"Saya gak tahu pasti, pak, apa yang terjadi sama Minhee. Pas saya istirahat, saya kira dia juga istirahat. Tapi, nyatanya gak gitu. Saya gak tahu dia ke mana dan ngapain aja sampe saya dengar terikan itu.”
Wonjin menyelesaikan ceritanya dengan ekspresi ketakutan.
"Terus, kamu ngapain setelah dengar teriakan itu?" pak Jinhyuk yang juga masih ada di ruangan itu berusaha mencari tahu apa yang terjadi selanjutnya.
“Saya bangun dan nyariin sumber suara itu. Tapi, saya gak nemuin siapa-siapa. Gak ada Minhee atau orang lain. Bahkan gak ada tanda-tanda kalau ada orang lain di situ selain saya.”
Pak Jinhyuk dan pak Wooseok terdiam. Minkyu juga diam dan hanya mengelus pelan pundak Wonjin karena pujaannya itu masih menangis dengan pelan. Eunsang masih mematung di tempatnya. Ia belum mengeluarkan satu suarapun sejak ia tiba di rumah kepala desa hingga Wonjin selesai dengan ceritanya. Sekali lagi, hal ini terlalu sulit bagi Eunsang.
Sementara itu, yang paling terlihat kalut adalah Taeyoung. Lelaki itu bahkan tak bisa duduk tenang dan terus bergerak seperti cacing kepanasan.
"Pak, ini gimana? Saya harus bilang apa ke tante sama om? Saya gak bisa jagain kak Minhee dengan baik," Taeyoung terus menggumamkan kalimat-kalimat itu dalam kekalutannya, membuat kedua guru itu hanya mampu menatapnya iba.
"Jangan terlalu dipikirin. Ini kecelakaan. Gak ada yang bisa nebak kalo bakal ada kecelakaan," pak Wooseok, berusaha menghibur Taeyoung.
“Tapi pak, gak ada yang tahu apa yang terjadi sama kakak saya. Dia jatuh ke hutan atau diculik, gak ada yang tahu. Kalo kayak gini, gimana saya gak mikirin dia?”
Pak Wooseok menghela nafas kecil. Apa yang Taeyoung katakan benar. Tidak ada yang tahu pasti tentang kejadian yang menimpah Minhee. Dan untuk berbagai alasan, mereka tak bisa tenang begitu saja!
"Kalau gitu, sekarang kita berdoa biar dia bisa ditemuin, ya? Sekarang beberapa guru, Yunseong sama teman-teman panitia lagi berusaha buat nyariin dia."
Taeyoung hanya diam. Ia tidak tahu harus bicara apalagi. Dan untuk beberapa saat, ruangan itu hanya dipenuhi kesunyian.
"Kalau gitu, saya juga mau nyariin kakak saya, pak," suara Taeyoung kembali terdengar. Lelaki itu bahkan sudah beranjak dari duduknya.
"Diam di situ, Kim Taeyoung!" itu Eunsang yang baru saja membuka suaranya, "Gue gak bisa ngadepin om Daniel sama tante Jihyo sendirian."
Taeyoung kembali terdiam. Apa yang Eunsang katakan benar. Jika orang tua Minhee tiba di pulau itu, maka mereka akan menjadi tujuan para orang tua itu. Memang sekolah akan bertanggung jawab dan berusaha bicara pada para orang tua itu. Tapi, baik Taeyoung ataupun Eunsang, mereka sama-sama tahu jika orang yang mereka panggil om dan tante itu akan tetap mempertanyakan itu pada mereka selaku orang terdekat Minhee di sekolah.
"Dan gak ada yang bisa nyari kamu dengan cepat ke sana,” lanjut guru pak Jinhyuk.
Hanya berjaga-jaga. Berlari dari rumah kepala desa ke bukit itu bukan masalah gampang. Dan pak Jinhyuk tahu bahwa akan memakan waktu lama untuk memanggil Taeyoung jika orang tua Minhee tiba dan lelaki itu tidak ada di situ bersama mereka.
"Gimana?"
Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari arah pintu membuat semua yang ada di ruangan itu menoleh ke sana. Nampak kepala desa berjalan masuk dengan istrinya yang mengekor di belakang pria paruh bayah itu. Di tangan si istri kepala desa ada sebuah nampan yang berisi sebuah teko keramik dengan beberapa cangkir kecil.
Pak Jinhyuk berdiri untuk menyambut pria paruh bayah itu dan kembali duduk di samping Taeyoung setelah pria itu duduk. Istri pria itu kini sibuk menuangkan teh dari teko yang dibawahnya ke dalam cangkir-cangkir itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/236445379-288-k591643.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HUMAN OR GHOST || HwangMini
Hayran KurguKang Minhee tidak dapat mengatakan jika dirinya adalah manusia karena ia bahkan tidak terlihat oleh siapapun. Namun, ia juga tidak bisa menyebut dirinya hantu karena ia tidak bisa menghilang, menembus dinding atau berkeliaran dan mengganggu orang se...