Unknown 12 : Batu Berperasaan

695 144 51
                                    

HAPPY READING
KEEP VOMMENT

"Van, mau mampir nggak? Rumah gue terbuka nih." ujar Agnes mempersilakan. Sepanjang perjalanan tadi Royvan benar-benar dipermainkan Agnes dengan melalui jalan yang berputar-putar. Bahkan Royvan merasa perempuan itu sengaja melakukan hal itu.

"Van? Mampir yuk, mumpung nggak ada orang." ujar Agnes mengulas senyum termanis yang bisa bibirnya bentuk.

Namun Royvan yang baru saja memijakkan kakinya di bumi untuk menyangga motornya malah langsung teringat dengan janjinya tentang mengajak pulang Agista.

"Nggak."

Royvan menutup kaca helmnya dan segera melaju kencang menuju sekolahnya. Meninggalkan Agnes yang tiba-tiba terserang penyakit hati karena ia acuhkan begitu saja.

"Sial, kenapa gue bisa lupa sama lo, Lava?" umpat Royvan semakin menancap gasnya dengan tidak sabaran.

Sesampainya ia di sekolah, Royvan menelisik setiap bangunan dengan matanya. Tak melihat tanda-tanda kehidupan, Royvan memutuskan menanyai satpam sekolahnya.

"Pak, apa ada cewek setinggi 1.7 meter di sini?" tanya Royvan dengan napas tak teratur. Bajunya basah, tasnya basah, sepatu dan segala yang melekat di tubuhnya basah semua. Namun ia tidak memedulikan hal itu. Yang penting, ia dapat menemukan Agista.

"Sekolah sudah kosong den. Ini mau bapak tutup." ujar beliau mengambil kunci sekolah. Jawabannya membuat Royvan memundurkan badannya dan mengusap rambutnya frustrasi.

"Lo dimana Agista?!"

Royvan kembali pada motornya dan berusaha mencari Agista dengan menyusuri jalan yang biasa perempuan itu lalui. Beberapa puluh meter setelah itu, ia mendapati bangkai ponsel yang berceceran. Hal itu mampu menarik perhatiannya.

Royvan memutuskan berhenti, ia merasa tertarik dengan ponsel yang sudah tak beraturan dengan case ponsel yang masih utuh. Royvan mengamati betul-betul case itu.

"Dia membanting ponselnya?" gumam Royvan ragu. Royvan membalikkan case tersebut guna memastikan apakah benar itu milik Agista atau bukan.

"Dasar pecundang lo Van." rutuk Royvan pada dirinya sendiri. Hujan deras tidak menjadikan masalah untuknya berdiam diri di pinggir jalan yang sepi.

Tanpa membuang waktu lagi, Royvan kembali mengendarai motornya menuju rumah Agista. Satu hal yang ingin Royvan pastikan, bahwa Agista akan baik-baik saja. Setelah itu Royvan akan meminta maaf atas kesalahannya.

"Kakak beliin seblak mau ya?"

Vino tidak tega melihat wajah murung Agista sehabis menangis. Oleh karena itulah ia menawarkan membeli makanan  kesukaan Agista agar moodnya dapat kembali lagi.

"Nggak usah kak, lagi hujan deras nih." ujar Agista memainkan tangannya lesu. Vino bersikeras membujuk.

"Mau ya? Kakak nggak masalah kok. Lagian, hujan kan bisa bawa mobil." balas Vino.

"Terserah kakak."

Vino menarik napas panjangnya. "Kamu sebenernya kenapa sih dek? Kayak orang patah hati aja." ujar Vino. Melihat tingkah Agista, membuat Vino teringat kepada Nathalie yang pernah patah hati terhadap Reygan yang terang-terangan menolak cintanya. Waktu itu, Nathalie masih kelas 10 seperti Agista. Kalau begini jadinya, Vino merasa de javu. Apalagi dahulu ia yang menenangkan Nathalie setelah ditolak Reygan.

"Nggak, siapa juga yang patah hati."

"Yaudah kalo gitu kakak beliin kamu seblak dulu."

"Iya, hati-hati ya kak."

MY UNKNOWN BOY-FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang