Beruntung? Sama Sekali Tidak!

67 18 0
                                    

Suasana riuh para wartawan yang telah sejak pagi menunggu kehadiran Ratu di depan rumah untuk mengkonfirmasi berita yang tengah hangat dibicarakan, apa lagi kalau bukan tentang kedekatannya dengan Sultan yang menggiring opini bahwa settingan pacaran bersama Prabu selama ini hanyalah gimik semata.

Tangan Bu Ana mengintip dari gorden yang disibak sedikit. Masih tampak sabar saja para wartawan dari berbagai acara infotainment itu menunggu Ratu.

Bu Ana menutup kembali gorden putih yang menutupi jendela.

"Gimana, Bu? Mereka masih bertahan di sana?"

"Iya, Non. Sepertinya mereka tidak akan pergi sebelum Non Ratu memberikan keterangan."

Ratu berdecak sebal. "Gimana sih Bayu? Katanya dia bakalan nyelesin semuanya dan mastiin wartawan-wartawan itu pergi! Tapi mana!" rengeknya tak sabaran ingin keluar dan bertemu Sultan yang sejak subuh telah ke kampus. Sengaja dia berangkat sebelum Ratu bangun untuk menghindarinya.

Diraihnya ponsel yang tergeletak di meja lalu Ratu menelepon Bayu. Bayu yang kini masih on the way di jalan pun lekas menepikan mobilnya seusai mendapat telepon dari Ratu.

"Iya, Ratu yang cantiknya sejagat raya. Ada apa sih, gue lagi nyetir mobil nih!"

"Gue nggak mau tahu ya, lo kudu penuhi janji lo. Katanya nggak bakalan ada wartawan-wartawan segala, tapi apa kenyataannya? Ini depan rumah gue kayak mau didemo tahu nggak!"

"Iya-iya, selowwww dikit napa. Tapi, Rat. Lo harusnya seneng dong menjadi sorotan akhir-akhir ini."

"Seneng dari Hongkong! Gue nggak nyaman liatnya! Apalagi Sultan terang-terangan kek mau jauhin gue. Gue nggak mau tahu ya, kalau sampai wartawan-wartawan itu juga ngincar Sultan dan buat dia marah terus jauhin gue untuk selama-lamanya, awas aja lo!"

Bayu bertanya-tanya, apa salahnya hingga Ratu semarah itu padanya. "Lha, salah gue apa, Rat?"

"Jangan banyak nanya, kalau sampai hal itu terjadi. Gue mau berhenti shooting!" ancam Ratu. Ya, ancaman itulah yang selalu manjur membuat Bayu tak mampu berkutik.

Bayu kalang kabut. "E e e e! Jangan gitulah. Oke, gue bakalan ikutin kemauan lo, tapi lo harus janji buat ikut shooting di projek film kedua Om Salman."

"Tergantung Sultan mau enggaknya juga. Kalau Sultan mau, gue juga mau."

"Yahhh ... jangan mempersulit gitu dong, Rat. Lo udah keikat kontrak lho," ujar Bayu.

"Iya-iya, gue nggak akan lupa sama kontrak itu, toh Om Salman juga minta buat Sultan ikutan juga kan?"

Bayu bergeming dalam hati. Ini masalah kok rasa-rasanya ribet amat ya'. Apa yang membuat Om Salman sebegitu yakinnya milih Sultan buat jadi lawan main Ratu? Memangnya Sultan bisa apa? Keknya masih jago gue soal akting.

Disela-sela pembicaraannya dengan Ratu di telepon. Sekilas, Bayu yang baru menyadari bahwa dia menghentikan mobilnya tak jauh dari Universitas Aruna pun melihat seorang laki-laki yang tengah berupaya menghindari kejaran para wartawan mulai dari gerbang utama universitas. Laki-laki bertubuh jangkung yang tak lain adalah Sultan.

"Itu kan ...." Dengan sengaja, Bayu mematikan sambungan telepon dari Ratu agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak Ratu.

Bayu menimpuk keningnya. "Gawat! Kalau sampai Ratu tahu, gue bisa tamat!" Bayu bergegas memacu mobilnya dan berhenti tepat di depan Sultan, beruntung saja Sultan tidak sampai tertabrak. Bayu menampakkan kepalanya di jendela. "Woi!!! Sini-sini!" suruhnya memanggil Sultan.

Tanpa ragu, Sultan menyanggupi ucapan Bayu dan masuk seketika ke dalam mobil. Seusai memastikan Sultan telah aman, Bayu menginjak gas dalam-dalam dan membelah kerumunan para wartawan yang sejak tadi mengejar-ngejar Sultan.

Sultan dapat bernapas lega sekarang, tapi tidak untuk nanti, karena para wartawan itu tidak akan berhenti menganggu hidupnya setelah diisukan dekat dengan Ratu.

"Terima kasih," ucap Sultan ngos-ngosan.

"Santai aja kali," balas Bayu menoleh sekilas ke Sultan yang tepat duduk di samping.

Diam sesaat. Tapi, pikiran Bayu tidak pernah diam untuk mencari cara membujuk Sultan untuk memenuhi permintaan Om Salman. Masalahnya kini, basa-basi apa yang harus dia katakan terlebih dahulu untuk seterusnya berlanjut ke topik utama? Sungguh sulit dirasa.

"Lo oke?" tanya Bayu bersua sapa.

Sultan menyadarkan punggungnya ke badan kursi. "Alhamdulillah."

Mobil BMW hitam itu terus melaju membelah jalanan yang mulai dilahap gemuruh mendung yang tengah bersiap menurunkan rintik-rintik muatannya. Kedua laki-laki di dalam mobil itu masin belum menemukan topik pembicaraan, sesekali mereka memalingkan kepala ke kanan kiri jendela melihat apa yang ada di luar jendela.

Bayu berdeham, satu topik bicara mulai terusun di benaknya. “Tan!” panggilnya.

Sultan menoleh.

“Emmm ... lo beneran nggak pacaran sama Ratu?” tanya Bayu ragu. Dan untuk kesekian kali, Sultan akan menggeleng usai pertanyaan itu mencuat kembali. Dia sudah muak dicercah pertanyaan yang sama dan sama.

“Memangnya saya sama Ratu seperti orang pacaran ya?” Sultan balik bertanya.

Bayu kehilangan konsentrasi untuk menjawab. “Ya ya ya, soal itu, lo sama Ratu yang tahu. Kalau dari kacamata gue sih enggak, cuman si Ratu aja yang demen banget sama lo.” Hanya jawaban jujur yang mampu Bayu uraikan.

“Nah, kan? Saya sama Ratu itu tidak pacaran. Lalu kenapa Ratu bisa menyebarkan berita dusta kepada khalayak umum hingga akibatnya saya harus diuber-uber para wartawan seperti tadi. saya benar-benar tidak terima! Saya merasa privasi saya tidak dihargai oleh Ratu! Saya sungguh kecewa sama Ratu!” Sultan meluapkan emosinya dan tanpa sadar meluapkannya pada orang yang salah. Bayu meneguk salivanya susah payah mendengar gertakkan Sultan.

“I-iya, lo boleh marah, tapi jangan ke gue juga kali,” ingat Bayu.

Sultan yang menyadari cepat emosinya tadi lekas menyunggingkan senyum seraya mengatupkan kedua tangan. “Maaf, saya ....”

“Gue paham kok,” sela Bayu. “Cowok mana sih yang mau dimainin sama cewek. Tapi gini, Tan. Bukankah seharusnya lo seneng bisa jadi cowok yang sangat beruntung dikejar-kejar sama seorang Ratu Berliana, jarang lho ada cowok yang dia kejar-kejar sampai setengah mati gini, biasanya juga cowok yang ngejar-ngejar si Ratu,” ulas Bayu fokus menyetir.

Helaan napas berat terendus telinga Bayu. “Beruntung? Sama sekali tidak ada beruntung-beruntungnya, nasib saya malah buntung. Karena mungkin mulai hari ini, hidup saya akan diusik terus oleh para wartawan-wartawan itu, belum lagi kemana-mana akan ada paparazi yang siap merekam detik-detik kemanapun saya pergi! Itu akan terus terjadi jika Ratu tidak menghentikan sikap konyolnya!”

Bayu mengeryitkan keningnya. Dia takut, kalimat selanjutnya membawanya pada satu keputusan Sultan untuk meninggalkan Ratu. Bila hal itu terjadi, apa yang akan Ratu lakukan agar bisa membujuknya memenuhi perintah Salman?

“Saya sudah memutuskan, detik ini juga!” sebelum Sultan melanjutkan keputusannya yang begitu membuat Bayu bergemetar. Cepat-cepat dia mengalihkan topik.

“Tan, sejak tadi kita muter-muter mulu, rumah lo sebenernya dimana sih?”

“Ratu belum memberi tahu kamu rumah saya dimana?” lagi-lagi Sultan balik bertanya. Bayu menggeleng.

“Saya tinggal serumah dengan Ratu,” sontak, ucapan singkat itu menjadi spektrum yang menyetrum pikiran Bayu.

“A-apa?! Lo tinggal serumah sama Ratu?”

🍁🍁🍁

Ratu & Sultan [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang