Semenjak pertemuannya dengan kedua orang tua Faza dimalam itu, Fania sekarang sering mampir ke rumahnya, bahkan tak jarang ia juga menemani Mira berbelanja. Fania juga sangat terkejut ketika Mira dan Radit sudah saling mengenal kedua orang tuanya waktu diacara dinner kemarin. Semoga saja ini menjadi pertanda hubungan mereka terus langgeng.
Sekarang ini Fania berada di rooftop sekolahan sendirian. Ia ingin merasakan angin pagi yang sepoi-sepoi menerpa rambutnya di atas sana. Datang ke sekolah terlalu pagi membuatnya merasa sendirian meski sudah ada satu atau dua siswa yang satu kelas dengannya tetapi rasanya tetap sepi.
"Lo kenapa sendirian di sini."
Suara itu, Fania sangat hafal itu suara milik Aldo sepupunya. Sejak kapan dia juga berada di rooftop? Fania menoleh kesumber suara seperti dugaannya ternyata itu memang benar suara Aldo.
"Menikmati angin pagi. Lo sendiri kenapa di sini?" ucap Fania seraya bertanya balik.
"Ngeliatin cewek cantik, lebih jelas dari sini," sahut Aldo seraya tertawa receh.
"Gue jadi inget, dulu lo pernah naik pohon hanya ingin ngelihat mbak wati pake kemben. Dasar otak mesum sejak kecil."
"Hust. Itu dulu sebelum gue tobat, btw kok gue udah nggak pernah lihat mbak Wati yah kalau ke rumah lo."
"Dia udah pindah rumah."
"Pantesan."
Fania tidak merespon ucapan Aldo barusan. Ia menghembuskan nafasnya dalam-dalam sebelum membuka suara kembali.
"Lo tau nggak Do,"
"Nggak lah orang lo belum ngasih tau gue," sambar Aldo. Padahal Fania belum menyelesaikan pernyataannya.
"Gue belum selesai ngomong!" Fania lamgsung menatap Aldo tajam dengan wajah kesal.
"Yaudah apaan."
"Gue rasa gue bakal bisa langgeng terus sama Faza, orang tua dia udah welcome sama gue dan papa sama mama juga udah akrab dengan keluarga Faza," ucap Fania dengan senyum yang merekah dipipinya. Membayangkan masa depannya bersama Faza kelak.
"Lo yakin dengan Faza? Lo bakalan setia bersama dia meski suatu saat ada sesuatu," ujar Aldo yang langsung membuat senyum diwajah Fania memudar.
Apa maksudnya.
"Kenapa lo ngomong gitu? Dia kan sahabat lo juga."
"Gue emang sahabatan dengan Faza tapi gue juga nggak yakin kalau Faza tidak menyembunyikan sesuatu dari lo. Gue harap sih emang lo berjodoh dengan Faza tapi gue nggak tau gimana nantinya," sahut Aldo nampak serius.
"Yaudah gue turun duluan," pamitnya sebelum ia berdiri dan meninggalkan Fania."Apa maksud perkataan Aldo barusan?" ucap Fania pelan.
***
Faza sedang duduk di kantin bersama ketiga sahabatnya. Ia membuka kotak bekal yang berisikan brownis coklat keju yang terlihat nampak lezat. Sudah pasti kue itu dari kekasihnya. Fania selalu membuatkan Faza kue brownis coklat keju setiap seminggu sekali yaitu hari Rabu sebagai perayaan hari jadian mereka.
"Lo tiap hari Rabu bawa brownis mulu emang nggak bosen, gue aja yang ngelihatin bosen," celutuk Rendi sembari mengesap es jeruk miliknya.
"Apa lo bilang?!"
Bukan Faza yang menyaut celetukan Rendi melainkan ada orang lain dari arah belakangnya dengan suara sedikit kesal khas anak cewek. Itu suara Fania yang tiba-tiba saja datang bersama kedua temannya.
"Ng ... nggak jadi bilang apa-apa Ni," sahut Rendi.
"Gue kasih tahu ya sama lo presiden semut! Faza itu nggak pernah bosen dengan brownis bikinan gue, dan satu lagi gue juga bosen lihat lo makan cilok mulu!" sarkas Fania yang kali ini terasa begitu menyeramkan dibanding biasanya yang terlihat kalem.
KAMU SEDANG MEMBACA
FazaFania (SELESAI)
Roman pour Adolescents"Gue itu suka lo dari dulu Fan, tapi gue gak pernah berani ngungkapin itu semua. Gue tau gue terlalu naif,gue juga bukan cowok yang jantan. Tapi asal lo tau semua gue lakukan agar lo tetep bahagia. Gue bakal mengutarakan ini semua setelah lo sadar a...