34: Tarik Ucapan

96.2K 6.2K 553
                                    

Banyak pembaca baru, ya? 😁

Hellow

**

"Mas tadi emang bilang mau nuruti kemauan kamu yang terakhir, tapi, Div, Mas benar-benar udah sadar, mau berubah," Raga mengacak rambut frustrasi melihat Divya memasukkan satu per satu baju ke dalam koper, "Div, Mas janji."

"Aku tetap pada keputusanku," tukas Divya.

"Nggak bisa gitu, dong. Mas udah berubah, nggak ada lagi selingkuh di belakang kamu. Div, setidaknya kamu pikirin masa depan anak-anak kita." Raga terus membujuk.

Divya tidak menyahuti, baginya anak-anak akan tetap bahagia meskipun ia dan Raga berpisah. Sudah pasti anak-anaknya akan tetap mendapatkan kasih sayang dari kedua belah pihak. Divya tidak berencana melupakan anak-anaknya, meskipun papa mereka membuat sakit hati.

"Div," Raga mendekat dan berjongkok di sebelah sang istri, segera mengeluarkan pakaian dari dalam koper, "nggak, nggak, Mas nggak izinin kamu pergi."

Kesal bukan main, Divya mendorong pria itu sampai terduduk. "Kamu yang buat salah! Terima konsekuensinya!" bentaknya.

"Kamu bilang sampai dapat kerja tetap, sekarang belum tetap, 'kan? Ini nggak adil buat Mas!"

"Dan kamu pikir adil buat aku?!" mata Divya nyalang, penuh kemarahan, "mau dilanjutkan juga nggak ada gunanya, salah satu dari kita udah nggak ada rasa percaya."

"Div ...," lirih pria itu, tak bisa berkata apa-apa.

"Kamu lihat kondisi Raira sekarang?" Divya menutup koper. "Itu aku kemarin dan saat ini."

"Mas lihat, Div. Itu makanya dibanding khawatir sama kondisi Raira, Mas lebih milihnnyari kamu. Bahkan ibu sampai marah-marah ngatain Mas nggak sayang mereka lagi," ucap Raga, diakhiri dengan mengacak rambut frustrasi.

Pintu terbuka tanpa diketuk, Divya dan Raga menoleh, mendapati Darsa berdecak sembari menggelengkan kepala.

"Makanya, kalau belum siap berkeluarga, jangan ngebet nikah," ucap Darsa penuh sindiran, "anak lagi sakit, kalian malah lanjut berantem."

"Sakit?" Divya menoleh ke pintu di mana kamar anaknya berada.

Ia segera bangkit dan berjalan ke ruangan tersebut. Bisa diliriknya Raga tidak mengikuti, malah sibuk melanjutkan keinginan mengeluarkan baju dari dalam koper. Divya tidak mengerti pikiran pria itu. Sangat mencintainya, tetapi malah main di belakang. Apakah ini yang dimaksud merasa tidak cukup?

Saat sudah berada di kamar anak-anaknya, bisa dilihat Miranda duduk di tepi ranjang Kayla sembari mengelus rambut gadis kecil itu.

"Demam, Div, dari tadi siang waktu kamu tinggal belanja," kata Miranda.

Divya duduk di sebelah putrinya yang menutup mata, bibir itu nampak pucat, begitu pula dengan kulit.

"Kita bawa ke rumah sakit, Mbak," putusnya.

"Dari tadi juga maunya gitu, cuma Mas Darsa mau nungguin kalian pulang dulu. Eh, ternyata kalian malah lanjut berantem pas pulang." Miranda memang paling jago blak-blakan.

Cukup katakan menunggu Divya dan Raga pulang, tidak perlu lanjutkan dengan kata malah bertengkar. Jika ditanya, Divya juga tidak ingin bertengkar terus dengan Raga. Mau bagaimana lagi, hatinya ini masih sakit diduakan, dikhianati, dan dibohongi. Siapa pun pasti akan marah, apalagi sudah terjadi dua kali.

"Udah lihat?" Darsa masuk ke dalam kamar itu. "Berantem aja terus, anak-anak nggak usah dipikirin."

Divya menghela napas kasar, ditatapnya sang kakak. "Pinjam HP-ku, Mas. Mau nelpon Pak Umas buat anterin kami ke rumah sakit."

Lo Selingkuh, Gue Balas! ✓ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang