Faza mengajak Fania ke sebuah rumah pohon yang berada di taman belakang villa. Mereka hanya berdua berada di rumah pohon itu untuk menikmati langit yang bertabur bintang. Indah sekali. Dari tempat itu terlihat jelas bintang-bintang.
"Fan, kamu suka bintang nggak," ucap Faza seraya kepalanya ia letakkan di paha Fania.
"Suka, bintang itu selalu indah dan juga membawa kedamaian. Kamu tau nggak Za, ada yang bilang kalau bintang itu perwujudan dari masa lalu."
"Kenapa bisa begitu?" tanya Faza heran.
"Karena misal dulu kita merasa sedih, galau, patah hati, atau bahkan senang begitu melihat bintang akan terasa lebih tenang. Setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kita melihat bintang kembali pasti akan mengingatkan masa itu kembali kan?"
"Iya kamu benar. Cahaya kelap-kelip itu menyejukkan," tambah Faza.
"Ada bintang jatuh tuh." Tunjuk Fania.
"Perlukah buat make a wish?"
"Nggak. Itu tahayul, Patutnya kita tabjub kepada Sang pencipta bukannya bikin permohonan," sarkas Fania. Ia menolak pernytaan Faza.
Faza mengbangkan senyumnya. Ia sangat bangga dengan gadisnya itu. Semakin Faza mengenal Fania lebih dekat, semakin ia merasa beruntung memilikinya.
Keduanya duduk ditepian rumah pohon, mereka melihat teman-temannya sedang mencari keduanya kesana kemari dengan meneriaki nama keduanya. Faza sengaja menyuruh Fania untuk diam dan jangan menyauti teriakan teman-temannya.
Kesempatan paling bagus untuk mengerjai teman-teman lucknatnya itu. Faza ingin membuat mereka panik dan kesal seperti yang biasa dilakukan kepadanya.
"Fan, diam aja nggak usah jawab," titah Faza seraya menempelkan jari telunjuknya ke bibir Fania.
Jangan buat jantung Fania berdetak kencang Tuhan. Kenapa setiap kali Faza mendekatinya seperti ini, Fania merasa tidak sehat.
"Fania, Faza, where are you," teriakan teman-temannya terdengar jelas.
"Kasian mereka, ayo turun," bisik Fania.
"Nanti aja, aku juga ingin berlama-lama sama kamu."
Fania menatap wajah Faza lekat, ia tidak percaya jika pacarnya itu bisa ngegombal sereceh ini.
"Buat apa pingin lama-lama sama aku?" tanya Fania yang pura-pura polos.
"Pingin nyium lo."
Hah? Fania melongo pikirannya kemana-mana. Benarkah ini sosok Faza? Kenapa seagresif gini. Apa dia ingin meminta ciuman pertama seperti layaknya orang pacaran pada umumnya.
"Se... seriusan kamu bakal nyi... nyium." Fania meresa udara di sini tiba-tiba habis. Ia gugup memikirkan bayangan yang tidak-tidak di kepalanya.
Demi apa. Fania segugup ini. Faza tertawa puas, melihatnya gugup dengan wajah merahnya membutanya ingin terus ngengerjainya lebih lagi. Faza lebih mendekatkan wajahnya, semakin ia mendekat, Fania semakin gugup ia memejamkan matanya. Jantungnya berdetak lebih kencang daripada yang sebelumnya.
Baru saja Faza ingin merengkuh tubuh Fania dipelukannya, tiba-tiba saja dari arah bawah meneriaki keduanya dengan lantang. Bangsat! umpatnya.
"Modus lo Za!! mau mantep-mantep di atas pohon," teriak salah satu temannya.
Suara itu. Faza hafal suara yang baru saja meneriakinya, itu suara Rendi presiden semut rangrang. Ia dan Fania berusaha bersikap biasa saja, keduanya menatap teman-temannya yang memergoki mereka sedang asik-asik di atas pohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
FazaFania (SELESAI)
Fiksi Remaja"Gue itu suka lo dari dulu Fan, tapi gue gak pernah berani ngungkapin itu semua. Gue tau gue terlalu naif,gue juga bukan cowok yang jantan. Tapi asal lo tau semua gue lakukan agar lo tetep bahagia. Gue bakal mengutarakan ini semua setelah lo sadar a...