MDS Baru - Episode 5

466 29 0
                                    

Rumah ini terasa sangat sepi dan hampa. Yilya hanya bisa duduk termenung di dalam kamar sembari memandangi jam dinding berukiran kayu. Rasa penasaran Yilya semakin tidak bisa dikendalikan. Bahkan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam benaknya pun ikut berkecamuk.

Tiba-tiba dering telepon berbunyi, Yilya bergegas mengambil telepon genggam miliknya, kemudian menekan tombol hijau.

“Halo, Sayang. Kamu belum tidur?” tanya Arthur dari seberang sana.

Yilya mengangguk sembari membenarkan posisi tidurnya. Ia berkata, “Belum, Mas.”

“Malam ini seperti biasa, Mas lembur lagi, Sayang. Enggak papa, kan? Ini demi keluarga kecil kita.”

“Aku ngerti, Mas.” Yilya membalas singkat. Bibirnya tersenyum simpul, ia sudah menduga jika Arthur tidak akan pulang malam ini.

Setiap malam Jumat legi, Arthur selalu mencari alasan untuk tidak pulang ke rumah. Padahal di balik semua itu, Arthur sedang melancarkan aksinya. Selama ini Yilya terus dibohongi oleh suaminya.

Perempuan itu dengan mudahnya memercayai Arthur. Tanpa dia sadari, kepercayaan yang diberikannya itu dapat membuat Arthur lebih menggilai ilmu pesugihan yang ia jalani.

“Ky-Kyna sama Dama sudah tidur?” tanya Arthur gelagapan saat menanyai kedua anaknya.

“Emmm, sudah, Mas. Mereka aman, kok.”

Yilya sengaja berkata “aman” untuk memancing respons Arthur. Sebab Yilya yakin kalau suaminya sedang memastikan keadaan di rumah mereka.

“Oh, oke. Kalau gitu Mas lanjut kerja dulu, ya, Sayang. Kamu tidur sekarang saja, biar besok lebih fresh,” seru Arthur cepat.

“Iya, Mas. Yilya juga mau tidur, kok. Mas semangat, ya, kerjanya. Semangat cari uang buat keluarga kecil kita, jangan bikin Yilya kecewa ya, Mas.”

Tidak langsung ada jawaban dari ujung sana. Yilya bersorak ria dalam hati, dugaannya benar jika Arthur pasti akan berpikir terlebih dahulu mengenai jawaban dari perkataan Yilya.

“Iya, Sayang,” balas Arthur pelan, bahkan suaranya hampir tidak terdengar.

Panggilan telepon langsung terputus dari seberang sana, tapi kali ini Yilya tidak benar-benar mengikuti perkataan suaminya. Ia memilih untuk tidak memejamkan mata sama sekali. Pandangannya bergantian menyusuri apa saja benda yang ada di hadapannya. Pikiran Yilya kali ini sangat kalut, bayangan-bayangan mengenai mutilasi memenuhi pikirannya.

Apa benar saat ini Arthur akan melancarkan aksinya untuk membunuh korban-korbannya?

Sungguh, keringat di tubuh Yilya terus-menerus menetes, ia tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi dan perlakuan Arthur saat sedang memotong tubuh para korbannya. Rasa ngilu menjalari tubuh Yilya, dorongan untuk melakukan sesuatu pun seketika muncul, tetapi Yilya bersikeras untuk mengikuti perkataan Ki Barjo. Ia tidak mau jika atas kelalaiannya justru akan membuat dirinya menyesal.

Namun rasa penasaran itu semakin mengusik. Yilya terus-menerus menatapi jam dinding, menunggu putaran jarum jam itu tepat di angka dua belas. Berat sekali kakinya untuk melangkah keluar ruangan, tetapi Yilya tidak benar-benar menyerah. Ia menghela napas gusar, langkah beratnya menuju pintu kamar.

Malam ini, Kyna dan Dama berada di rumah Ki Barjo, mereka sengaja bermalam di sana agar kedua bocah itu tidak mengalami kejadian buruk di rumah. Untung saja Ki Barjo dan Ni Nirma masih tetap bisa memantau pergerakan Yilya, menggunakan bandul yang terpasang pada kalung yang Yilya kenakan.

“Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi,” gumam Yilya seraya mengelus dada untuk menenangkan diri dan menetralkan kegelisahannya.

Runtuh sudah segala benteng yang menghalangi keinginannya untuk bersikeras menahan diri. Pikiran Yilya sudah sangat kacau, ia tidak bisa lagi menunggu lebih lama. Rasa penasarannya yang begitu besar mampu membuat dirinya seketika melupakan nasihat-nasihat Ki Barjo dan Ni Nirma.

Yilya menggenggam gagang pintu sembari menutup mata. Saat perlahan pintu itu terbuka, embusan angin yang menerpa sangatlah kencang. Yilya tidak tahu dari mana asal angin kencang itu, yang pasti saat ini bulu kuduknya mulai berdiri. Bahkan syal tebal pemberian Ki Barjo pun tidak dapat menghalangi angin kencang menerobos leher Yilya.

Derap langkah Yilya memenuhi ruangan. Yilya langsung berjalan menuju belakang rumah untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa Yilya sadari, setiap langkah dirinya menuju sumur, mayat-mayat itu datang bermunculan dan mengintilinya dari belakang. Mayat-mayat itu mengikuti setiap langkah Yilya sampai berhenti tepat di dapur.

Yilya sontak berbelalak ketika melihat air-air yang ada dalam bak-bak dan ember besar itu berubah menjadi darah yang sangat segar. Tubuh Yilya mulai lemas, sedikit banyak ia mulai memercayai perkataan Ki Barjo. Memang benar, sumur itu bukan sumur biasa.

“Apa yang terjadi?” tanya Yilya pelan. Perlahan ia memundurkan langkah, sampai terhenti ketika punggungnya menempel ke tembok dapur. Mayat-mayat yang mengintilinya pun melesat tinggi ke atap rumah Yilya.

Di sisi lain, Yilya tidak mengetahui jika Arthur sudah melakukan kegiatan kejinya dan dengan cepat membersihkan segala sesuatunya tanpa meninggalkan jejak. Arthur sengaja melakukan itu lebih cepat, khawatir jika Yilya mencurigainya.

“Jangan lupa kunci pintu belakang, Nida!” seru Arthur memerintah adiknya.

“Iya, Mas. Jangan sampai Yilya tahu. Lagian Nida sudah bilang, kan, kalo ini bakal ngerepotin banget. Berasa dikejar-kejar guguk, tahu!” gerutu Nida sembari melakukan perintah Arthur.

“Sudah jangan banyak protes, cepat ambil pisau. Perempuan-perempuan itu pasti udah enggak sabar.”

“Dasar licik kamu, Mas!”

“Kalo Mas licik, terus kamu apa?” Tidak ada jawaban dari Nida, ia langsung mengambil pisau-pisau yang berukuran kecil hingga paling besar, kemudian mengasah pisau-pisau itu dengan cepat.

Arthur berhasil membuat calon korban-korbannya itu bertekuk lutut padanya. Dengan iming-iming sesuatu yang akan membuat mereka hidup lebih layak di masa depan, Arthur memberikan sebuah ramuan khusus agar mereka mau menuruti semua perkataannya. Namun, efek samping dari ramuan itu akan hilang seketika jika mereka sudah terperangkap di pohon jambu dan akan langsung dihabisi nyawanya oleh Arthur.

Sebelum membawa pergi semua perempuan ke rumahnya, biasanya Arthur dan Nida melakukan perjalanan keluar kota terlebih dahulu. Di sanalah mereka mengatur siasat buruk, lalu memulai perburuan calon tumbal mereka.

Di sebuah tempat yang rahasia, Arthur akan meletakkan tanah kuburan di samping stoples berisi darah manusia yang diberikan khusus oleh Nyai Lie, setiap Arthur dan Nida akan melakukan ritual penting. Ritual ini dilakukan agar perempuan-perempuan muda dapat mudah dibujuk oleh Arthur. Kembang-kembang pun sudah Arthur siapkan untuk ditaburkan di atas sesajen.

Nida bertugas melakukan ritual itu ketika Arthur mencari korban. Di gubuk tua yang mereka jadikan tempat untuk melakukan ritual, Nida akan memperhatikan pergerakan Arthur. Seperti saat ini, di ujung sana, Arthur bersiap mendekati seorang perempuan muda nan cantik yang tengah meminum lemon tea di salah satu bar yang berada di pusat kota.

Dengan wajah yang memesona, Arthur langsung bisa mendekati perempuan itu. Ia berjalan dan melontarkan senyum, membuat perempuan itu meletakkan gelasnya sembari membalas senyuman Arthur.

"Sret!"

***

Terima kasih teman-teman yang masih mengikuti MDS.

Pemesanan novel MDS masih berlanjut, untuk teman-teman yang mau peluk novel MDS bisa langsung hubungi kontak di bawah ini.

Pemesanan novel MDS masih berlanjut, untuk teman-teman yang mau peluk novel MDS bisa langsung hubungi kontak di bawah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mayat Dalam Sumur (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang