"Sheya!"
Pintu tiba-tiba terbuka, menampilkan sesosok yang tersenyum lebar seraya membawakan kresek putih besar.
Aku membuang muka.
"Liat, gue bawa apa?"
Aku tidak menggubris, atau lebih tepatnya tidak mau merespon?
"Sheya."
"Shey, liat gue."
"Shey!"
Dia berteriak nyaring, membuat telingaku kembali berdengung, sakit.
"Gue minta maaf."
Minta maaf?
"Gue akuin gue salah."
Sa-lah?
"Gue nggak anterin lo ke terminal kemaren."
Terminal apa?
"Shey!" Dia kembali berseru. Aku memilih membuang muka.
"Lo kok berubah sih belakangan ini?"
Berubah belakangan ini?
Entah kenapa kalimat itu terasa sensitif di telingaku.
Pintu kembali terbuka, masuklah beberapa cowok asing yang sama sekali tidak kukenal.
"Udah gue bilang, Sheya ngambek sama lo. Lo sih, nggak mau nganterin dia ke terminal kemaren."
Cowok putih yang tadi mengacauku mendelik kesal. "Diem deh lo! Sheya tuh cuma mogok bicara, iya kan Shey?" Dia menatapku seolah meminta pendapat. Namun aku tidak perduli dan mengalihkan tatapan.
"Tuh kan! Sheya marah sama lo."
"Dih, berisik banget sih lo. Kalau emang Sheya marah sama gue ya udah, nanti bisa gue imingin donat."
Aku masih diam, tidak berniat berbicara apalagi meresponi mereka.
"Shey," panggil salah satu dari mereka sambil berjalan ke arahku. Aku berusaha tidak terkecoh, namun entah mengapa aku tidak bisa bila tidak menatapnya.
Hingga akhirnya tindakanku berbanding terbalik dengan hatiku, aku melirik ke arah dia.
Dia tampak memasang air muka tajam. Tangannya juga ia silangkan di dada. Semula aku ingin mengabaikan dia, tetapi apa yang ia lakukan membuatku cengo.
Dia menyentil keningku menggunakan wajah datar.
"Lo tau apa yang udah lo perbuat?"
"...."
"Lo bikin kita semua khawatir! Udah gue bilang jangan pergi, tapi lo keras kepala."
Aku membatu, merasa terintimidasi dengan nada suara itu. Terlebih nuansa berubah hening melengang.
Aku termenung, merasakan raut datarnya tertuju ke arahku.
"Sekarang cepet minta maaf ke kita semua."
Aku masih terdiam, tidak sanggup mengeluarkan sepatah-katapun.
"Shey." Nada suaranya berubah seperti menahan geram.
Tanpa kusadari aku meneguk saliva sulit, aku berubah panik. Apalagi menyadari empat cowok tengah menatapku dengan tatapan penuh selidik.
Aku merasa tidak pernah mengalami ini.
"Shey, jangan biarin gue ngehukum lo."
"Ngehukum?" batinku.
"Shey."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brothers | ENHYPEN✓
FanfictionChoi Sheya terbangun di rumah sakit seusai koma. Saat pertama kali membuka mata, beberapa cowok dengan wajah rupawan nyaris sempurna mengaku sebagai sosok Abangnya. Anehnya, Sheya tidak mengenal mereka. Dan yang lebih buruk lagi ia tidak mengenal di...