"Besok Sheya udah sekolah, apa ada sesuatu yang mau Abang beliin?"
Aku memelankan aksi kunyah saat Bang Heeseung bertanya sambil menatap ke arahku.
Tidak hanya itu, kini aku menjadi pusat pandang ketujuh cowok yang duduk di satu meja makan bersama. Ya, hari ini mereka komplit tanpa kekurangan satu-pun, sebab ini adalah akhir pekan, mungkin mereka libur atau tidak memiliki kegiatan lain.
"Emm?" gumamku seraya terus mengunyah, pelan. "Kayaknya nggak ada." Diam-diam ekor mataku melirik Jake, mengingat kejadian semalam---dimana aku menyerahkan semuanya pada Bang Heeseung---dan ia tampak santai, tidak ada aura dendam yang ia pancarkan terhadapku.
Syukurlah.
"Beneran nggak ada?"
Aku menoleh pada Bang Heeseung. "Iya, barang-barangku masih lengkap kok."
Bohong.
Padahal kenyataannya aku belum memeriksa apakah ada yang kurang atau tidak.
Tapi biarlah, supaya aksi tanya-jawab ini usai dan mereka tidak lagi melihat-lihat ke arahku.
Aku melanjutkan kegiatan sarapan. Begitu juga dengan mereka.
Sarapanku hampir habis, aku makan dengan lahap.
"Kapan terakhir kali nafsu makan Sheya sebanyak ini?" celetuk Suno kala melihat nasi di piringku tersisa sedikit.
Sontak aku memperlambat kunyahan, kuarahkan pandangan padanya. Dia turut membalas tatapanku.
"Kenapa? Nggak boleh?" sinisku. Memang cowok bernama Suno ini terlihat begitu manis, tetapi kelakuannya diluar kata mengesalkan.
Lihat saja, kini dia tersenyum lebar, matanya yang sipit bertambah sipit, wajahnya yang putih seakan bersinar tatkala ia tersenyum. Bak malaikat. Namun bagiku dia tidak lebih dari kembaran Lucifer.
"Nggak pa-pa sih, cuma belakangan ini tingkah lo banyak berubah. Sebelumnya porsi makan lo itu sedikit banget." Ia mengatakannya sambil tersenyum, aku merasa tengah dicibir tetangga.
"Oh ya? Kalau gitu gue mau nanya, emang porsi makan seseorang itu selalu tetap? Apa nggak bisa berubah? Gue liat-liat juga porsi makan lo sedikit banget, nggak sesuai buat asupan bibir lo yang asyik nyinyir mulu."
Ups.
Aku menyuarakan kekesalan hati yang sedari kemarin kupendam. Mendadak nuansa terasa mencekam. Para Abangku bahkan berhenti mengunyah dan mengarahkan seluruh pusat perhatian mereka padaku. Dan sekarang aku dilanda kecanggungan.
Aku tau bahwa aku telah salah bicara.
Tetapi---apakah sampai begini? Jangkrik pun tidak berani bersuara dalam situasi seperti ini.
Perlahan kuedarkan pandangan hingga manikku bertemu dengan manik Niki, ia tampak melotot ke arahku.
Apa?
Kenapa?
Aku salah apa?
"Porsi makanan gue sedikit karena gue nggak makan banyak," celetuk Suno lagi, ia kembali mengembangkan senyum, namun terlihat berbeda dari senyum tadi. "Kenapa lo jadi kasar, Shey? Kita nggak pernah ngajarin lo ngomong gitu."
Raut wajahnya mengatakan kepalsuan. Seolah mengisyaratkan sesuatu.
Aku memperhatikannya, sesekali ia menunjuk Bang Heeseung menggunakan gerakan mata. Mengapa? Apa maksudnya?
Hingga aku memilih menatap ke arah Bang Heeseung.
Dan----
"Apa yang kamu bilang tadi?" Tatapan telusuk dari Bang Heeseung langsung menghujaniku. Aku tersentak, tatapan tersebut baru pertama kali kusaksikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brothers | ENHYPEN✓
FanfictionChoi Sheya terbangun di rumah sakit seusai koma. Saat pertama kali membuka mata, beberapa cowok dengan wajah rupawan nyaris sempurna mengaku sebagai sosok Abangnya. Anehnya, Sheya tidak mengenal mereka. Dan yang lebih buruk lagi ia tidak mengenal di...