriak dengan kencang sembari memeluk jasad Kyna.
Air mata Yilya terus keluar dari pelupuk mata. Ia merasa sesak, hancur, dan terus menyalahkan kebodohannya dalam mengambil tindakan. Kini, Kyna sudah pergi. Kyna pergi menghadap Sang Pencipta tanpa memberikan firasat apapun.
"KYNAAA!!!" teriak Yilya sangat kencang.
Tiba-tiba, beberapa warga mendobrak paksa pintu rumah Yilya. Mereka mendatangi rumah Yilya karena mendengar teriakan Yilya yang sangat kencang. Setelah pintu itu berhasil didobrak, para warga sangat terkejut melihat Yilya tengah memeluk Kyna yang tampak tak berdaya. Mereka sama-sama dipenuhi dengan darah.
"Bu Yilya, apa yang terjadi?" tanya salah satu dari mereka.
Tangis Yilya berhenti seketika. Sekujur tubuhnya terasa lemas. Apa yang harus Yilya jelaskan jika warga bertanya mengenai puluhan mayat yang ada di dalam rumah ini? Yilya memejamkan mata, menahan rasa takut dan kecewa.
"Bu Yilya, apa yang ter ... Kyna!" seru Pak RT sembari berlari menghampiri.
"Astagfirullah, ada apa ini?" tanya warga lain.
"Ambil air! Ambil air! Yilya pasti masih kaget." Salah satu dari mereka berinisiatif untuk mengambil air mineral.
Tangis Yilya kembali pecah. Ia tidak sanggup membuka mata. Yilya sangat yakin jika warga akan memusuhinya setelah melihat kejadian mengerikan yang ada di dalam rumah ini. Mayat-mayat tergeletak, darah bercucuran, usus-usus manusia tergantung, bagaimana Yilya harus menjelaskan semuanya?
"Bu Yilya, Ibu harus tenang. Kami para warga datang karena suara teriakan Ibu. Tenang, ya, Bu."
"Pergi dari sini ... pergi!" seru Yilya ketakutan.
"Bu, saya di sini." Suara itu sangat Yilya kenali. Yilya membuka mata cepat, kemudian melepaskan pelukan Kyna dan langsung memeluk si pemilik suara.
"Bu Nirma ... tolong saya, Bu. Saya tidak bisa menjaga Kyna," lirih Yilya mengadu.
"Saya tak ...." Yilya menghentikan perkataannya sembari menyapu pandangan.
Mayat-mayat itu tidak ada. Mereka hilang bak ditelan bumi. Keadaan rumah kembali seperti semula, suasana seketika berubah, tidak ada lagi aura menyeramkan di dalam rumah. Hanya saja, Kyna tetap terkapar dan berlumuran darah. Padahal, Yilya berharap cemas jika hilangnya mayat-mayat itu dapat mengembalikan nyawa buah hatinya.
"Kyna!" seru Yilya kembali menangis. "Kyna, maafin bunda, Sayang. Bunda men-"
"Tidak ada yang perlu disesali, Yilya," ujar Bu Nirma meneruskan ucapan Yilya dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayat Dalam Sumur (TERBIT)
Mystery / Thriller"Kematian akan selalu mengintai keluarga kecilmu. Jangan sampai kau biarkan Kyna mati dalam keadaan yang mengenaskan!"