Unknown 28 : Bahasa Tubuh

574 140 96
                                    

HAPPY READING 🌾
KEEP VOMMENT

Flashback on

Royvan merasa gelisah. Dalam tidurnya ia merasa tidak nyaman. Jika ia memejamkan matanya, ia teringat sesosok perempuan yang selalu menggunakan pita di kepalanya.

Sedikit demi sedikit, Lava menepati perkataannya untuk pergi. Perempuan itu sudah jarang mengikuti latihan basket seperti biasanya. Dia juga jarang bertemu dengan Ze. Lava berubah total, entah apa alasan dibalik sikapnya.

"Argh, kenapa sih cewek itu terus yang ada di otak gue!"

Royvan frustrasi. Otaknya tak mau berhenti teringat akan perempuan yang ia cap chilidish. Sementara keadaan Lava sekarang ini, ia tengah berada di rumah Ze untuk berpamitan pergi.

"Ze, maaf banget gue harus pergi."

Ze nampak memucat. Wajahnya memang tidak sehat. Belakangan ini fisiknya nampak lemah dan lunglai. Lava tak mau mencari apapun alasannya karena ia tak mau menghambat kepergiannya.

"Harus banget ya Va?"

Lava mengangguk. Menyembunyikan air matanya dibalik topeng yang ia gunakan. Tidak ingin terlihat sedih di hadapan Ze yang sudah menjadi teman baiknya.

"Kenapa kamu pergi Lava?"

Lava mengulas senyum tipis. Tipis sekali hingga berubah miris. "Nggak papa." balasnya.

"Tentang Royvan." jeda Ze menimang ragu.

"Kamu tahu dia suka sama siapa?"

Untuk sesaat, Lava terpaku. Lalu ia menggeleng menatap lekat manik mata Ze yang memancarkan harapan. "Aku tidak tahu."

Ze mengeratkan tangannya. Menarik napas sedalam-dalamnya dan berkata. "Ze mau Lava menjaga Royvan."

Duar!

Lava bagai disambar petir dalam siang hari. Ia melepas tangannya yang dipegang Ze dalam sekali tarikan. Ia menatap Ze tak percaya. "Kenapa?"

Ze menarik bibirnya ke atas. "Ze nggak yakin bisa hidup lama-lama."

Lava menolak percaya. Lava memundurkan kakinya. Keputusannya sudah bulat untuk menjauhi mereka dan membiarkannya bahagia.

"Lava, Ze mohon, jaga Royvan ya?"

Lava berbalik. Ia tak sanggup melihat Ze yang kuat kini rapuh. Bersimpuh kepadanya memohon sebuah hal yang tak masuk akal.

Lava memiliki ide untuk penyelesaian ini. Ia mulai melangkah, berjalan mengabaikan apapun yang Ze katakan. Namun dia tak kuasa saat Ze berkata demikian,

"Ze sakit Lava! Ze sakit kanker!"

Duar!

Lava terhenti. Mencerna perkataan Ze yang melewati telinganya begitu saja. Ze berharap, perkataannya kali ini mampu membujuk Lava untuk tinggal di sini. Namun sayang, Lava tetap melangkah pergi. Menjauh, lebih dari batas tangannya mampu meraihnya lagi.

"Lava, Ze tahu. Kamu pasti akan kembali lagi."

Lava menepati ucapannya. Di hari itu pula Lava pergi entah kemana. Menghilang dari jangkauan Royvan dan Ze. Tanpa pamitan perpisahan yang mengharukan. Lava menghilang, bak ditelan bumi saja.

"Van?"

Ze menggerakkan tangannya di deoan Royvan yang melamun. Lelaki itu langsung terkesiap dan menyendokkan lagi bubur di tangannya.

MY UNKNOWN BOY-FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang