MDS Baru - Episode 3

315 32 0
                                    

Sumur itu sangat bersih dan jernih, tetapi di balik kejernihan itu banyak raga yang kehilangan nyawa.

Darah-darah berceceran dan sangat mengerikan. Arthur menghela napas kasar, rasa bersalah itu selalu muncul di dalam benaknya. Apalagi ia tidak bisa membayar semua kesalahan yang telah ia lakukan. Arthur hanya bisa menyesali.

Di sumur itu banyak jeritan-jeritan memohon ampun dan meringis kesakitan. Mereka adalah korban-korban yang mendapatkan perlakuan seperti binatang. Mereka dipukuli, dipenggal, dimutilasi, bahkan sampai tubuhnya hancur dan rusak. Mayat mereka pun diserahkan kepada seorang hantu penari bernama Nyai Lie.

“Wah, ada makanan lagi, Nyai,” ujar Kuntilanak Merah—si asisten—saat Arthur dan Nida, adik Arthur memberikan mayat korban-korban itu sebagai tumbal pesugihan.

“Lain kali kamu harus lebih cepat, Arthur. Saya tidak suka menunggu.”

Nada bicara Nyai Lie sangatlah lembut, tetapi membuat Arthur merinding.

Nyai Lie selalu terlihat anggun memesona. Balutan selendang di tubuhnya menambah aura kecantikannya terpancar sempurna. Bukan hanya itu, tubuh Nyai Lie begitu ideal, cara duduk dan berdirinya pun sangat berwibawa.

Namun lain hal ketika ia melahap tumbal-tumbal yang Arthur berikan. Saat itu wajahnya akan berubah sangat mengerikan, taring besar di mulutnya pun akan tampak.

“Saya membawa camilan sebagai permohonan maaf, Nyai. Tiga mayat tikus yang besar. Maaf sudah buat Nyai menunggu.” Arthur menundukkan tubuhnya, diikuti dengan Nida.

Darah-darah yang menciprati baju Arthur dan Nida masih menempel. Nyai Lie akan mentransfer sesuatu ke dalam tubuh mereka berdua sebelum ia memakan tumbal-tumbal itu.

Dengan sentuhan dan mantra yang ia ucapkan, Arthur dan Nida akan merasa lebih segar dan awet muda. Keriput-keriput di wajah yang mulai bermunculan akan hilang dalam sekejap.

Setelah ritual itu selesai, Nyai Lie langsung mengusir Arthur dan Nida dari ruangan tempat ia tinggal. Penari itu tersenyum menatap mayat-mayat tak bersalah yang semakin membiru.

“Dua manusia itu memang pintar. Mereka selalu menuruti perintahku selama ini,” ujar Nyai Lie pelan.

“Ayo kita makan, Nyai. Aku sudah sangat lapar.”

Kuntilanak Merah mengeluarkan pisau berwarna emas dari belakang tubuhnya.

“Enak saja! Mau apa kamu?”

“Ma-makan,” balas Kuntilanak Merah pelan.

“Untuk saat ini, makan saja tuh camilan khusus yang mereka bawa,” perintah Nyai Lie. Ia berjalan perlahan mendekati tumbal-tumbal miliknya.

“Tapi rasanya beda, Nyai,” rengek Kuntilanak Merah, berharap majikannya mau memberikan secuil potongan mayat manusia untuknya.

“Enggak, sudah sana kamu makan, Bodoh! Masih untung aku berbaik hati memberimu makanan.”

“Sedikit saja, Nyai  aku sangat ingin.” Kuntilanak Merah terus membujuk Nyai Lie.

“Tidak!” balas Nyai Lie dengan tegas.

“Sedikiiit .” Tak mau menyerah, Kuntilanak Merah bersikeras membujuk majikannya. Ia berjalan mengelilingi Nyai Lie satu putaran, kemudian menungkupkan kedua tangannya memohon.

“Ah, dasar setan! Ya sudah, aku beri potongan kaki manusia. Awet-awet!”

Kuntilanak itu tersenyum lebar. “Iya, Nyai. Potongan kaki itu pasti sangat lezat. Nyai Lie memang sangat baik hati dan rupawan,”

Kuntilanak Merah tersenyum sembari mengelus pelan dagu Nyai Lie, membuat si empunya berdecih. Nyai Lie segera menghabiskan jatah makanannya bersama Kuntilanak Merah. Mereka begitu menikmati tumbal yang sudah Arthur berikan.

Nyai Lie begitu lahap mengunyah. Setan itu mampu menghabiskan semua bagian tubuh manusia tanpa ada yang tersisa dalam waktu sekejap. Begitu pula dengan Kuntilanak Merah.

Meski saat itu ia hanya diberi sepotong kaki manusia, ia tetap menikmatinya. Namun setelah bagian miliknya terlahap habis, Kuntilanak Merah harus berbesar hatisembari meneguk ludahmelihat Nyai Lie menghabiskan jatah yang seharusnya juga menjadi miliknya.

Banyak sekali kejadian buruk yang setan dan kuntilanak itu lakukan di malam Jumat legi. Biasanya arwah-arwah gentayangan yang menjadi korban pembunuhan Arthur dan Nida, akan naik ke atas sumur.

Mereka pasti berkeliaran dan mencari cara agar bisa lepas dari tempat terkutuk itu. Mereka ingin pergi ke tempat yang seharusnya, bukan tersesat dalam sumur tua selamanya.

Beberapa jam berlalu, Arthur kembali melangkahkan kaki menuju tempat di mana lukisan itu berada. Ia membuka pintu ruangan itu perlahan, ia membungkukkan sedikit badannya sebagai bentuk hormat kepada Nyai Lie. Tiba-tiba, muncul sinar yang sangat menyilaukan. Perlahan sinar itu mengeluarkan sosok perempuan penari dari dalam lukisan. Nyai Lie.

“Ada apa?” tanya Nyai Lie dengan nada malas dan dingin.

“Maaf, saya kira Nyai sudah cukup pandai dan mengetahui tujuan saya datang kemari,” balas Arthur sembari tersenyum tenang.

“Pasti perkara istri kamu, kan?” Nyai Lie bertanya, setan itu berjalan pelan mendekati meja rias.

Nyai Lie sudah mengetahui, bahwa kedatangan Yilya akan menyebabkan sesuatu yang buruk dan mengancam dirinya serta dapat menghasut Arthur untuk menghentikan perbuatan kejinya.

Sisir yang terletak di atas meja rias itu ia mainkan, kemudian mengarahkan ke rambut panjangnya. Perlahan ia menyisir seluruh bagian rambutnya dengan sangat lembut. Sementara itu, Arthur hanya mengangguk, membenarkan pertanyaan dari setan itu. Arthur tetap bungkam sampai Nyai Lie kembali bersuara.

“Saya rasa, ini ada kaitannya dengan Barjo, Arthur,” ujar Nyai Lie. Senyumannya seolah mengartikan sesuatu.

“Maksud Nyai?”

“Sudahlah, jangan terlihat bodoh seperti itu. Bukankah lelaki tua sialan itu sangat dekat dengan istrimu? Sudah pasti ia mempengaruhi Yilya.”

“Tapi, apa hubungannya dengan Barjo? Selama ini Barjo sama sekali tidak mengetahui jika kita memiliki ..."

“Saya lebih mengenal manusia bajingan itu, Arthur. Dia sangat licik, kemampuan yang dimilikinya pun bukan hanya berasal dari lukisan.”

Arthur berusaha memahami perkataan Nyai Lie.

“Awasi tingkah laku istrimu, jangan sampai ia ikut campur dengan ritual yang selama ini sudah kamu jalani. Bukan aku yang akan merasakan kerugiannya Arthur, tapi kamu. Kamu akan kehilangan setiap kelembutan yang ada di kulit tubuh dan wajahmu. Semua akan kembali seperti apa yang semestinya ada, atau bahkan lebih buruk dari itu.”

Nyai Lie berdiri sembari menyimpan kembali sisir yang ada dalam genggamannya. Namun diluar dugaan, Nyai Lie berusaha mendekati Arthur. Perempuan penari itu memberikan sinyal bahwa dirinya tertarik. Padahal, itu hanya akal-akalannya saja untuk merayu si bodoh Arthur agar masuk ke perangkapnya.

“Kamu sangat memesona, Arthur. Perempuan mana pun pasti jatuh cinta.” Nyai Lie sama sekali tidak menghentikan gerakan tangannya.

“Terima kasih, ini semua juga berkat bantuan Nyai .”

“Kalau kamu tetap mau kehidupanmu berjalan seperti ini, carilah cara untuk membuat Yilya tidak mencari tahu semua rahasia kita. Jika tidak, kamu akan merasakan kerugian dan akibatnya nanti.”

Arthur menyadari bahwa perkataan Nyai Lie adalah sebuah ancaman. Penari itu tidak mungkin membiarkannya hidup tenang. Dengan kuasa yang perempuan itu punya, ia akan terus mencecar Arthur agar selalu tunduk kepadanya.

Setelah percakapan singkat itu, Nyai Lie melambaikan tangan ke arah Arthur, sembari melontarkan tatapan penuh arti.

Perempuan penari itu kembali masuk ke dalam lukisan dan Arthur bernapas lega. Lelaki itu bergegas meninggalkan kamar Nyai Lie, ia tidak ingin berlama-lama di dalam ruangan yang membuatnya sering menahan napas.

***

Terima kasih teman-teman pecinta MDS, tetap ikuti MDS yaa 😍 jangan lupa tinggalkan jejak.

Mayat Dalam Sumur (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang