Happy reading!🙆♀
"Bagaimana dok keadaannya?" tanya Maya setelah dokter itu keluar.
Dokter muda itu tersenyum pada Maya. "Semuanya akan membaik. Kamu cukup tenang dan lebih memperhatikan lagi kesehatannya. Jangan terlalu dipaksa ya, ingatannya akan membaik kok." Ujarnya, sembari menepuk bahu gadis itu.
Maya menunduk lesu.
Gara gara gue semuanya berantakan. Mungkin aja kalo gue ga berhubungan dan nyari dia, semuanya ga akan kaya gini. Pasti Bimo bahagia sekarang.
"LO APAIN BIMO?!!" teriak Cindy didepan wajah Maya. Cewek itu datang tiba-tiba dan mencengkeram kerah baju Maya seperti kesetanan.
Maya bahkan ga sanggup buat jawab.
Plak!
Maya meringis ketika tamparan itu mendarat pada pipinya. Dirinya pantas mendapatkan itu, ucapnya dalam hati.
"Lo tau gak sih. Bimo punya penyakit diparu-parunya sejak dia duduk dibangku SMA, tapi dengan gampangnya lo dateng tiba-tiba dan ngerusak kehidupannya!!"
Maya tak berani menjawab. Bukan tak berani, melainkan rasanya apa yang diucapkan oleh Cindy adalah semuanya benar.
Kalau saja Maya tak masuk dalam kehidupan cowok itu, mungkin dia sudah bahagia bersama Cindy dan juga sahabatnya.
Maya memang perusak.
"Lo tuh cuman parasit dihidup Bimo! Lo gak pantes dampingin dia! Lo tuu cuman pendatang yang bahkan gak tau apa-apa tentang dia! Lo pikir siapa yang nemenin dia pas terpuruk? SIAPA HAH?! GUE MAY, GUE!!" amuk Cindy.
Badan Maya menubruk dinding dibelangkangnya karna ulah Cindy.
Rasa sakit di punggungnya tidak sebanding dengan hati.
"CINDY! LO APAANSIH?!" Arka menarik lengan Maya dari cengkraman Cindy dan membawanya kebelakang badan dia.
"Dia perusak!! Gak pantes hidup lo! Bisanya cuman nyusahin Bimo doang!!"
"Cindy stop. Lo bener, lo emang yang nemenin temen gua pas dia sendiri, pas dia terpuruk. Tapi lo gak inget siapa yang ninggalin dia duluan? Lo kan yang buat dia kecewa dengan pacaran sama cowo lain disana? Jadi, siapa yang salah? Gua tanya!" rahang Arka menegas.
Cindy berdecak. Terus memungut plastik yang berisi buah-buahan yang tadi terjatuh. Bergegas membuka pintu terus masuk keruangan Bimo tanpa meninggalkan sepatah kata pada mereka berdua.
"Ga perlu takut May. Sekarang mending lo tenangin diri dulu, apa mau gua temenin?" Maya membalasnya dengan gelengan.
"Thanks, Ka. Gue pergi dulu,"
Arka mengangguk. "Hati-hati, apa mau gua anter?"
"Ga usah."
Arka menepuk pundak cewek yang udah dia anggep adiknya sendiri itu. "Ga usah khawatir, Bimo tuh kuat bentar lagi juga balik lagi ingatannya. Lo jangan nyerah May, Bimo butuh lo."
Maya senyum paksa. Terus keluar dari rumah sakit. Ga tau mau kemana langkah kakinya membawa tak tentu arah.
Jalanan kota Surabaya sedang lenggang sekarang. Ga tau tumben aja. Cuacanya juga mendung pas banget untuk sad girl kaya Maya gini. Mana kaya gembel lagi pakenya kaos soft pink, jeans sama jaket item yang dia sampirin dibahu.
Tiba-tiba ponsel yang ada digenggamannya bunyi terus. Maya lagi males ngomong sebenernya, tapi kali ini deringnya udah ke 5 kali dari nomor yang gak dia kenal.
