Lamaran

55 18 0
                                    

Tidak ada komentar buruk dari lamaran yang Sultan katakan pada kedua orang tua Ratu. Mereka masih berpikir saja, bagaimana seorang yang dulu pernah bekerja di rumah mereka akan menjadi besan mereka sendiri?

"Jadi bapak sama ibu setuju kan?" tanya Bu Ana membuat Amran mengalihkan perhatiannya pada kedua tamu spesialnya.

"Oh, tentu saja, tentu saja kami setuju," ucap Amran disambut anggukkan oleh sang istri.

"Alhamdulillah." Kompak ibu dan anak itu mengucap syukur.

Ratu yang sejak tadi berada di kamar dan tidak mengetahui kedatangan Sultan pun malah santai-santai di balkon kamar bersama Kristal, menikmati aroma angin yang mengalir di udara.

"Sumpah, tahu nggak, dari kemarin sampai hari ini gue nggak berhenti-berhenti kebayang gimana waktu itu Prabu mukul gue. Untung aja lo cepat-cepat nyusul dan bawa polisi," ujar Ratu menarik keripik kentang dari toples di tangan Kristal.

"Maaf ya, soalnya gue perlu buat laporan dulu ke polisi, jadinya agak lama. Mana sempet tuh bukti-bukti yang lo kasih pake ketinggalan di mobil lagi," jelas Kristal.

"Gue udah nggak bisa mikir tahu nggak kalau lo sama kedua orang tua gue nggak cepetan datang. Pikiran gue udah kemana-mana, waktu itu gue pasrah kalau gue bakalan mati di tangan Prabu." Kristal memeluk sahabatnya erat.

"Jahat banget dah gue biarin lo mati sia-sia. Gue pasti bakalan datang dan berusaha nyelamatin lo dari cowok nggak punya adab ke dia!" tukas Kristal melepas pelukan.

"Iya-iya, percaya."

Amran mendekati putri dan sahabatnya itu yang tengah asyik bercengkrama di balkon, sampai-sampai, derap sepatunya saja mereka tidak mendengar.

"Kalian ini, kalau sudah ketemu lupa waktu dan suasana," sindir Amran tiba-tiba muncul, alhasil membuat keduanya terperanjat.

"Papa ngagetin aja sih?" ucap Ratu menabok pelan lengan papanya.

"Siapa yang ngagetin, kalian saja yang tidak sadar dengan kehadiran Papa sangking seriusnya ngosip."

Kristal nyengir kuda. "Om bisa aja. Apa sih yang nggak bakal kita gosipin kalau dah ketemu," guraunya.

Ratu yang merasa dipojokkan dengan kata-kata Kristal berusaha memberi balasan dengan cubitan. "Apaan sih, Kris."

"Yeee, kan mang bener kan?" ungkap Kristal diiringi tawa kecil.

Amran ikut duduk di sofa panjang yang menghadap keduanya. Sedikit tarikan nafas panjang sebelum berbicara. "Ratu."

Ratu memperhatikan segera papanya. "Iya, Pa?"

"Emmm ... ada laki-laki yang melamar kamu."

"Apa!" Bukan hanya Ratu yang berteriak satu kata itu, Kristal yang terkejut pun ikut lantang bersuara.

"Ngelamar? Ngelamar Ratu?" Amran mengangguk mantap. "Siapa?"

"Cari tahu saja sendiri, dia ada di ruang tamu."

Tidak mau ambil pusing, Ratu menarik diri dari balkon kamar. Kristal yang ikut penasaran juga tidak mau kalah mencari tahu siapakah laki-laki yang dengan berani melamar sahabatnya itu.

Sangking terburu-burunya berjalan di tangga, hampir saja Ratu terjatuh, namun terselamatkan dengan tekadnya yang kuat.

Setibanya Ratu di ruang tamu, Sultan cepat-cepat menundukkan kepalanya tajam ke bawah.

"Sultan ... B-Bu Ana?"

Bu Ana yang telah memendam kerinduan pada Ratu langsung menyambanginya dengan pelukan. "Maa Syaa Allah. Ibu tidak menyangka kalau Ibu bisa bertemu lagi sama, Non Ratu."

"Ratu juga, Bu. Ratu kira, Ibu bakalan menetap di Amerika untuk selamanya dan nggak akan balik lagi buat nemuin Ratu." Isak tangis merasuk di antara keduanya. Kerinduan yang telah lama terpupuk itu kini berbuah pertemuan kembali.

Ratu melepas pelukannya. "Jadi ... Sultan yang mau melamar Ratu?" tanya Ratu lirih.
Bu Ana mengangguk mantap. "Bagaimana, Non Ratu mau kan jadi menantu Ibu?"
Pandangan Ratu jatuh kepada mamanya. Dia mencoba mencari jawaban.

Lia mendekati tempat putrinya berdiri dan mengusap pucuk kepalanya. "Kalau Mama terserah Ratu saja. Asalkan Ratu bahagia, itu sudah membuat Mama cukup."

Ratu tersenyum lebar. "Terima kasih, Ma."

Semua kembali ke meja dan menunggu keputusan Ratu. Mereka harap-harap cemas karena Ratu yang tak kunjung memberi kepastian.

"Emmm ... Ratu ... emmm ...." Kristal yang gemas dengan tingkah polah Ratu pun menyikut lengannya. Ratu yang paham akan kode itu langsung berbicara. "Iya. Ratu terima lamaran Sultan."

Semua orang berteriak keras sembari bersyukur atas keputusan yang diambil Ratu.

"Tapi saya tidak mau menikah dengan Ratu." Sontak, kalimat yang terucap dari mulut Sultan menghentikan kesenangan mereka.

"Ma-maksudnya apa Sultan?" tanya Bu Ana heran.

"Iya, apa maksudmu, Nak?" tanya Lia.

"Saya tidak mau menikah dengan Ratu jika dia tidak mau menutup auratnya," jelas Sultan.

Wajah Ratu tegang seketika bila harus berhadapan dengan menutup aurat.

"Soal itu bisa diatur, gampang lah," pekik Kristal memaksa Ratu untuk mengangguk biar harus menginjak punggung kaki Ratu. "Iya kan, Ratu?"

Ratu meringis saja sambil mengangguk pelan menahan sakit.

"Alhamdulillah kalau begitu."

🍁🍁🍁

Ratu & Sultan [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang