Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi." (HR. Thabrani dan Hakim)Sultan menutup buku "Ijinkan Aku Menikah Tanpa Pacaran" yang dikarang oleh Burhan Sodiq. Setidaknya, satu hadits yang tersirat di halaman 185 itu perlahan mengukuhkan hatinya untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius lagi bersama Ratu, perempuan yang dulu juga kini dia cintai.
Sebuah tangan merangkul lengannya. "Ibu hanya bisa berdoa, semoga kalian bahagia dunia dan akhirat."
Senyuman terindah dia lukiskan di wajahnya. Dirangkul pula tubuh ibu tersayangnya. "Terima kasih, Ibu. Terima kasih karena selalu ada untuk Sultan, baik itu dalam keadaan sukar sekalipun."
"Sultan tidak perlu berterima kasih, itu sudah tugas Ibu menjadi Ibumu. Ibu sangat menyayangimu, Nak."
"Sultan juga sangat menyayangi Ibu."
Tangis haru berbaur dengan tiupan angin yang sepoi-sepoi mengalir dari rooftop rumah. Tak hanya membawa bising kelembutan yang menerpa, angin pun juga mengabarkan kebahagiaan yang teramat diidamkan Sultan. Bersanding dengan perempuan yang selalu dia sebut dalam doanya, meski sebelum-sebelumnya dia tahu bahwa Ratu punya Prabu dalam kehidupannya.
Terima kasih untuk satu doa yang kupinta Ya Rabbi. Hamba tidak pernah menyangka bila takdir membawa hamba kembali bertemu bahkan bersatu dengan perempuan yang hamba cintai setelah Ibu hamba. Lengkap sudah rasanya. Terima kasih Ya Rabbi ... terima kasih.
🍁🍁🍁
Ratu menatap cermin besar dalam-dalam. Kain kerudung yang berada di tangannya pelan-pelan dia kenakan untuk menutupi mahkota hitamnya.
"Bismillahirahmanirahim," ucapnya mengurangi senyuman penuh keyakinan untuk mengenakan hijab dari detik itu sampai ajalnya menjemput.
Penampilan Ratu bermetamorfosis sudah. Tampak aura syahdu nan menentramkan hati bila melihat penampilan perempuan yang selalu berpakaian kurang bahan itu kini berubah lebih syar'i.
"Semoga Ratu bisa istiqamah Ya Allah. Aamiin."
Setelah usai merubah penampilannya. Ratu beranjak turun dari kamar dan menyambangi kedua orang tuanya juga kedua temannya, Bayu dan Kristal yang tengah sarapan bersama. Kedua temannya ada karena hari ini akan diadakan konferensi pers setelah kabar pernikahan Ratu dan Sultan mulai menyebar dari mulut ke mulut usai foto-foto mereka yang tengah berada di butik baju pengantin beredar.
Semua mata tertuju pada langkah Ratu yang menuruni tangga. Mata mereka sampai-sampai tidak bisa berkedip melihat perubahan yang mencengangkan dari seorang Ratu Berliana.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu. Pada sarapan ya?" tanya Ratu bersikap biasa-biasa saja.
Semua orang yang ada di meja makan kocar-kacir seketika tingkahnya.
"R-Ratu? Gue nggak salah liat kan? Ini beneran lo?" tanya Kristal mendekati Ratu yang masih berdiri.
"Iya lah, siapa lagi kalau bukan gue?" balas Ratu menarik kursi dan ikut duduk bersama mereka.
Ratu melihat sekilas mamanya yang masih tidak percaya akan perubahan penampilan putrinya. "Mama kenapa melihat Ratu seperti itu? Ratu nggak cocok ya pakai beginian?"
Lia menggeleng. "Ratu cantik pakai jilbab. Ya ... kami cuman syok aja melihat putri kesayangan Mama berubah secepat ini. Mama kita kamu akan berhijab setelah menikah."
"Iya Ratu. Papa juga tidak percaya kalau putri Papa berjilbab sekarang."
Ratu tersenyum. "Ratu berjilbab pun juga ingin menyelamatkan Papa dan suami Ratu nanti dari azab neraka. Kata Sultan, bila perempuan enggak menurut auratnya meski satu helai rambut saja, maka ayah dan saudara laki-lakinya akan dijatuhkan ke dalam neraka. Maka dari itu, Ratu ingin berjilbab dari sekarang dan selamanya," jelas Ratu membawa haru pada kedua orang tuanya.
Amran mengangguk paham. "Terima kasih, Sayang."
"Sama-sama, Pa. Nah, maka dari itu, Kristal juga harus berjilbab!" Sorotan Ratu langsung tertuju Kristal yang sedari tadi menyimak. Sontak saja, mendengar ungkapan Ratu itu, Kristal dibuat tersedak.
"Tal, lo oke?" tanya Bayu yang duduk di samping Kristal. Kristal hanya mengangguk mantap sambil berusaha mengendalikan batuk.
"Kok gue?" tunjuk Kristal pada dirinya sendiri.
"Iyalah. Lo mau bokap lo masuk neraka?" tanya Ratu berharap temannya itu mau menurut.
"Ya enggak. Tapi ...."
"Tapi apa?" Ratu beralih duduk di samping Kristal.
"Gue belum siap," singkat Kristal menjawab.
Ratu dibungkam sejenak sambil memikirkan jawaban yang pas. "Ya ... dulu gue juga berpikir kalau gue nggak siap atau belum siap. Tapi Sultan pernah tanya, kalau enggak siap-siap terus, lalu siapnya kapan? Sampai ajal jemput? Kalau udah mati nggak jadi berubah dong."
Benar-benar. Kristal pun juga orang-orang yang duduk dimeja makan seakan tidak mengenali Ratu lagi. Setelah hari-hari menjelang pernikahannya dengan Sultan digelar, Ratu menunjukkan perubahan besar.
"Ya udah deh, gue berjilbab sekarang, ya itu pun karena lo ya," kata Kristal pasrah.
"Kok karena gue? Karena Allah dong," balas Ratu membuat Kristal sedikit berdesis.
"Iya-iya. Karena Allah."
"Alhamdulillah," seru semua orang.
Pandangan Ratu beralih ke mamanya. Senyuman penuh arti mengarah cepat ke Lia. "Mama juga ya?" bujuk Ratu.
"Mama juga?" Ratu mengangguk. "Iya-iya. Apa sih yang nggak buat putri kesayangan Mama ini."
"Terima kasih, Ma, Pa. Juga semuanya," ujar Ratu mengembangkan senyumnya.
🍁🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu & Sultan [Selesai]✓
Novela Juvenil[Romance-Religi] "Sultan, Ratu cantik nggak kalau pakai jilbab gini?" tanya Ratu antusias. "Cantik. Tapi hijab tidak dipergunakan untuk mempercantik diri, melainkan menutupi kecantikanmu," balas Sultan melarikan diri dari hadapan Ratu. ~~~ Start : 1...