Good Bye Prabu!

63 15 0
                                    

"Rat. Setiap manusia punya jatah bahagianya sendiri-sendiri. Jadi lo berhak mendapatkan bahagia lo itu."

Ucapan Kristal masih terngiang-ngiang di pikiran Ratu. Dia berusaha  mengiyakan apa yang Kristal perintahkan untuk menghancurkan reputasi Prabu, dan di sisi lain, Ratu tidak akan setega itu menghancurkan seseorang yang lima tahun telah menemani kesepiannya. Ya ... meski dengan kisah-kisah yang menyayat hati.

"Lo pasti bisa, Rat! Lo pasti bisa!" ucapnya menyemangati diri.

Derap kaki Ratu mengema dan memaksa pandangan Prabu yang tengah terfokus pada ponsel menoleh.

Prabu berdiri untuk menyambut tunangannya. "Ratu. Kenapa nggak bilang-bilang kalau mau ke sini? Gue kan bisa jemput."

Tanpa senyum atau apa, Ratu melepas cincin dari jari manisnya lalu menarik telapak tangan Prabu. Cincin itu kembali ke tangan Prabu untuk kesekian kali. "Kita selesai," ucap Ratu datar dan langsung melangkah menuju pintu keluar.

Prabu meremas kuat cincin yang dikembalikan Ratu. Dia yang tidak terima akan putusnya hubungan di antara mereka pun acap bertindak cepat. Dengan cepat, Prabu mendahului langkah Ratu dan menghadang jalannya.

Telunjuk Prabu mengarah tepat ke wajah Ratu. "Kita nggak boleh selesai! Kita harus tetap melanjutkan hubungan ini tanpa peduli lo mau atau enggak!"

Ratu memberanikan diri menatap mata kemarahannya. "Enak ya lo ngomong! Asal lo tahu, lo nggak berhak mengatur apa yang enggak dan yang harus gue lakuin!" Wajahnya beralih sesaat. "Dan lo denger, hubungan yang lo sebut itu nggak pernah ada di dunia nyata! Hubungan kita berawal dari sebuah sandiwara, dan hari ini gue bakalan mengakhiri semua sandiwara ini! Gue udah muak sama lo!"

Tangan Prabu mencengkeram kuat lengan perempuan berambut panjang itu. "Jangan paksa tangan gue bicara, Rat!"

Ratu mencoba memancing emosi Prabu. "Apa! Emangnya gue takut sama lo! Gue udah terbiasa sama tangan kasar lo itu, kalau mau pukul gue, pukul aja!" ujar Ratu menyodorkan wajahnya.

"Oh, lo berani ya sekarang!"

"Gue nggak takut sama lo! Cowok keras kepala yang sukanya main tangan dan mainin hati perempuan!" Kata-kata yang Ratu lancarkan membuat cengkeraman tangannya makin menguat.

Gigi Prabu saling bergemeretak. "Cukup! Hentikan ocehan lo itu!"

"Gue nggak ngoceh, gue bicara apa adanya soal kita selama ini! Lo yang selalu ngoceh di depan mereka bahwa kita baik-baik saja. Padahal, kenyataannya?" Ratu terus mengompori. "Dan jangan lupakan satu hal, nama lo besar karena gue! Ingat itu!"

Karena tidak tahan mendengar ocehan Ratu itu, tangan Prabu melayang ke kepala Ratu hingga membuat perempuan itu tersungkur ke lantai.

"Diam! Lebih baik lo diam!"

Ratu mengusap kepalanya yang baru saja dihantam tangan Prabu. "Gue nggak akan diam! Gue bakalan jelaskan ke semua orang bagaimana hubungan kita yang sebenarnya!" ancamnya.

Prabu yang tidak terima akan ancaman Ratu itu pun melayangkan lagi sebuah pukulan, sayangnya, sebelum pukulan itu mendarat di kepala Ratu, tangan seorang polisi menahannya. Sontak, Prabu kalap sendiri melihat beberapa polisi yang entah kapan menyelinap masuk ke rumahnya.

"Saudara Prabu, Anda kami tangkap atas tindakan penganiayaan terhadap saudari Ratu!" tukas seorang polisi.

Prabu angkat tangan dan seketika disambut borgol. "Saya tidak bersalah, Pak! Saya tidak bersalah!"

"Anda bisa jelaskan semuanya di kantor polisi!" tegas seorang polisi.

Tatapan tajam Prabu langsung mengarah ke Ratu yang masih terduduk di lantai. "Semuanya belum selesai, Ratu!" desis Prabu sebelum dibawa pergi para polisi.

Kristal dan kedua orang tua Ratu yang sebenarnya menunggu di luar rumah pun segera masuk ke dalam usai Prabu keluar diborgol polisi.

Tangis Ratu menyambut langkah mereka. "Ratu." Sebuah pelukan hadir dari seorang papa  dan mama. 

"Maafin mama sama papa ya sayang, kami benar-benar ketipu sama sikap baik manis Prabu," ucap Lia, mama dari Ratu Berliana. Ratu mengangguk kecil dalam pelukan sang mama.

"Papa juga sangat menyesal karena Papa selalu menekan Ratu untuk dekat dengan Prabu," tambah sang papa membantu putrinya bangkit.

Ratu menggeleng. "Enggak. Papa sama Mama enggak perlu merasa bersalah. Prabu yang salah. Semuanya sudah jelas sekarang, jadi sekarang boleh kan, Ratu berjalan sesuai harapan Ratu sendiri?" pintanya.

Papa dan Mamanya menyanggupi segera. Pelukan kembali terjalin, sementara Kristal hanya bisa menahan rasa iri. Ratu yang menyadari sahabatnya itu teringat kedua orang tuanya pun menariknya dalam pelukan hangat itu.

🍁🍁🍁

Babak baru dimulai. Semua orang yang dulu menyanjung Prabu balik menghujatnya dengan seribu macam cercaan. Mereka pun lantang menyuarakan dukungannya pada Ratu dan mengutuk apa yang telah Prabu perbuat padanya. Tidak henti-hentinya, berita itu menjadi topik hangat di media massa maupun elektronik.

Bu Ana yang tidak sengaja melihat berita itu di salah satu saluran televisi beranjak dari ruang tengah dan menuju kamar Sultan.

"Assalamualaikum." Sultan yang tengah memangku laptop di atas tempat tidur itu pun beralih mata.

"Waalaikumussallam. Ada apa, Bu?"

"Apa Sultan sudah tahu berita tentang Ratu?" tanya Bu Ana cemas.

Dan dengan santainya Sultan mengangguk.

"Kamu sudah tahu?" Kembali Sultan mengangguk.

Bu Ana mendekati tempat dimana Sultan tengah menyadarkan punggungnya. "Ya Allah. Kalau kamu sudah tahu kenapa tidak kasih tahu Ibu?"

Mata Sultan masih sibuk dengan layar laptop, ada banyak dedline yang harus dia kejar malam ini juga. "Buat apa, Bu. Kita sudah tidak ada urusan lagi sama dia."

"Sultan. Bagaimana pun, Ratu sudah Ibu anggap sebagai anak Ibu sendiri. Pokoknya Ibu tidak mau tahu, besok kita ke rumah Ratu," tukas Bu Ana.

Sultan menoleh. "Ke rumah Ratu? Untuk apa?"

"Ibu mau melamar Ratu untuk Sultan." Detik itu pula, kepala Sultan serasa dihantam badai.

"Bu, tapi ...."

"Tidak ada tapi-tapian. Ibu tahu, sejak dulu bahkan sampai sekarang, kamu ada rasa kan sama Ratu? Buktinya kamu mengembalikan gantungan kunci itu sebagai bentuk kembalinya kamu ke kehidupannya Ratu kan?" pikir Bu Ana.

Sultan terbungkam.

"Nak, Ibu tahu yang terbaik untuk kamu. Ratu tercipta untuk Sultan anak Ibu. Juga sebaliknya," ujar Bu Ana mengelus pipi putranya yang kini sudah dewasa.

Bu Ana beranjak keluar dari kamar dan membiarkan Sultan berpikir panjang.

Tunggu! Melamar Ratu! Besok! Astaghfirullah. Aku belum sepenuhnya siap!

🍁🍁🍁

Ratu & Sultan [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang