Selama tidur, Divya memunggungi suaminya. Namun, pria itu punya cara untuk membawanya dalam pelukan. Kadang memaksa, kadang menunggunya tertidur barulah Raga memberanikan diri untuk memeluk dari belakang. Sudah beberapa hari berlalu, sebenarnya Divya mulai merasa biasa saja, tetapi sudut hatinya ingin sekali melihat Raga dari sisi begini. Jahat memang, hanya saja ini malah membuat ia senang.
Divya memotret bunga yang ada di teras rumahnya, sembari menunggu Pak Umas selesai mengelap mobil dan ia akan segera menuju sekolah bersama anak-anak.
“Bagus, nggak, Kak?” tanya Divya pada Kayla untuk meminta pendapat.
Kayla mengangguk, membuat Divya tak segan untuk mengunggah ke instagram. Meskipun sibuk mengurus anak, ia juga sering meluncur ke media sosial. Dengan catatan anak-anak tak berada di rumah dan Divya sendirian. Media sosial adalah penghilang rasa bosan, tanpa disadari anak-anak sudah pulang dari sekolah.
“Udah siap, Bu,” ucap Pak Umas.
Divya segera mengajak anak-anaknya untuk masuk ke dalam mobil. Saat mereka sudah duduk rapi, Divya kembali memeriksa media sosialnya. Seperti biasa, ia mendapatkan love dari pemilik akun ‘Cv.prmn’. Akun itu selalu menjadi yang pertama merespons tiap unggahannya.
“Pak, habis anterin anak-anak, anterin saya ke rumah Alena,” kata Divya.
“Baik, Bu.”
Divya mengunci layar ponsel, kemudian beralih pada anak-anaknya. Media sosial hanyalah sementara bagi Divya, anak-anak yang utama. Selama berada di sisi Kayla dan Raynar, Divya berusaha untuk tidak bermain ponsel, agar anak-anaknya tidak meniru dan malah menjadi candu.
{{{
“Ini toko kuenya,” ucap Alena ketika mobil berhenti tepat di depan toko kue.
Dari luar saja toko ini terlihat sangat menarik perhatian, apalagi sesuatu yang di dalamnya sungguh menggiurkan hanya dalam sekali lirik. Sebagai penyuka manis, Divya merasa cocok berada di tempat ini.
“Turun, yuk.” Divya sudah tidak sabar bertemu dengan orang-orang di dalam sana. “Gue deg-degan.”
Alena tertawa kecil menanggapi penuturan itu. Mereka masuk ke dalam toko, terdengar bunyi lonceng kecil, membuat para karyawan yang berjaga segera menoleh. Lemari etalase membentuk huruf U menyambut mereka. Mata Divya berbinar melihat banyak kue berwarna-warni. Rasanya hati menjadi senang.
“Pak Permana ada?” tanya Alena pada seorang karyawan.
“Ada, Bu. Udah buat janji?” Karyawan bernama Nissa itu, menyahuti.
Ya, siapapun akan tahu nama-nama karyawan itu, karena mereka mengenakan papan pengenal di dada kiri. Para karyawan mengenakan seragam kemeja putih, dan celemek berwarna hitam. Masing-masing dari mereka mengenakan topi sebagai penghias rambut.
“Udah, kok,” jawab Alena.
“Saya panggil dulu.” Nissa berlalu menuju pintu yang tertulis ‘Selain Karyawan Dilarang Masuk’.
Alena dan Divya duduk di bangku panjang yang ada di sana. Bangku itu dikhususkan untuk para pelanggan yang menunggu pesanan.
“Ini tempat langganan gue kalau beli kue, kebetulan pemiliknya temennya Mas Akbar,” ucap Alena.
Divya hanya menanggapi dengan anggukan paham. Bukan apa-apa, sekarang ia sangat gugup karena baru pertama kali turun di dunia kerja. Ya, setelah lulus kuliah, Divya memang sempat mencari kerja, tetapi tidak kunjung dapat panggilan. Sampai akhirnya Raga datang untuk serius meminangnya.
“Alena,” panggil seseorang.
Keduanya menoleh, seorang pria berparas tampan, hidung mancung dan alis tebal, tersenyum pada mereka berdua. Mata Divya fokus pada iris keabuan milik pria itu, orang asli Indonesia tentu tak memiliki bola mata terang bak intan berlian.
“Al, dia bule?” tanya Divya spontan.
“Yo’i.” Temannya itu menjawab santai. “Pak Permana, makasih untuk tawarannya,” Alena beranjak dari duduk dan menghampiri pria itu, “ini teman saya udah datang, gimana?”
Divya mengerutkan kening, pertanyaan Alena menimbulkan kecurigaan di kepalanya. Gimana? Apa maksudnya? Ini bukan soal perdagangan manusia, bukan?
Permana menatap Divya dari kaki ke kepala. Hal tersebut membuat Divya merasa tidak nyaman dipandang seperti itu, apalagi Permana memiliki pesona tersendiri. Siapapun wanita akan menahan napas saat bertatapan dengannya.
“Cocok untuk di kasir, kalau untuk dijadiin bendahara, harus butuh training dua atau tiga bulan,” ujar Permana.
“Ooh ... kalau gitu nggak apa-apa, temen saya ini pasti bakal bertahan lama sampai diangkat jadi bendahara. Iya, kan, Div?” Alena memberikan kode pada Divya.
“A-ah, iya Pak, saya janji akan bekerja dengan baik,” sahut Divya.
“Kalau gitu, dimulai saja, ya.” Permana menoleh pada Nissa. “Tolong ajak Divya ke belakang, berikan seragam.”
“Nggak ada tes dulu, Pak?” tanya Divya ragu.
“Nggak perlu,” Permana tersenyum padanya, “Alena yang pilih, saya percaya sama dia. Apalagi katanya kamu sahabatnya sejak SMA.”
“Ah ... gitu, ya.” Divya menggaruk tengkuknya karena gugup ditatap pria itu begitu intens, ditambah lagi diberikan senyum.
Divya diajak oleh Nissa ke ruang ganti, ternyata seragam untuknya sudah disiapkan. Namun, untuk tanda pengenal belum tertera di dada kiri baju.
“Ini loker Mbak ....”
“Divya,” sela Divya menjawab pertanyaan di wajah Nissa.
“Ah, iya, Mbak Divya.” Nissa tersenyum ramah. “Nanti pas pulang seragamnya dibuka, terus taruh di loker, ada yang cuciin tiap hari. Masing-masing karyawan punya tiga seragam yang berwarna sama. Kalau soal bawahan, itu bawa dari rumah,” jelas perempuan itu.
“Oh ....” Divya mengangguk paham.
Ia membuka loker yang ditunjukkan padanya, memang benar ada dua kemeja putih berada di dalam sana.
“Mbaknya jangan takut ketukar, karena setiap kemeja ditandai nama karyawan.” Nissa kembali menjelaskan. “Di situ tempat ganti.” Menunjuk ke sudut ruangan, di mana ada dua bilik bersebelahan.
“Ya udah, aku ganti baju dulu,” ujar Divya.
“Iya, Mbak.”
“Makasih, ya, Nissa.” Memberikan perempuan itu senyum termanis yang Divya miliki.
Ia menarik napas dalam sebelum masuk ke dalam ruang kecil tersebut. Rasanya sangat gugup, tetapi senang bisa mendapatkan pekerjaan.
“Oke, Div, jangan sia-siakan kesempatan,” ucapnya.
{{{
Vote dan komen 😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Lo Selingkuh, Gue Balas! ✓ (END)
RomanceDivya Arsyakayla dua kali dikhianati sang suami, Raga Bamantara. Dipikirnya satu kali ketahuan, suaminya itu akan menyesal dan tidak mengulangi lagi. Namun, nyatanya Raga masih berhubungan dengan wanita yang sama. Pada keputusasaan, menyalahkan diri...