Gadis yang terbaring lemah di brankar itu menepuk tangan laki-laki yang berada disela-sela jemarinya. Ia menatap cowok yang akhir-akhir ini menemaninya dengan tatapannya yang teduh dan selalu khawatir jika Cindy ingin melakukan hal-hal kecil seperti mengambil gelas misalnya.
Bimo takut, seseorang yang ia sayangnya ini sedang melawan penyakit yang sudah menyerangnya sejak kecil. Bimo tak tega melihatnya terbaring lemah diranjang rumah sakit ini.
Cindy tersenyum memandangi wajah lesuh laki-laki itu. "Lo ga seharusnya ada disini Bim sampe rela nunda skripsi. Lo juga harus pikirin cewek lo. Kasian Maya, pasti dia nyari elo."
Bimo menggeleng. Masih dengan posisi merebahkan kepalanya sembari mencium tangan Cindy yang saling bertautan dengannya. "Mending gue nemenin elo disini aja."
"Lagian gue udah cari alasan biar dia ga hubungin gue lagi." lanjutnya.
"Alasan?" Cindy sedikit menegakkan duduknya.
"Hm, gue bilang kalo gue mati--"
"Bim, lo gila?!" cewek itu membelalakan matanya, lalu melepaskan tangannya dari tangan Bimo. Bimo cuman menaikkan sebelah alisnya.
"Gak gitu juga Bim.. Pasti dia lagi setres banget sekarang. Mending lo samperin Maya deh!"
Bimo terlihat kebingungan. Perkiraannya Cindy bakalan seneng kalo dia kaya gini. Tapi nyatannya enggak.
Bimo meraih kedua lengan Cindy. "Gue cuman mau nemenin lo tanpa ada yang ngeganggu Cin, emang salah?"
"Salah, lo salah. Gila lo Bim! Jelas-jelas Maya tulus banget sama lo, tapi lo permainin terus. Gak nyangka gue punya temen kaya lo!" Cindy berusaha melepas lengannya dari jangkauan Bimo.
"Tapi gue sayang sama lo Cin?" ujar Bimo.
"Sayang lo sebatas sahabat sama gue Bim. Dan sayang lo itu karena ada alasan. Alasannya karena lo kasian sama gue karna penyakit ini kan? Gue udah tau Bim.."
"Kanker gue yang tumbuh sejak kecil, dan lo tau betul kalo gue suka sama lo dulu, jadi lo milih buat pacaran sama gue biar gue seneng kan?"
"Dan sekarang gue udah sadar Bim, gue gak ada hak buat maksa lo. Perasaan gue sama lo juga udah hilang. Gue seneng sekarang lo masih ada perhatian sama gue, tapi gue sadar, seharusnya lo disini sama Maya. Bukan balik lagi sama gue, sedangkan pacar lo disana pasti kebingungan."
"Cin?"
"Lo laki-laki paling berengsek yang gue tau kalo lo gak temuin Maya dan minta maaf atas semua yang lo lakuin selama ini."
"Gue tau lo beneran tulus ke Maya. Dan sekarang gue mohon banget lo temuin dia dan minta maaf, lo sama Maya berhak bahagia Bim."
"Jujur, dulu emang gue sayang banget sama lo, Bim. Lo tau kan, cuman lo satu-satunya yang mau temenan sama cewek cupu kaya gue? Gue seneng banget dulu punya temen. Dan gue mulai menaruh hati sampe gue obsesi sama lo, dan lo mau jadi pacar gue--itu juga karena paksaan Papah gue kan? Dan Papah ngomongin soal penyakit gue? Udah ketebak, Bim. Gue obsesi banget dulu sama lo, sampe pas kita ldr dan putus karena gue deket sama temen fakultas gue, lo deket sama cewek di roleplayer. Terus lo jadian, sebenernya gue masih gak rela waktu itu. Padahal jelas-jelas gue duluan yang salah selingkuh dari elo. Sorry buat semuanya ya?"
"Kalo ada kesempatan juga gue minta lo buat bawa Maya kesini, gue mau minta maaf banget buat semua kekacauan yang gue buat diakhir-akhir hidup gue ini."
"Kalo sampe gue mati sebelum gue minta maaf---pasti Allah murka banget ke gue ya? Hahaha.."
Bimo mengelus kepala Cindy, "hussh.. Ngomong apa sih lo, ngelantur. Udah nih dimakan buburnya." mereka berdua terkekeh mencairkan suasana.
"Bim, pokonya gue bersyukur ketemu lo didunia ini. Dan gue bersyukur punya sahabat kaya lo." senyum Cindy.
"Iya, iya, nih makan. Aaaa..." Bimo menyuapi Cindy dengan telaten seperti seorang kakak yang sedang menyuapi adiknya.
Cindy menahan tangan Bimo, "tapi inget ya Bim, elo harus temuin Maya secepatnya!"
"Iya baweeelll.. Dah makan yang banyak, badan elo kurus kering gini mana ada yang demen entar." kata Bimo.
"Janji jangan sakitin Maya lagi?" ucap Cindy.
Bimo mengangguk. "Iya."
"Besok lo balik ke Indo lagi, ya?" ujar Cindy kembali. Bimo hanya tersenyum sembari mengangguk.
Bimo sekarang berada di Singapur untuk menemani Cindy. Padahal gadis itu tak memintanya agar Bimo mengunjunginya sampai rela menunda skripsi. Mungkin Papah Cindy yang memintanya. Cindy memang tak punya siapa-siapa lagi kecuali Papahnya dan Bimo. Maka dari itu, meski ada sedikit kekecewaan pada Cindy karena pernah ada cekcok dengan Maya. Tapi Bimo memang sayang pada Cindy, mungkin sebagai kakak-adik mulai sekarang.
"Lo jangan pergi Cin.. Gue sayang sama lo, lo jangan pernah ngerasa sendiri. Gue selalu ada buat elo." Bimo mengelus rambut Cindy dengan posisi cewek itu yang sekarang duduk. "Kalo sakit bilang ya? Gue mau nemenin lo terus.."
"Anjir jadi melow gini dih, cengeng lo Bim!" Cindy meninju lengan Bimo.
Ya gitulah, jujur sebenernya iya dulu cuman Bimo yang mau temenan sama Cindy. Itu juga karena Cindy cerita dengan sangat amat antusias ke Papahnya soal Bimo yang anaknya pinter, juara kelas, suka main bola. Semua tentang Bimo selalu Cindy ceritakan pada sang Papah. Bisa dibilang cinta pertama Cindy adalah Bimo. Bukan, kayanya Cindy obsesi pada Bimo. Sampai saat semester akhir sekolah menengah pertamanya Cindy drop parah, dan Papahnya meminta Bimo untuk menjaga putri kesayangannya ini. Bimo awalnya menolak, tapi Papah Cindy membujuk kedua orang tua kandung Bimo agar anak itu mau. Karna Bimo hanya satu-satunya penyemangat Cindy, dan akhirnya Bimo menyetujuinya lalu menjadikan Cindy sebagai pacarnya.
Mereka menjalin hubungan itu lebih dari 4 tahun. Kadang Bimo tersiksa dengan hubungan itu. Dia hanya menganggap Cindy sebagai adiknya, sedangkan ia dituntut untuk mencintai gadis yang sudah ia anggap sebagai adik itu. Sampai saat Cindy mengabarinya kalau dia akan pindah ke Jakarta karena paksaan pekerjaan Papahnya, disitu Cindy setres. Bimo juga sama, Bimo khawatir akan keadaan gadis itu. Walau mulutnya berkata kalau gadis itu pacarnya, tapi tetap saja hatinya tidak bisa bohong kalau dia hanya menganggap sebagai adik perempuannya.
Bimo bersyukur mengetahui Cindy mempunyai pacar disana. Walau dia takut kalau pacar---atau selingkuhannya itu bertindak kasar pada Cindy. Dia takut adik perempuannya dilukai oleh laki-laki. Sedangkan Bimo tidak bisa menjaganya dengan jarak dekat.
Dan saat Cindy datang kembali untuk kembali dengan Bimo, Bimo sudah tau kalau yang mengaku-ngaku sebagai Maya adalah Cindy. Jelas-jelas Bimo tidak benar-benar amnesia waktu itu.
Bimo tersenyum. "Lo ga boleh ninggalin gue Cin, gue gak mau kehilangan orang-orang yang gue sayang lagi. Lo harus kuat ya?"
"Gue janji bawa Maya kesini." ucap Bimo.
