“Kok, nggak habis?” Divya menekuk alis menatap makanan yang berada di hadapan Raga.
Hari kedua di rumah mertua, pagi ini dilewati dengan sarapan. Hari Minggu Divya tidak pergi ke toko, karena sedang libur.
“Susah masukin makanan, bibir nggak bisa kebuka lebar,” jawab Raga dengan nada pelan karena luka di sudut bibir membuatnya harus berhati-hati.
“Elaah ... gitu, doang. Sok manja.” Raira mencibir dari seberang meja.
“Kamu ini, Mas lagi kesakitan malah digituin,” bela Mega.
Ibu dari Raga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Raira membuat kebohongan, yang mengatakan bahwa Raga sempat keluar rumah pada malam hari dan akhirnya bertemu preman. Mega langsung percaya, karena memang tidak akan menyangka bahwa yang menyerang Raga adalah adiknya sendiri.
Sementara itu, Divya menarik piring sang suami, dan menawarkan satu suapan. “Buka mulut,” suruhnya.
Raga segera menggeleng. “Nggak, nanti aja. Kamu makan dulu.”
Tidak membantah, Divya kembali mendorong piring tersebut ke hadapan Raga dan ia fokus menyantap makanannya. Bagi Divya, yang penting sudah menawarkan, jika tidak mau, ya sudah, ia lanjutkan makannya. Bukan mau memanjakan, ia hanya ingin Mega melihat kalau dirinya ini masih punya hati. Tidak ingin disalahkan seperti kemarin, disinggung, atau diapapun, Divya malas berdebat dengan Mega.
Lagi pula, Divya masih ingin berada di sebelah Raga, merencanakan segala hal agar pria itu mampu mendapatkan sakit yang sama, membuat akhir yang adil di antara mereka, tanpa dendam tentunya.
“Hhmm ... seperti biasa, nasi goreng buatan Mbak enak banget. Sayang, suaminya nggak bisa makan, sok jagoan, sih,” ledek Raira, membuat masnya mendengkus.
“Awas aja kamu, kalau Mas udah sembuh.” Raga membalas tanpa membuka lebar mulutnya.
“Aku bikinin bubur, ya,” tawar Divya, sembari bersiap beranjak dari meja makan.
“Eh,” Raga mencegah, “kamu makan dulu, bikin buburnya entar aja. Mas belum lapar banget.”
Divya menuruti, kembali menyuapkan makanan ke dalam mulut. Diliriknya Mega, terlihat puas dengan perhatian yang diberikan olehnya pada Raga.
Ranto berdecak sembari menatap lantai atas. “Itu anak-anak belum pada bangun, emang suka gitu, Div?”
“Iya, Yah. Mereka emang gitu kalau hari libur. Aku biarin aja. Kasihan, kalau hari sekolah, kan, mereka musti bangun pagi. Bangun kesiangan cuma dua kali dalam seminggu,” jelas Divya.
“Kalau gitu aku liatin anak-anak dulu.” Raga beranjak dari ruangan itu.
“Buburnya aku anterin ke kamar, ya,” ucap Divya sok perhatian.
{{{
“Nih, makan sendiri.” Divya menaruh bubur di atas nakas.
“Kok, kamu beda dari yang tadi?” Alis Raga menekuk heran.
Jawabannya sangat simpel, tadi Divya berpura-pura karena di sana ada ibu mertuanya. Ia menghindari yang namanya ditegur, dan malah berujung berdebat.
“Yang penting udah dibuatin bubur.” Divya menatap anak-anaknya yang belum juga bangun.
Mereka kini sedang berada di kamar anak-anak, semalam yang menjaga Raynar dan Kayla adalah kakek dan neneknya.
“Nggak apa-apa, yang penting semalam kamu udah khawatir sama Mas, terus juga tadi ngasih perhatian. Itu udah lebih dari cukup.” Raga tersenyum cerah sembari mengambil makanan yang dibawakan oleh sang istri.
Divya memutar bola mata, malas menanggapi. Ia berjalan ke jendela dan menyikap gorden, memberikan cahaya alami dari sinar matahari.
“Udah jam delapan, mereka masih pulas tidurnya,” monolog Divya.
Sembari menunggu anak-anak bangun, ia duduk di sofa, meluncur ke media sosial, mencari sesuatu yang bisa dinikmati untuk menghilangkan kebosanan.
CV.prmn :
Udah bangun?Pesan itu baru saja masuk setelah Divya mengaktifkan instagram-nya. Ia sama sekali tidak risi diberikan perhatian seperti ini dari Permana, karena memang sejak dulu pria itu selalu perhatian pada orang lain.
Anda :
UdahBalasan langsung didapatkan, Divya tersenyum. Menurutnya, jika Permana punya pacar, pasti tidak akan dibiarkan menunggu lama balasan chat.
CV.prmn :
Hari ini gak ada kegiatan?Anda :
Aku di rumah aja.Cv.prmn :
Ketemu, yuk. Katanya Charles mau ketemu kamu.Satu nama itu membuat alis Divya terangkat. Menatap langit-langit kamar, ia mencoba mengingat lagi pemilik nama tersebut. Detik berganti menit, akhirnya senyum mengembang sempurna.
Anda :
Adik kamu yang kecil itu?
Dia apa kabar sekarang?Cv.prmn :
Baik. Kalau mau ketemu, aku kasih alamatnya.Anda :
Aku nunggu anak-anak bangun dulu, ya.“Kamu, kok, senyum liatin HP?” Suara berat itu membuat bibir Divya seketi menjadi garis lurus.
“Lagi baca artikel lucu,” jawabnya asal.
Divya melirik pria itu, sangat terlihat tidak percaya dengan jawabannya. Apa yang dilakukan Divya selanjutnya adalah mengunci semua aplikasi yang digunakannya, agar Raga kesulitan jika ingin tahu.
“Aku ada janji sama Alena, Mas nggak apa-apa, kan, jagain anak-anak?” Divya beranjak dari sofa.
Ditatapnya Raga yang sedang berusaha memasukkan makanan ke mulut tanpa membuka lebar mulutnya.
“Janjian ngapain?” Raga menyahuti setelah menelan makanan.
Divya memutar otak. Alis berjengit ketika mendapati alasan yang tepat. “Aku mau ngomongin seragam kita nanti buat nikahan Raira. Lebih cepat, kan, lebih bagus,” kilahnya.
“Perlu Mas anterin?”
“Nggak, aku sendirian aja. Kasihan anak-anak nggak ada yang nungguin bangun.”
Setelah mendapatkan anggukan dari Raga, Divya segera meninggalkan kamar tersebut. Alasannya sekecil itu langsung dipercaya, karena memang Divya jarang meminta izin keluar rumah dan malah memutar arah ketika sudah di perjalanan.
Itu Divya yang dulu, sekarang berbeda. Sekali-kali ia ingin bebas, pergi dengan kebohongan dan pulang dengan kesenangan. Jika keterusan, itu salahnya Raga yang tidak curiga dengan kelakuan barunya.
{{{
Vote dan komen

KAMU SEDANG MEMBACA
Lo Selingkuh, Gue Balas! ✓ (END)
RomanceDivya Arsyakayla dua kali dikhianati sang suami, Raga Bamantara. Dipikirnya satu kali ketahuan, suaminya itu akan menyesal dan tidak mengulangi lagi. Namun, nyatanya Raga masih berhubungan dengan wanita yang sama. Pada keputusasaan, menyalahkan diri...