Sekian meter Sultan berjalan seusai melepas helm, tatapan orang-orang yang ada di sekitarnya begitu membuatnya harus berpikir berat tentang pandangan apa yang tengah mereka lancarkan padanya. Apakah ada penampilannya yang kurang berkenan? Atau apa?
Sultan berjalan tergesa-gesa mencari keberadaan kamar mandi. Dia ingin memastikan apakah penampilannya sangat aneh saat ini? Beberapa mahasiswa yang dia tanyai soal keberadaan kamar mandi juga menampakkan tatapan yang tak kalah membuatnya gusar dan risih.
Ada apa ini? Kenapa mereka semua memandangi dengan tatapan aneh? Tanyanya dalam hati sembari melangkah menuju kamar mandi seusai mendapat petunjuk dari seorang mahasiswa.
Di depan cermin besar yang terletak di sudut kamar mandi, tampaklah rupanya. Tak ada yang aneh seperti yang dia pikirkan. Lalu apa yang membuat orang-orang melihatnya sebegitu ngerinya? Itulah pertanyaan yang kini memenuhi pikirannya.
Sultan berusaha menarik napas panjang lalu tersenyum lebar. "Mungkin saja, itu hanya perasaanku saja karena aku yang terlalu gugup dengan suasana kampus baruku," tukasnya yakin.
Bila Sultan telah menemukan tidak ada apa-apa setelah melihat cermin, berbanding terbalik dengan Ratu sekarang. Setelah berdiri di depan cermin besar yang terletak di kamarnya, dia menyadari banyak sekali kekurangan pada dirinya. Terutama penampilannya, apakah gadis berpakaian kekurangan bahan itu pantas bersanding dengan laki-laki yang tak pernah lepas dari agamanya? Apakah gadis yang hampir setiap saat mengumbar auratnya itu mampu berdampingan dengan laki-laki yang selalu menginginkan gadis yang menutup aurat. Apakah gadis yang selalu curang menyentuhnya dengan kejahilan pantas untuk laki-laki yang selalu enggan didekati?
Ratu memandangi penampilannya dalam-dalam di pantulan cermin. "Sultan benar, gue emang banyak kekurangan untuk bisa di sampingnya, gue ngerasa jadi titik hitam di kehidupannya yang putih bersih," tukasnya melesu.
Tapi Ratu tak selemah itu! Ratu menggeleng cepat membuang semua prasangka buruk yang sempat dia katakan tadi itu. "Enggak, enggak, enggak! Gimana pun caranya, gue harus dapetin Sultan juga bujuk dia agar mau masuk ke dunia entertainment! Iya! Lo pasti bisa, Rat!" ujarnya dengan semangat yang mulai membara setelah semula padam rata dengan harapan kosong.
Ratu turun dari tangga, langkahnya sengaja dia gesitkan untuk memburu waktu agar Bu Ana tidak pergi dari rumah untuk berbelanja.
"Bu! Tunggu sebentar, Bu!" teriaknya menyusul Bu Ana yang masih berjalan pelan di pelataran rumah.
"Bu Ana!"
Mendengar panggilan Ratu itu, Bu Ana menghentikan laju kakinya dan berputar badan. "Iya, ada apa, Non?"
Ratu mencoba mengatur napasnya. "Makanan kesukaan Sultan apa, Bu?"
Pernyataan Ratu sontak membuat kening Bu Ana berkerut. "Ya Allah. Non Ratu sampai megap-megap nyusul Ibu cuma mau nanyain itu?"
"Ayolah, Bu. Kasih tahu makanan kesukaan Sultan apa?"
Bu Ana berpikir sebentar. "Sebenarnya Ibu tidak tahu pasti makanan kesukaan Sultan. Anak Ibu yang satu itu doyan semua makanan, tapi yang terpenting halalan toyyiban."
Ratu mengerucutkan bibirnya. "Ihhh ... Ibu, pasti ada lah makanan kesukaan Sultan. Kasih tahu Ratu dong, Bu," pintanya menampakkan wajah memelas.
"Kan tadi Ibu sudah kasih tahu."
"Tapi yang lebih detail lagi, Bu. Misal makanan yang ketika Sultan makan itu ketagihan mulu, nah bisa jadi itu makanan kesukaan dia," jelas Ratu.
"Oh ... begitu ya. Emmm ... makanan yang selalu bikin Sultan ketagihan?" Bu Ana berpikir ulang dan dalam mengenai satu pertanyaan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu & Sultan [Selesai]✓
Teen Fiction[Romance-Religi] "Sultan, Ratu cantik nggak kalau pakai jilbab gini?" tanya Ratu antusias. "Cantik. Tapi hijab tidak dipergunakan untuk mempercantik diri, melainkan menutupi kecantikanmu," balas Sultan melarikan diri dari hadapan Ratu. ~~~ Start : 1...