Gaun hitam yang menjuntai ke lantai menemani Ratu melangkah di red karpet sebuah acara penghargaan aktor dan aktris yang cukup bergengsi. Rambut panjangnya dibiarkan jatuh hingga menutupi separuh punggungnya. Senyum dan lambaian tangan tiada putus-putus dia berikan kepada para penggemar dan wartawan yang tidak henti memotret kecantikannya.
Di ujung karpet, Prabu dengan setelan blazer hitamnya telah siap menunggu kedatangannya. Tepat, ketika Ratu telah ada di hadapannya, tangan Prabu menyambut Ratu untuk digandeng olehnya. Seketika, Ratu pun menerima uluran tangan Prabu dan melangkah bersama, sontak hal tersebut memicu teriakan histeris dari para penggemar juga wartawan yang meliput acara itu.
"Maaf untuk yang kemarin," bisik Prabu disela langkah mereka.
Ratu tersenyum. "Santai saja. Gue juga udah maafin lo kok."
"Secepat itu lo maafin gue?" tanya Prabu masih dalam nada berbisik. Ratu mengangguk mantap.
Acara berlangsung begitu meriah dengan penampilan-penampilan memukau dari para musisi dan sederet nama berkelas lainnya di kancah entertainment tanah air. Beberapa nominasi juga telah mendapatkan nama pemenangnya. Dari satu dari tiga nominasi yang berhasil ditempati Ratu, dua penghargaan dia raih di kategori aktris terfavorit dan aktris muda bertalenta. Tepuk tangan riuh mengiringi jalannya ke puncak panggung.
Namun. Semua yang dia dapat pada malam ini, tidak utuh terasa bahagia. Kehadiran orang-orang yang telah bermain dalam kehidupannya tidak nampak satupun. Kedua orang tuanya, Bu Ana, ataupun Sultan. Mereka hilang dan seakan sengaja menjauh darinya. Air mata mengalir tanpa sadar. Bukan air mata bahagia, tapi air mata nestapa.
Piala berbalut emas itu dia terima dari seorang aktor ternama yang membacakan nominasi. Kini, Ratu berdiri di podium. Hatinya bergetar, tangisnya menahan semua kata-kata yang telah tersusun rapi di kepala.
Para tamu undangan dan penonton bisa saling bertanya satu sama lain juga dalam hati. Kenapa Ratu masih diam seribu bahasa dalam tangis yang melirih.
Ratu menghempas napas pelan dan berusaha tersenyum. Sebuah kata singkat dia ucap sambil menjunjung piala di tangannya. "Terima kasih."
Langkahnya langsung beranjak dari panggung, tangisnya sudah tidak mampu terbendung. Di back stage, tumpah ruah tangisnya. Beberapa crew mencoba menenangkan dirinya sembari memberikan tisu.
"Bukankah seharusnya Mbak Ratu senang dengan kemenangan ini?" tanya seorang crew berjilbab hitam.
Ratu menyeka air matanya. "Iya. Mbak benar."
Prabu yang melihat tangis Ratu di podium itu segera menyusulnya ke back stage. Setibanya di back stage, dia malah tidak menemukan keberadaan Ratu di sudut manapun. Beberapa crew juga sudah dia tanyai, namun tidak ada yang tahu dimana Ratu sekarang.
Di tengah kebingungannya, Prabu tidak sengaja dipertemukan dengan seorang crew berjilbab hitam yang tadi menanyai keadaan Ratu.
"Mas Prabu cari Mbak Ratu ya?"
Prabu mengangguk cepat. "Iya. Mbak tahu dia dimana?"
"Baru saja Mbak Ratu pergi, saya rasa dia pulang," jelas crew itu.
"Pulang?"
"Iya."
Tidak ambil peduli terhadap acara yang sedang semarak terdengar. Prabu beranjak mengejar Ratu, dia yakin, gadis berambut panjang itu belum jauh dari sini.
Baru saja Prabu keluar dari pintu utama, terlihat Ratu sudah memasuki sebuah taksi tanpa bisa dia tahan lagi. Kaki Prabu bergegas menyusul, namun taksi yang Ratu naiki terlanjur melaju.
"Ada yang nggak beres dari Ratu. Tapi apa?" tanya Prabu pada diri sendiri. Prabu mengacak rambutnya frustasi.
Lain Prabu. Tangis masih kental terasa di wajah ayu Ratu. Hal itu pun tak luput menjadi perhatian supir taksi, dalam hatinya juga mencuat seribu pertanyaan, mengapa seorang aktris terkenal itu bisa menumpang di taksinya.
"Sudahlah, Mbak. Mbak jangan nangis lagi, saya tidak tahan kalau liat perempuan nangis," ujar supir taksi yang yang berumur sekitar 40 tahunan itu sambil menyodorkan kotak tisu.
Ratu mengambil beberapa helai tisu. "Terima kasih, Pak."
🍁🍁🍁
Bel rumah berbunyi. Ratu yang baru saja keluar dari dimensi mimpi pun acap kali mengabaikan bunyi bel itu. Namun, bunyi bel yang tiada putus-putusnya itu akhirnya harus membuat jarak antara dirinya dan tempat tidur.
Dengan malas, Ratu menuruni tangga. Tanpa perlu dia membuka pintu pun, pintu sudah terbuka sendiri oleh sebuah tangan bergelang merah.
"Eh elo, kirain siapa." Ratu mendudukkan diri di sofa ruang tengah.
Kristal dengan tangan membawa buket bunga mawar berukuran besar itu lekas menghampirinya. Disodorkan buket bunga pada Ratu yang masih malas membuka mata. "Tadi gue nemuin buket bunga ini di depan pintu. Gue nggak tahu dari siapa."
Sebisa mungkin, Ratu memaksa matanya terbuka. Diterimanya buket bunga itu. Matanya menatap lurus sebuah kertas yang terselip lalu mengambilnya.
"Ada suratnya," ungkap Ratu membuka lipatan kertas berwarna ungu tersebut.
Bismillahirahmanirahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu. Selamat dan sukses selalu, Kanjeng Ratu.
Biarpun tidak ada nama pengirim yang tercantum, Ratu bisa menduga buket bunga itu dari siapa. Dan siapa orang yang pernah menyebutnya dengan sebutan "Kanjeng Ratu" selain, Sultan Alam Nadir.
Senyuman mengembang begitu manis di wajahnya. Dipeluknya buket bunga jumbo itu. "Sultan," lirihnya.
"Hah?" tanya Kristal melihat gelagat aneh temannya itu.
🍁🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu & Sultan [Selesai]✓
Fiksi Remaja[Romance-Religi] "Sultan, Ratu cantik nggak kalau pakai jilbab gini?" tanya Ratu antusias. "Cantik. Tapi hijab tidak dipergunakan untuk mempercantik diri, melainkan menutupi kecantikanmu," balas Sultan melarikan diri dari hadapan Ratu. ~~~ Start : 1...