.•♫•Tujuh belas•♫•.

3.7K 420 59
                                    

“Biasanya, orang yang memiliki potensi paling besar untuk menyakiti kita adalah orang yang paling kita sayangi.”

•••

Namjoon terdiam,  matanya menatap kosong pada televisi yang sedang menyala, pikirannya berkelana begitu jauh seakan bosan berada di tempat seharusnya.

Namja itu menghela nafas kemudian tangannya membuka kotak lusuh yang berada di atas meja.

Isinya hanyalah barang-barang kuno. Seperti foto keluarga yang lusuh, mainan robot dan kenangan masa kecilnya yang lain.

"Aboeji apa kau baik-baik saja?" Gumamnya seraya mengelus foto sang kepala keluarga.

Namjoon sangat ingat, foto itu di ambil saat dirinya berusia tiga tahun dimana keluarganya begitu bahagia. 

Kemudian pandangannya tertuju pada sebuah flashdisk tua yang Namjoon sendiri tidak tau apa isinya. Ia hanya di suruh untuk menjaganya dan memberikan barang ini pada pemiliknya. Yang sebenarnya Namjoon juga tidak tau dimana mereka sekarang. 

Ia ingat saat sang ayah memberikan flashdisk ini untuk yang pertama kalinya. Ketika itu, umur Namjoon baru genap empat tahun. 

Flashback

"Appa mau kemana?"

Pria yang memakai baju supir itu menghampiri sang anak, wajahnya terlihat begitu khawatir dengan perban yang membungkus kepalanya. 

"Appa akan pergi ke pengadilan"

Tangannya meremas bahu sang anak dengan mata yang berkaca-kaca. Mentap lamat sang anak sebelum mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. 

"Ini flashdisk, isi nya begitu penting. Bisakah uri Namjoonie menyimpannya untuk appa?  Jangan ada yang tau karena ini sangatlah penting. Saat umurmu tujuh belas tahun nanti atau setidaknya disaat kau bisa menjaga dirimu sendiri, appa mohon berikan flashdisk ini pada anak tuan Il-sung. Ini foto keluarga mereka. Jika kau menemukan keberadaan anak tuan Il-sung suatu hari nanti, bilang padanya, ini dari paman Nam.  Baiklah jaga eomma selama appa pergi ne"

Namjoon yang saat itu belum sepenuhnya mengerti hanya mengangguk.
"Ini sangat penting dan jangan di beri tau apalagi di kasih ke sembarang orang. Namjoon juga harus memberikan ini pada anak majikan appa suatu hari nanti. Bukankah begitu?"

Pria itu tersenyum
"Ne benar, kau pintar"

Pria itu berdiri dan akan melangkah pergi. Namun sang anak menarik tangannya sehingga mau tak mau pria itu kembali menghentikan langkahnya.

"Kenapa tidak sekarang saja?"

Pria itu tersenyum lembut seraya mengusap surai Namjoon. Kemudian pria itu mengeluarkan benda yang sama dari dalam saku bajunya.

"Terlalu bahaya, appa juga punya satu lagi, yang ini biar appa yang memberikannya. Yang itu hanya cadangan. Namjoon simpan seperti apa yang appa katakan arrachi?"

"Arraseo"

"Yeobo...hiks"

Pria itu menghela nafas ketika melihat sang istri yang keluar dari kamar dengan mata yang berlinang.

"Apa kau harus pergi kesana? Kumohon jangan ikut terlalu jauh dalam masalah itu. Tidak cukupkah dengan luka yang kau dapat di kepalamu eoh?"

"Keadilan tetaplah keadilan, aku harus melakukan ini. Hanya bukti yang ada di tanganku yang bisa mengungkapkan yang sebenarnya. Bagimana pun mendiang tuan Il-sung harus mendapatkan keadilan. Dan si brengsek itu harus masuk penjara"

Blood Sweat And Tears Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang