.•♫•Duapuluh tujuh•♫•.

2.9K 381 265
                                    

Waktu seakan merotasi begitu cepat, lima hari sudah terlewati, namun keberadaan Taehyung masih di pertanda tanyakan. Nyonya Kim yang seharian mencari Taehyung pun akhirnya mengistirahatkan dirinya sejenak di sebuah cafe. Guratan lelah pun kentara sekali terlihat di wajah wanita itu. Hatinya terus gelisah setiap kali jarum jam berdetak. Seakan memberi tau pada wanita itu, jika sampai kapanpun Taehyung tidak akan bisa di temukan.

Wanita itu menangkup wajahnya lemas.

"Kau dimana nak?" Gumamnya frustasi.

Tak lama ponsel milik nyonya kim bergetar. Menandakan ada sebuah panggilan masuk.

"Nomer tidak dikenal?" Gumamnya, walaupun demikian, wanita itu tetap mengangkat panggil tersebut.

"Yeoboseyo.."

Mata Yoona seketika melebar.
"Jinjja? Baiklah saya akan kesana, terimakasih atas informasinya."

Setelah menerima panggilan itu, Yoona langsung bergegas meninggalkan cafe.

............................
............................
............................

Seokjin berjalan menjauh dari ruang administrasi. Langkahnya terkesan begitu arogan dengan wajah yang datar dan tatapannya yang dingin. Tidak ada keramahan sedikitpun di wajah tegas pemuda itu.

"Kim Seokjin-ssi..."

Yang disebut namanya berhenti, menatap tanpa minat pada orang yang baru saja memanggil namanya.

"Terimakasih Seokjin-ssi, sudah menolong musuh ayahmu." Ucap Daehyun dengan ramah.

Seokjin tidak mempedulikan ucapan detektif itu, Seokjin kembali melangkah pergi tanpa sepatah katapun.

"Aku tau kau merasa bersalah atas perbuatan ayahmu, maka kau menyelamatkan dan membayar semua biaya pengobatan tuan Nam. Maka, kau pun mungkin akan bersedia menjadi saksi di pengadilan nanti atas kejahatan ayahmu."

Seokjin menghentikan langkahnya kemudian berbalik menghadap Daehyun. Pemuda dengan jas hitam itu menaikkan satu alisnya seraya tersenyum sinis.

"Aku? Menjadi saksi? Terimakasih Daehyun-ssi, aku sama sekali tidak berminat." Desis Seokjin, pemuda itu menatap tajam pada Daehyun sesaat sebelum mengalihkan pandangannya pada pria paruh baya yang tengah duduk di kursi rodanya.

"Syukurlah jika anda sudah pulih, tuan. Sekali lagi maafkan ayahku.." Seokjin membungkukkan badanya

"Ah tidak anak muda, seharusnya aku yang berterimakasih padamu. Terimakasih Seokjin, kau sudah menolongku"

Seokjin tersenyum tipis, membungkuk sekali lagi pada yang lebih tua sebelum melenggang pergi.

"Kim Seokjin seperti tidak memiliki nyawa. Dia begitu dingin dan datar" Celetuk Yeonjun yang kebetulan baru saja datang dengan tas berisi pakaian kotor milik paman Nam. Matanya menatap lekat punggung lebar Seokjin yang kian menjauh.

"Kau belum bertemu dengan adiknya, dia lebih datar dan dingin dari Kim Seokjin" Timpal Lee

"Kalian berkomentar seperti itu karena kalian belum mengenalnya. Kalian ini kenapa jadi mengomentari orang sih, kajja kita pulang" Lerai Daehyun yang kembali mendorong kursi roda milik paman Nam.

...........................
...........................
...........................

Seorang wanita berumur enam puluh delapan tahun itu mengelus surai pemuda tersebut dengan lembut.

"Aku sudah menyuruh suster untuk menghubungi Ibumu, dan sebentar lagi dia akan kemari." Ucap wanita itu lembut.

Pemuda itu tersenyum.
"Harabeoji, halmeoni.. Gomawo"

Blood Sweat And Tears Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang