Ratu Telah Pergi

110 18 0
                                    

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."

(Al-Baqarah:286)

Ditemani Adam yang kebetulan absen dari kampus karena kedatangan sang kakak yang akan jarang datang ke Amerika. Sultan menghirup sejenak udara dingin yang hampir-hampir membekukan pernapasannya. Ya, Sultan datang ketika Amerika tengah dipuncak musim dingin. Ditemani secangkir kopi, Sultan menyeruput pelan-pelan sembari menikmati suasana kafe yang kental dengan nuansa klasik Timur Tengah.

"Jadi, setelah ini Kakak akan pulang?" Sultan mengangguk. "Come on, Brother. It's rare for you to come here, why don't you stay here a few days? "

Lagi-lagi, Sultan menggeleng. "Tidak bisa, Dam. Kamu tahu bagaimana kondisi istriku sekarang."

"Yes I know. But ..."

Sultan menyela. "I promise you, after the Ratu gets better, I will bring her here and introduce her to Mama and you, as well as Dad."

Adam tak mampu membujuk lagi, kata-katanya telah habis. Ya, semoga apa yang kakaknya ucapkan benar-benar akan terjadi.

Diam sejenak, hanya bisik rintik salju yang lembut menyapa udara.

Sebuah dering telepon menghampiri ponsel Sultan. Dari Bu Ana. Tak mau membuat ibunya menunggu terlalu lama. Sultan segera mengangkat telepon.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu, Bu."

"Wa-waalaikumussalam, Nak." Sesenggukan tangis mencegat bicara Bu Ana, dia tidak tega memberikan kabar duka untuk kedua kalinya pada sang putra yang baru saja kehilangan sang ayah tercinta.

Wajah Sultan mulai dibuat cemas. "Bu, ada apa?"

Bu Ana berusaha menetralkan bicaranya keluar dari zona tangisnya. Dengan sedikit bernapas panjang, Bu Ana mulai bicara. "Ra-Ratu ... Ratu." Isak tangis mulai mewarnai ucapannya.

"Iya, Ratu. Ratu kenapa, Bu? Dia baik-baik saja kan?"

"Ratu kritis, Nak. Dokter sedang berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan nyawanya. Cepat pulang, Nak. Ratu sangat membutuhkanmu," ucap Bu Ana dengan tangis yang pecah sejadi-jadinya.

Sultan membeku seketika, pikirannya kosong tak mampu bertindak. Lidahnya kelu tak mampu berujar.

"Sultan akan segera pulang, Bu. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu."

"Waalaikumussallam warahmatullahi wabarakatu."

Adam yang sedari tadi menyimak tanpa tahu apa yang sedang Sultan bicarakan seketika bertanya usai percakapan anak dan ibu selesai. "Ada apa?"

"Aku harus pulang sekarang," tegas Sultan menarik tasnya dan memutar roda pada kursi rodanya. Sebenarnya, Sultan sudah merasa sembuh, namun dokter menyarankan agar dia benar-benar beristirahat dari rutinitas yang membuat dia kelelahan, pun itu jalan kaki.

Adam menyusul cepat dan membantu kakaknya mendorong kursi roda. "Aku akan mengantarmu ke ke rumah untuk mengambil bajumu dan ke bandara."

"Terima kasih," ujar Sultan.

"Kau tidak perlu berterima kasih pada seorang adik, ini sudah kewajibanku menjadi adikmu." Sultan memutar kepalanya ke arah Adam dan mengulurkan senyuman hangat.

Selesai mengemasi beberapa helai baju yang Sultan bawa dari tanah air, Nyonya Marry yang tidak lain adalah ibu tirinya membawakannya pada Sultan yang masih sibuk mencari kabar keadaan Ratu melalui sang mertua.

"Mama akan sangat merindukanmu, Nak." Mendengar suara Nyonya Marry itu, buru-buru Sultan menyudahi percakapannya dengan sang mertua dan beralih membantu ibu tirinya memasukkan baju-baju ke dalam tas.

"Biar Sultan saja yang mengemasi sendiri," balas Sultan dingin pada ibu tirinya. Tak lama, setelah baju-bajunya masuk ke dalam tas, segera dia raih dan melengganglah dia keluar dari kamar. Meninggalkan wanita yang sudah menghancurkan kebahagiaan keluarga ibu kandungnya juga dirinya. Karena wanita bernama Marry Hamilton itu pula, dia harus berpisah negara dengan seorang ibu yang mengandungnya selama sembilan bulan dan dibesarkan dengan ego akan harta yang begitu luar biasa.

Beruntung, Sultan tidak dibutakan dengan apa yang telah ayahnya punya. Bahkan, Sultan lebih memilih untuk menimba ilmu di Turki yang kental dengan Islam dibandingkan sekolah bisnis untuk meneruskan perjalanan bisnis ayahnya. Pun, saat ini dia berbisnis karena permintaan ayahnya yang saat itu sedang sakit keras. Adam memang ada, tapi seperti halnya Sultan, dia malah memilih untuk keluar jalur dan sekolah di jurusan kedokteran. Hanya Sultan lah yang dapat diandalkan saat ini.

🍁🍁🍁

Adam memeluk kakaknya dengan penuh kerinduan yang siap tempur membakar hari-harinya. "Aku akan menunggu datangmu lagi," ujarnya tersedu-sedu.

Sultan tersenyum tipis sembari menepuk-nepuk punggung sang adik. "Aku pasti akan kembali dan memenuhi janjiku. Akan kubawa Ratu dan calon istri untukmu."

Mendengar kata "calon istri", buru-buru Adam menyeka air mata yang membuainya dan melepas segera pelukannya. "Apa? Calon istri?"

Sultan menabok dada adiknya. "Hei, apa kamu akan membujang terus dan memilih kencan seumur hidup bersama perempuan-perempuan yang tidak jelas di bar? Ayolah, dimana letak sikapmu sebagai seorang muslim hem?"

"Kak ...." Adam mencoba mengindari topik yang satu itu.

"Sudahlah. Aku pastikan, setelah kamu melihat perempuan yang aku bawa untukmu, kamu pasti tidak akan menolak," kata Sultan begitu yakin.

Adam menyerah. "Baiklah, baiklah. Apapun itu, yang terpenting, Kakak menuruti janji untuk datang kemari."

"Pasti."

Setelah percakapan perpisahan mereka selesaikan. Sultan segera merapat ke dalam pesawat. Diusapnya wajah yang gusar dihantam kecemasan akan kondisi sang istri yang entah bagaimana sekarang. Hanya dia dan doa yang mampu membuatnya kuat.

Memanfaatkan waktu sebelum pesawat lepas landas dalam beberapa menit lagi. Sultan menelepon ibunya untuk mencari tahu bagaimana Ratu sekarang.

"Assalamualaikum, Bu. Bagaimana Ratu sekarang? Apa dia baik-baik saja?"

"Wa-waalaikumussalam. Ratu ... Ratu telah pergi." Sontak, jawaban dari ibunya membuat Sultan kehabisan tenaga. Lemas sudah energinya, bahkan untuk mengangkat kembali ponselnya. Tangis duka lagi-lagi menyelimuti seluruh raga dan jiwanya.

"Innalilahi wa innailaihi raji'un ...."

Ketika Sultan hendak mengangkat kembali telepon dari ibunya, seorang pramugari menyuruhnya untuk mematikan ponsel segera karena pesawat akan lepas landas.

Bersama keheningan karena kehilangan. Sultan tak mampu bertindak atas dua duka yang datang beriringan. Hatinya sebagai manusia hancur lebur. Hanya kata mencoba ikhlas yang mampu dia berikan pada dirinya sendiri atas kepergian ayah dan juga sang istri tercintanya.

🍁🍁🍁

Ratu & Sultan [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang