Happy reading👍
Genggaman Bang Jake membuat jantungku berdegub kencang. Namun bukan genggaman tersebut yang membuat dadaku berpacu gila, melainkan tujuannya. Sekarang langkah kami akan mengarah pada kantin. Ya, kantin. Aku tidak pernah menginjakkan kaki di kantin, selama ini hanya mendekam di dalam kelas. Dan sekarang diriku harus mengikutinya yang membawaku ke sana. Menolak? Aku tidak bisa melakukannya.
Kantin.... Setauku kantin begitu ramai. Berdesakan. Panas. Berisik. Aku tidak mau berada dalam kondisi seperti itu.
"Bang, jangan ke kantin dong," pintaku sambil menatapnya melas.
Dia melirikku sambil tersenyum tipis. "Perut lo kan lagi nggak enak, perlu diisi makanan. Gue tau makanan yang bisa balikin selera lo." Ia mengusap pucuk kepalaku lalu kembali menatap ke depan.
Aku meringis. Tidak ada pilihan lain, aku memang harus pergi ke kantin.
Selama tujuh menit kami berjalan, masih belum tiba di kantin. Aku tidak tau letaknya akan sejauh ini dari koridor kelas.
Saat menyusuri jalan, banyak murid lalu-lalang yang menyapa Bang Jake dan dibalas ramah oleh Bang Jake sendiri. Namun, sebenarnya tidak hanya Bang Jake, aku turut disapa. Tetapi lebih banyak yang menyapa Bang Jake kemudian mereka akan melirikku dan bersiul kecil. Aku tidak tau mengapa mereka bersiul, kala kulihat Bang Jake, ia malah tersenyum.
Aku tak mengerti. Dan seluruh yang menyapa ialah cowok, tidak ada cewek satu-pun.
"Kenapa mereka siul-siul? Godain gue, ya?" Aku memilih bertanya kala seorang murid lagi-lagi melakukan itu.
Bang Jake terkekeh. "Abisnya lo cantik banget."
Aku berkedip. Cantik? Menurutku tidak. Bahkan Wonyoung dan Yujin masih lebih cantik dariku. Ditambah mereka tinggi, memiliki bentuk tubuh bak model. Sempurna. Sementara aku...?
Aku memilih membungkam. Terserah mereka melakukan apa saja.
Semenit kemudian, kami tiba di pintu kantin. Bibirku terbuka lebar, menatap pintu kantin yang begitu lebar. Selangkah demi selangkah kami masuk ke dalam.
Pandanganku langsung beredar, menyisir keadaan kantin. Ternyata dugaanku salah. Kantin tidak diisi oleh keramaian yang menyesakkan. Bahkan ini jauh dari kata berdesakan. Luas. Satu kata yang mendeskripsikan tempat ini. Meski banyak murid, tetapi ini tetap jauh dari kata panas maupun berisik, jendela terbuka lebar di setiap sudut.
Juga, makanannya tersimpan rapi di dalam figuran kaca. Tampak sehat. Terlebih lagi, banyak pegawai seperti chef dimana-mana. Apa mereka yang memasaknya? Mengapa tempat ini bagai tempat yang kulihat di drakor? Apa aku tengah masuk ke dalam syuting drama? Jika benar, dimana kameramennya?
Tanpa sadar aku sudah duduk di salah satu kursi yang tersedia, Bang Jake yang membimbing.
"Gue pesen makanannya bentar." Bang Jake beralih pergi setelah memastikan aku duduk nyaman. Aku menoleh sejenak padanya yang sudah berjalan menjauh, lalu kembali mengedarkan pandangan, memperhatikan seisi kantin atau mencari letak kameramen berada, hingga tanpa disengaja kedua bola mataku menemukan aksi perundungan di ujung kantin, sangat jauh dari tempatku berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brothers | ENHYPEN✓
Hayran KurguChoi Sheya terbangun di rumah sakit seusai koma. Saat pertama kali membuka mata, beberapa cowok dengan wajah rupawan nyaris sempurna mengaku sebagai sosok Abangnya. Anehnya, Sheya tidak mengenal mereka. Dan yang lebih buruk lagi ia tidak mengenal di...