50.

709 111 20
                                    

YEAYY SEMAKIN MENDEKATI END HEHEHE

Btw tiati part ini rada rada nganu! Tapi gak nganu nganu banget kok




"Sudah Nak Bimo, tidak apa-apa saya sendirian disini. Cindy kan yang meminta Nak Bimo untuk pulang dan kembali?"

"Cindy cerita semuanya ke saya saat Nak Bimo tertidur. Dan maaf selama ini saya salah untuk hal itu, saya terlalu memanjakan anak saya ternyata."

"Kalau saja waktu itu saya tak memaksa Nak Bimo, mungkin Nak Bimo tidak pernah terkekang oleh sifat anak saya.."

"Saya minta maaf sebesar-besarnya.." Bimo menahan tubuh pria paruh baya itu agar tidak berlutut padanya.

"Gak usah kaya gini Om, saya senang bisa membantu keluarga Om. Saya juga sudah menganggap Cindy seperti adik saya sendiri. Om sama Cindy sehat-sehat selalu ya?" Bimo membantu Papah Cindy agar bisa berdiri.

"Tapi saya pulang untuk menjemput seseorang, Om. Saya akan kembali kesini bersamanya. Ini juga salah satu permintaan Cindy." Papah Cindy mengangguk paham mendengar ucapan Bimo. "Ya sudah kalau gitu saya berangkat dulu ya Om?" Bimo menyalimi tangan Papahnya Cindy.

"Semoga Cindy tetap setabil keadaannya." ujar Bimo. "Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam.." balas pria paruh baya itu. "Oh, Nak Bimo! Sebentar!" panggilnya.

Bimo menoleh. "Ini, buat Nak Bimo. Saya sangat berterimakasih Nak Bimo datang jauh-jauh kesini untuk menjaga Cindy." ujar Papah Cindy.

Tangan Bimo merasakan adanya sesuatu. Saat ia melihatnya, itu adalah amplop coklat berisi uang dengan nominal yang sangat banyak. "Gak usah Om, ini sangat berlebihan. Saya ikhlas untuk menjaga anak Om. Cindy sudah seperti adik saya sendiri, jadi tidak mungkin saya menerima ini. Mending uangnya Om tabung buat biaya berobat Cindy saja."

"Terimakasih Nak Bimo, Cindy beruntung mempunyai teman seperti Nak Bimo." Papah Cindy menepuk-nepuk pundak Bimo.

Bimo tersenyum. "Saya pamit dulu ya Om?" Papah Cindy mengangguk. Memgantarkan sahabat dari puterinya ini sampai ke lobby. Lalu laki-laki itu dijemput oleh orang suruhannya.

Bimo melambaikan tangannya, lalu keluat dari pekarangan rumah sakit. Sengaja ia memilih malam untuk penerbangannya agar besok sudah bisa masuk kuliah.

Selang beberapa waktu Bimo sudah berada didalam pesawat. Ia tengah melamun.

Apa Maya akan memaafkan dirinya? Atau malah pura-pura tak mengenalnya?

Kata-kata Bimo waktu itu sangat menyakiti perasaannya pasti. Apalagi putus hanya karena alasan 'bosan' itu sangat konyol.

Maya sedang apa sekarang?

Apakah hubungannya masih bisa diperbaiki?

Atau mungkin gadis itu sudah mempunyai pasangan yang baru dan lebih baik dari Bimo?

Kalau mungkin iya, Bimo harus mengikhlaskannya.

Tapi perasaannya untuk Maya tak pernah hilang. Masih sama seperti dulu. Bahkan Bimo tak pernah ada niat untuk menggantikan sosok Maya dihatinya.

"Maaf May, ternyata perasaanku untuk Cindy itu hanya sebatas kakak-adik, tidak akan pernah lebih."

"Karena, itu hanya untuk kamu, bukan yang lain."

"Semoga peranku dihidupmu belum digantikan.."

Bimo menyudahi lamunannya kala seorang pramugari menawarkan makanan untuknya. Setelah makan ia memilih untuk membaca novel yang pernah diberikan Maya. Novel itu bukan hanya sekedar kisah dramatis remaja saja, tapi ada makna kehidupan didalamnya. Bimo juga heran ternyata Maya suka terhadap novel-novel seperti itu.

BOT ; HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang