“Nida! Ambilkan darah milik Bu Eni.”
Nida mengangguk. Dengan cekatan, perempuan itu menuangkan darah pada gelas berukuran sedang. Mereka berdua tampak santai. Tidak ada raut kecemasan sama sekali, seolah tidak memiliki beban kehidupan.
Beberapa hari yang lalu, Mas Arthur dan Nida merencanakan sesuatu. Mereka sengaja pergi dari rumah untuk menyelesaikan sebuah persoalan. Namun, waktu yang sudah mereka rencanakan tidak cukup. Semua terjadi di luar dugaan. Untung saja mereka sudah menyiapkan semua dengan matang dan resiko yang kemungkinan besar akan terjadi.
“Ini, Mas. Kamu kok suka banget mainin darah Bu Eni?”
“Aku cuma kebayang ekspresi Bu Eni pas lagi sekarat. Si gendut itu tetap nggak mau mengaku salah. Dasar keras kepala!”
“Eh, emangnya Bu Eni salah apa, Mas?”
“Jangan bodoh, Nida! Bu Eni sudah melihat aksi kita. Selebihnya, aku membenci perlakuan Bu Eni pada istriku.”
“Cih, budak cinta. Sampai kapan kamu dibutakan oleh Yilya, Mas? Kita sudah lama saling mengenal. Baru kali ini aku melihat kamu benar-benar serius mencintai seseorang.”
“Tentu saja. Yilya itu berbeda. Senyumnya begitu manis. Ah, membayangkannya saya sudah membuatku gila.”
“Mas! Ingat rencana awal kita datang ke sini.”
“Iya! Iya! Tentu saja aku ingat. Eum, aku hanya sedikit merindukan istriku.”
“Sulit sekali berbicara dengan orang yang sedang dimabuk cinta.”
“Cinta itu menyenangkan, Nida. Percayalah.”
“Semenjak aku kehilangan suamiku, cinta itu ikut hilang, Mas. Tidak ada yang bisa menggantikannya. Dia begitu—”
“Ah, lupakan saja. Kenapa kita saling membahas tentang cinta?”
“Entahlah, Mas. Lebih baik kita fokus membicarakan rencana pembunuhan berikutnya. Kita nggak bisa tinggal diam. Dalam satu minggu, kita harus membunuh minimal tiga nyawa perempuan, Mas.”
“Rencana itu bukan urusanku, Nida. Bukankah dulu, kau yang memohon untuk tetap hidup dan bersumpah akan membawakanku gadis-gadis?”
“Iya, Mas. Itu aku, tapi, aku bingung. Untuk saat ini, belum ada target lain. Apalagi sekarang aku pengangguran. Susah cari teman perempuan. Semua teman-temankku sudah mati di tangan kita.”
“Terserah. Yang pasti, aku mau Yilya berhenti untuk memecahkan masalah ini. Jika tidak, aku sangat takut mengecewakannya.”
“Bukan hanya itu, Mas. Kita akan lenyap dari muka bumi. Aku tidak bisa membayangkan jika itu terjadi."
“Benar. Kita harus cari cara untuk membuat Yilya menghentikan aksinya. Cepat hubungi Yono! Kita harus berdiskusi.”Nida segera mengambil ponsel yang diletakan di atas nakas. Tanpa berpikir panjang, Nida menghubungi Mas Yono. Sudah sekian lama mereka bertiga saling bekerjasama. Meski tujuan utama mereka berbeda, tetapi, mereka memiliki satu tujuan lain yang sama. Satu tujuan itu tidak dapat terselesaikan tanpa kerjasama ini.
Sudah sekian tahun Mas Arthur, Nida, dan Mas Yono saling mengenal. Sebelum kejadian ini—usaha Yilya memecahkan misteri—terjadi, jarang sekali mereka berkomunikasi dan saling bertukar kabar. Namun, keasingan itu kini memudar. Mereka saling menyusun rencana untuk membuat keadaan kembali seperti dulu.
Mas Arthur mengajak Yilya untuk pindah ke rumah kumuh itu karena ia ingin melancarkan aksi kejamnya yang sudah dilakukan bertahun-tahun. Namun, ternyata Yilya bukan perempuan biasa. Tidak seperti mantan istri Mas Arthur yang sama sekali tidak menaruh curiga apapun di rumah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayat Dalam Sumur (TERBIT)
Mystery / Thriller"Kematian akan selalu mengintai keluarga kecilmu. Jangan sampai kau biarkan Kyna mati dalam keadaan yang mengenaskan!"