HALLO APAKABAR????
______
"MAYA?! LO APAIN ADIK GUE BANGSAT?!!" Riyan menarik kerah Arka yang saat itu telah meletakkan tubuh Maya diatas sofa ruang tengah.
"Yan, Yan, bukan gue pelakunya!" ujar Arka sembari memegang tangan Riyan untuk melepaskannya.
"Kalo bukan elo siapa lagi? Lo kan yang bawa adik gue?!" emosi Riyan tersulut. Tangannya enggan lepas dari kerah kemeja Arka. Cowok tersebut bisa mati tercekik.
"Lepasin dulu! Gue jelasin!" ujar Arka. Perlahan ia menarik Riyan untuk duduk disofa yang berhadapan dengan Maya yang tak sadarkan diri.
Arka menarik napasnya. Sialan si Riyan, gue hampir mati. Ujarnya dalam hati. Kekuatan Riyan emang tak tertandingi, cowok itu pernah belajar taekwondo soalnya. Bahkan pernah meraih kejuaran sekabupaten.
"Jelasin ke gue sekarang. Kalo lo salah gue gak bakal lepasin elo." tegas Riyan dengan sorot matanya yang sangat tajam.
"Gue baru pulang futsal sama anak ekonomi, lo juga kenal kan sama si Wawan? Nah pas pulang kita-kita ke alfamart, tiba-tiba ponsel gue bunyi, ada yang nelfon dari nomor gak dikenal. Gue angkat, ternyata itu Bimo! Dia masih hidup! Gue gak percaya tadinya, tapi dia minta ketemu sama gue. Gue disuruh ke kelab malam, tadinya gue pikir kenapa nih bocah tiba-tiba nyuruh gue ke sana. Gue disuruh ke lantai atas dan juga disuruh buat nolongin Maya yang saat itu---" Arka menggantungkan ucapannya.
"SAAT ITU APA?!" pelotot Riyan.
"Maya mabuk parah, dan gue nemuin dia sama cowok---"
"BRENGSEK!" Riyan mengepalkan tangannya kuat-kuat sampai memutih. "Lo tau siapa cowok itu?" tanya Riyan.
"Dia temen pacarnya Luna. Yang gue tau, Luna ini anak sastra juga." ujar Arka.
"Sialan. Gue tau, dia cewek yang akhir-akhir ini temenan sama Maya. Dari awal juga gue gak setuju Maya temenan sama tuh orang. Cuman bawa dampak buruk doang buat adek gue." sahut Riyan. "Tadi lo bilang Bimo? Dia masih hidup? Ngelawak lo Ka, jelas-jelas kita dapet kabar kalo dia udah meninggal." cowok itu terkekeh.
Arka berdecak. "Gue serius, bego. Gue sendiri yang ketemu sama dia. Kakinya aja masih napak tanah."
"Lah berarti dia bohongin kita-kita, termasuk Maya juga??" Arka mengangguk mendengar pertanyaan temannya itu.
"Hm, katanya sih ada alasan buat dia ngelakuin itu. Gue gak berhak buat ceritain, biar dia aja yang ketemu langsung sama lo dan juga Maya." Arka beranjak dari duduknya.
"Gue pamit dulu, lo gak usah marahin Bimo. Gue tau yang dilakuin dia salah, tapi, yang dia lakuin juga demi Maya." Arka menepuk pundak Riyan.
Riyan hanya terdiam. "Pulang lo? Hati-hati. Thanks udah bawa Maya kesini." balasnya.
Malam semakin larut. Cowok dengan setelan jaket bomber berwarna hitam itu sedari tadi memperhatikan rumah bercat cream didepannya sembari berharap cemas dengan keadaan seorang gadis disana.
Seorang cowok keluar dari rumah tersebut. Masih dengan stelan jersey kebanggaannya yang berwarna biru tersebut. Ia menyeka keringatnya. Matanya bertemu dengan netra cemas sahabatnya, kemudian ia tersenyum. "Gak usah khawatir, Maya udah aman. Mending lo temuin dia, dari tadi Maya manggil-manggil nama elo terus." Arka terkekeh.
"Serius?" tanya Bimo.
Arka mengangguk. Lalu menepuk bahu Bimo. "Jagain dia buat gue ya Bim? Gue rasa udah gak ada tempat buat gue dihati Maya. Karena hati dia kayanya sepenuhnya cuman buat lo doang." lagi-lagi cowok itu terkekeh.