Kemenyan

1.8K 202 4
                                    

"Persediaan air sudah habis, Mas. Bisa tolong ambilkan di dalam sumur? Aku—"

"Takut?" tanya Mas Arthur cepat.

"Nggak, Mas. Tapi ...."

"Di rumah ini nggak ada apa-apa, Sayang. Kita nggak perlu lagi nyediain air, ambil aja dalam sumur." Mas Arthur tersenyum meyakinkan istrinya.

"Aku mau mandi, Mas."

"Nggak apa, jangan khawatir."

Yilya menghela napas berat. Dengan terpaksa, ia melangkahkan kaki menuju sumur. Yilya menimba air sembari nyapu bersih pandangannya, khawatir ada sosok yang tiba-tiba muncul dihadapannya. Yilya memberanikan diri untuk mandi pada sumur tersebut dengan mengenakan samping—kain seperti sarung—untuk menutupi tubuhnya. Dengan perlahan, Yilya mengguyur tubuh dengan air yang didapatkan dari dalam sumur. Meski hati kecil Yilya merasa takut akan kejadian buruk yang dapat saja menimpanya, Yilya tetap berusaha tenang dan segera menyelesaikan kegiatannya.

"Jangan lupakan ... kemenyan itu ...." Yilya menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengusap wajah.

Suara tersebut terdengar sangat pelan, tetapi, Yilya tetap dapat mendengarnya. Yilya yakin jika suara tersebut berasal dari makhluk-makhluk tak kasat mata yang selalu mengusik hidupnya. Keinginan Yilya untuk mengungkap misteri ini semakin kuat. Ia segera menyelesaikan kegiatannya.

Hari ini, Mas Arthur telah izin kepada Yilya untuk lembur kerja semalaman. Dengan cepat, tentu saja Yilya mengizinkannya karena tepat di malam inilah, Yilya akan memulai penyelidikannya mengenai mayat-mayat yang terus mengganggu hidupnya. Yilya sudah tak sabar menunggu malam datang, di mana pada saat dirinya mulai mendapatkan titik cerah dari setiap hal ganjil yang tidak dapat dengan mudah diketahuinya.

"Kyna jagain adiknya, ya. Dama masih kecil, kalau Kyna mau main, jangan lupa ajak Dama."

"Siap, Ayah. Kyna pasti jagain Dama." Senyum Kyna terlihat sangat manis.

"Dama juga jangan nakal, ya. Nggak boleh gigit mainan," kata Mas Arthur seraya menyubit pelan Dama—putra kecilnya.

"Iya, Ayah. Dama nggak nakal," ujar Dama ikut tersenyum.

"Ya udah, ayah pergi dulu, ya." Mas Arthur mengalihkan pandangan kepada Yilya. "Kalau ada apa-apa, hubungi mas, Sayang."

"Iya, Mas," jawab Yilya tersenyum tipis. Nyatanya, Yilya tidak akan menghubungi suaminya jika kejadian aneh itu akan terjadi nanti.

Mas Arthur melangkah pergi setelah berpamitan dengan anak dan istrinya. Yilya tersenyum senang. Ia segera beranjak mengambil kemenyan yang sudah dibelinya bersama Bu Nirma beberapa hari yang lalu.

***

"Jangan lupa siapkan kain kafan yang sudah di siram dengan air sumur. Kamu pasti ngeliat sesuatu yang nggak masuk akal. Tapi, harus tetap percaya. Bakar kemenyan di tengah kain kafan yang udah diletakan di dekat sumur." Yilya berusaha mengingat perkataan Bu Nirma.

Jemari Yilya cekatan menyiram kain kafan dengan air sumur, ia mulai meratakan ke semua bagian. Dalam hati, Yilya berharap jika malam ini menjadi awal dirinya mengetahui kejadian apa yang sebenarnya ada di dalam rumah ini, terutama, sumur tua yang tak henti-hentinya membuat hidup Yilya tidak tenang dalam hitungan hari.

Kyna dan Dama sudah terlelap beberapa menit yang lalu. Hal tersebut membuat Yilya merasa sedikit tenang. Yilya tidak menginginkan kedua buah hatinya melihat kejadian mengerikan di dalam rumah ini. Terutama Kyna, gadis kecil itu tidak boleh mengalami kejadian buruk lagi. Cukup baginya melihat sosok mayat yang mengerikan. Yilya tidak akan membiarkan Kyna melihatnya lagi.

Mayat Dalam Sumur (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang