Tiga bulan sudah berlalu untuk Faza dan juga Fania di kelas 12 semester satu. Hanya kurang lebih enam bulan lagi mereka akan lulus dan menjadi alumni SMA Ganesha. Meski materi pembelajaran belum sepenuhnya padat seperti semester mendatang, mereka sudah mempersiapkan untuk menghadapi ujian yang dirasa sudah sangat dekat.
Soal hubungan Faza dan Fania sekarang masih saja terjalin. Mereka sudah baikkan dari 2 bulan yang lalu, dan semoga akan selalu baik-baik saja hingga mereka berdua bersatu dalam ikatan suci. Semoga.
Jika diingat kembali kilasaran pengharapan tersebut, Faza tidak akan begitu yakin akan sejauh itu. Harapan yang tipis baginya untuk selalu bersama Fania selamanya. Fania tidak suka kebohongan, dan faktanya Faza menyimpan kebohongan besar. Seperti halnya Dilan yang ditinggalkan Milea karena kebohongan akan sebuah genk motor, hal yang hampir sama pula akan dialami Faza jika Fania tahu fakta sesungguhnya. Dia pasti akan meninggalkan Faza dan menghilang. Itu pasti.
Cepat atau lambat Faza harus menerima kenyataan yang paling pahit yaitu harus kehilangan Fania.
Melamunkan hal tersebut membuat Faza frustasi. Ia ngacak rambutnya gundah. Masalah itu harus Faza singkirkan dalam pikirannya, yang paling terpenting sekarang Fania masih menerimanya dan memaafkan atas kejadian waktu itu, setidaknya untuk waktu ini. Harus Faza manfaatkan waktu ini untuk melepaskan pikirannya. Faza harus ketemu Fania. Itu harus sebelum tidak ada kesempatan yang mungkin akan membuat Fania membenci.
"Oh iya, gue pernah janji sama Nia," celutuk Faza seraya segera beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil kontak mobil miliknya.
Faza meminta izin ke orang tuanya untuk pergi sebentar, menjemput seseorang dan makan malam bersama nanti. Ia mengendarai mobil sport-nya menuju komplek perumahan Fania.
Sampai di rumah sang kekasih Faza langsung menekan bel rumah beberapa kalai sebelum perempuan paruh baya membukakan pintu gerbang untuknya. Itu pembantu di rumah Fania bi Minah.
"Den Faza. Mari masuk," titah bu Minah.
"Iya Bi, makasih." Faza mengikuti bi Minah yang lebih dulu masuk.
Setelah dipersilahkan duduk, bi Minah meninggalkan Faza di ruang tamu untuk menunggu Fania yang akan bi Minah panggilkan.
"Faza," panggil Fania setelah melihatnya duduk santai di ruang tamu.
Faza tersenyum ke arah gadisnya. Cewek itu masih acak-acakan sepertinya baru bangun dari tidur siangnya karena berhubung ini hari Minggu.
"Kamu nggak malu Ni?" tanya Faza yang membuat Fania mengerutkan keningnya tidak faham.
"Malu kenapa."
"Lihat noh iler sama beleknya kelihatan," ujar Faza seraya tertawa.
"Ih orang nggak ada kok," ucap Fania sembari mengusam sudut bibirnya dengan wajah kesal.
"Hahaha. Udah sana mandi buruan aku tungguin," ucap Faza yang masih saja tertawa.
"Iya pacar bawel." Fania berlenggang pergi meninggalkan Faza di ruang tamu.
***
Setalah bermenit-menit menunggu akhirnya Fania muncul dengan penampilan rapih. Ia mengenakan kaos putih polos dilapisi jaket jeans dan celana jeans dengan sepatu putih dikakinya.
Penampilan yang simple namun tetap saja terlihat cantik nan manis. Sebelum mereka pergi, mereka berpamitan kepada Rien yang sedang asik di ruang tengah.
"Tante, Faza pinjem Fania sebentar ya. Mau Faza kenalin sama camernya," pamit Faza kepada Rien.
"Iya Za, bawa aja. Tante titip salam sama calon besan," sahut Rien.
KAMU SEDANG MEMBACA
FazaFania (SELESAI)
Fiksi Remaja"Gue itu suka lo dari dulu Fan, tapi gue gak pernah berani ngungkapin itu semua. Gue tau gue terlalu naif,gue juga bukan cowok yang jantan. Tapi asal lo tau semua gue lakukan agar lo tetep bahagia. Gue bakal mengutarakan ini semua setelah lo sadar a...