Unknown 4 : Roca

852 144 24
                                    

HAPPY READING
KEEP VOMMENT

Agista mengawali harinya dengan sepotong roti selai coklat dan topping kacang. Ia membawa roti tersebut masuk ke dalam sekolah dan hendak memakannya saat ia berjalan menuju kelas. Menurut Agista, tingkah ini sangatlah cool.

"Eh lo,"

Agista POV

"Eh lo,"

Aku berbalik kala mendengar orang yang berbicara dengan nada yang cukup menyentak. Aku menaikkan alis kala melihat manusia itu mirip sekali dengan lelaki berambut kuning di kelasku.

Oh right, dia memang teman sekelasku. Aku sadar tidak mungkin ada orang di dunia ini yang menyapa orang asing. Kecuali salah orang dan demi konten.

"Agista ya?"

Dia menghampiriku dengan tampilan ala-ala badboy jaman sekarang. Baju keluar semua, dasi tidak diikat, rambut bercat kuning keoranyean, sepatu converse putih, tas bergelantungan tanpa ada isinya, dan gelang hitam yang melingkar di tangan kirinya. Fiks dia memang keturunan badboy jamet-an.

"Iya." balasku melanjutkan melangkah lagi. Dia tidak serta merta menyapaku tanpa maksud terbukti dengan ia yang berjalan sejajar denganku.

"Gue Abay, lo kenal nggak?"

Tentu aku kenal dia. Abay Yudha Dewantara. Orang berambut kuning yang sama yang telah mengejekku dengan Royvan kemarin. Mengingat nama Royvan membuatku kesal. Moodku menjadi jatuh mengingat wajah songong orang itu.

"Kita belum sempet kenalan kemarin."

Terus? Emang aku peduli untuk berkenalan dengannya? Melihat wajahnya saja ingin membuatku jauh-jauh darinya. Bukannya pilih teman, tetapi aku sebisa mungkin menghindari kontak dengan laki-laki bertampang berbahaya. Itu pesan Kak Vino.

Mencoba tak menggubris Abay yang berada di sampingku, aku mengambil roti selai coklat kacang dari dalam tas. Namun aku teringat akan satu hal, ada Abay di sampingku.

"Lo mau?" tanyaku menyodorkan sepotong roti kepada Abay.

"Itu cuman sepotong." balas Abay menaikkan alisnya. Aku mengangguk ringan mendengar penuturannya.

"Baiklah, sebagai tanda perkenalan kita, mari berbagi."

Abay POV

"Baiklah, sebagai tanda perkenalan kita, mari berbagi."

Aku mengernyit heran dengan perempuan yang berstatus adik Vino ini. Perempuan itu dengan santainya membagi sarapannya? Aku jadi bingung dengan tingkahnya ini.

"Nih makan. Sorry nggak bisa pas tengah baginya."

Dia menyodorkan sepotong roti yang lebih besar dari satunya. Aku terheran lagi, dan menerima potongan roti itu dengan tatapan aneh.

"Kenapa wajah lo? Aneh banget." cibirnya terlihat cuek dengan melahap roti yang satunya.

"Kenapa lo ngasih gue roti ini?" tanyaku mengikuti langkah mungilnya.

"Ya nggak ada alasan khusus sih, cuman pengen aja ngasih lo." balasnya tidak menatapku.

"Ah, jangan-jangan lo terpesona sama kegantengan gue ya?" ujarku menyugar rambut badaiku. Aku bahkan melempar senyum manis.

"Ck, halu lo. Lo ganteng? Ngaca burik!" balas dia kejam. Terdengar nyelekit dan sarkas. Persis seperti Bang Vino kalau marah.

"Cielah, lo nggak mau mengakui kegantengan gue kan? Makanya lo sok illfeel." ujarku mengimbangi perkataannya. Meskipun dia sangat sarkas, tentu aku tidak membalasnya dengan sarkas. Aku cukup tahu posisinya. Adiknya Vino. Vino adalah panutan ku.

MY UNKNOWN BOY-FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang