FazaFania (bagian 32)

34 3 0
                                    

Hai Faza,
sudah lama ya kita tidak berkomunikasi. Aku dengar kata sensei kamu kepilih jadi perwakilan untuk lomba tahun ini. Aku juga tahu kalau kamu ingin sekali mengikuti lomba tersebut, tetapi pas kamu chek up kesehatanmu ternyata ada masalah pada organ jantungmu, aku turut sedih mendengar cerita itu. Kamu yang kuat ya, kamu mungkin akan mencariku setelah mengetahui isi surat ini. Kita berada di rumah sakit Za, kita mengalami kecelakaan cukup parah, kamu bangun dong jangan membuat orang tuamu sedih. Za, tolong jagain Fania buat aku ya.... Dia sangat berharga bagiku. Umurku tidak panjang lagi Za, kakiku patah dan harus diamputasi namun, aku tidak siap harus kehilangan kakiku, karena itu artinya aku tidak bisa menjadi atlet karate lagi. Kamu tahu kan kalau aku sangat mencintai karate itu adalah sebagian hidupku Za, untuk itu aku ingin men-transpalansi jantungku untukmu.

Dengan cara ini, aku bisa pergi dengan tenang Za, karena aku yakin kamu bisa menjaga Fania sekaligus memberiku sebuah piala kejuaraan karate. Za, satu pesan lagi, tolong rahasiakan soal ini dari Fania ya. Aku tidak mau melihatnya sedih.

Dimas Raditya pratama

      

Fania tidak mungkin salah membaca. Itu telisan Dimas kakaknya, ia tidak bisa menahan air matanya yang hampir jatuh. Selama ini Fania tidak pernah tau kalau kakaknya itu pendonor untuk Faza bahkan orang tuanya saja bungkam soal hal ini.

Rasa sakitnya semakin menjadi bercampur dengan kecewa, kebencian,  dan cinta. Sekarang Fania adalah pacar Faza yang notabennya cowok dengan jantung milik sang kakak. Apa mungkin Fania pantes menyebut Faza sebagai pembunuh? Terlalu kejam jika kata itu disamatkan ke pacar sendiri.

Kenapa Faza harus membohonginya kembali. Fania benci kebohongan terlebih ini menyangkut sang kakak, orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Harusnya Faza yang mati bukan Dimas tapi kata itu sangat kejam jika harus Fania luapkan kepada Faza. 
Sekalipun ia meminta maaaf sang kakak tidak bisa hidup lagi, hal itu membuat Fania frustasi.

"Gue sekarang benci lo Za,"

****

Fania sedang sarapan bersama kedua orang tuanya. Ia tidak berselera dengan nasi goreng yang berada didepannya. Pikirannya terus memutar tentang amarah yang akan segera meledak jika tidak dikendalikan. Sang Mama mulai kesal dengan tingkah putrinya itu karena tidak kunjung menghabiskan makanannya dan hanya memainkan sendok dan garpu.

"Kamu nggak mau makan masakan Mama? Kalau nggak mau makan nggak usah buat mainan!" ujar Rien cukup tegas.

"Ma, kenapa Mama dan Papa tidak pernah jujur sama Nia!" tukas Nia dengan nada tinggi hingga membuat keduanya orang tuanya terkejut. Pasalnya Fania tidak pernah berani mengatakan hal seperti itu kepada kedua orang tuanya.

"Sejak kapan kamu mulai meninggikan cara bicara ke orang tua?!" itu suara Herman papa Fania.

"Mama sama Papa yang kenapa! Mama dan Papa padahal tau soal kematian kak Dimas selain kecelakaan itu kan?! Mama dan Papa tahu tentang Faza sebelum aku mengenalnya kan?"

"Mak ... maksud kamu gimana Nia, Mama nggak ngerti," tukas Rien dengan terbata-bata.

"Udah deh nggak usah pada main rahasia-rahasian aku udah tau semua Ma!"

Nia langsung berdiri dengan menghentakkan kaki. Ia langsung pergi ke sekolah tanpa pamitan terlebuh dahalu kepada kedua irang tuanya.

FazaFania (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang