Sultan Alam Nadir

175 32 102
                                    

Selesai sarapan, Ratu menarik tas yang ada di meja, dia sudah tidak sabar bertemu Sultan yang usai salat subuh berjibaku menyirami bonsai-bonsai di taman.

"Non, nggak dihabisin makannya?" Ratu tersenyum pada pembantunya yang tak lain adalah ibu dari Sultan sendiri. Sebut beliau Bu Ana, itulah panggilan yang Ratu sematkan pada perempuan berjilbab dengan motif abstrak itu.

"Nanti aja, Bu. O iya, Sultan masih di taman kan ya?"

"Masih, Non. Sepertinya pekerjaanya belum selesai."

Ratu melirik roti tawar dan setoples selai coklat di meja. Tidak mau ambil pusing, Ratu pun mengambil beberapa helai roti tawar dan selai coklat itu ke tangannya dengan susah payah. Bu Ana yang melihatnya pun acap ingin membantu, tapi Ratu mengisyarat dengan gelengan kepala menolak pertolongannya.
Begitu roti dan selai telah berada di tangannya, Ratu melenggang pergi menuju gazebo dan meletakkan apa yang ada di tangannya segera. Agaknya, membawa beberapa helai roti dan setoples selai coklat membuat tangnnya dilanda pegal.

Mata hitam legamnya kini berfokus pada tingkah polah Sultan yang masih belum menyadari kehadirannya.

Tuh orang biarpun nyebelin juga, kalau lagi nyiram bonsai nenangin juga ya. Gue jadi makin nggak bisa lupain dia, ah, apalagi tiap hari gue bisa liat dia di rumah, ini mah rezeki anak shalehah. Tukasnya dalam hati menghalu super tinggi.

"Hei! Sarapan dulu kali, ntar lanjut lagi tuh kerjaan!" teriak Ratu membuat Sultan menoleh datar.

"Dia lagi, dia lagi," lirih Sultan mematikan kran air dan menuju Ratu yang sedang mengolesi roti tawar dengan selai coklat yang dibawanya.

"Jarang-jarang lho, Ratu Berliana buatin roti selai buat cowok, seharusnya lo tuh beruntung banget ketemu gue. Dan gue sendiri juga sangat beruntung ketemu sama cowok kayak lo, udah gantengnya masya Allah, jago nyiramin tanaman, jago buat hati gue kesengsem sama tingkah polah lo, pokoknya lo tuh sempurna deh buat gue." Ratu terus melanjutkan celotehannya.

Setidaknya, Sultan sudah mendapat hiburan kecil dipagi hari hanya dengan melihat kata-kata yang diucapkan Ratu. Tanpa sadar, sebuah senyuman menggembang di wajahnya, namun cepat-cepat dia tepis dengan mengambil sehelai roti tawar.

"Eh, apaan lo, udah gue buatin juga, masak lo nggak ngehargain banget usaha gue buat roti selai."

"Bukannya apa-apa, Anda terlalu banyak bicara yang terlalu berlebihan soal saya. Manusia terlalu banyak salah dan dosanya, jadi tidak sepatutnya Anda menganggap saya sempurna. Saya hanyalah manusia biasa yang tidak ada apa-apanya dengan Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wassalam. Hanya beliaulah manusia paling sempurna, dari segi akhlak, kepribadian, tutur kata, dan semuanya, beliaulah yang patut kita sanjung dan dijadikan panutan."

Raut wajah Ratu berubah sewot mendapat ceramah dari Sultan, roti selai yang sudah di tangan itu dia kembalikan lagi ke tempatnya. "Apaan sih lo, pagi-pagi udah ceramah aja! Lo pikir gue butuh ceramah dari lo!"

"Saya tidak sedang berceramah, tapi sebagai sesama manusia, bukankah sudah sepatutnya saling mengingatkan satu sama lain." Ratu menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Dia sudah tidak tahah mendengar satu kata pun dari Sultan yang menurutnya terlalu sok bijak. Alhasil, Ratu pun memilih hengkang dari gazebo dan menyambangi Bu Ana yang masih beberes di ruang makan.

"Bu! Bilangin tuh sama si Sultan, pagi-pagi tuh jangan ceramah kek, Ratu nggak suka dengernya!"

"Memangnya anak saya ceramah tentang apa, Non?"

"Pokoknya nggak enak deh dengernya. Pokoknya Ratu nggak mau tahu, karena Sultan udah ngerusak pagi Ratu, sebagai gantinya, dia harus nganterin Ratu ke mana aja hari ini, titik!" pintanya tidak mau tahu. Bu Ana yang kalang kabut oleh permintaan majikannya itu segera menyusul putranya yang tengah melanjutkan pekerjaan menyirami tanaman di sudut taman yang lain.

Ratu & Sultan [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang