30. And

2.8K 573 116
                                    

“Telpon kakak kalau udah sampai.” Tangan kanannya membentuk pola sebuah telepon. Jempol dan kelingkingnya terangkat sedangkan ketiga jari tengahnya tertidur. Pola itu ditempelkan dekat telinga hingga mulutnya, lalu digoyangkan sesekali disertai tatapan memberi ancaman agar sang adik menuruti pesannya.

Junghwan mengangguk sebelum berlari memasuki bus sekolah yang akan membawa rombongan kelasnya melakukan pariwisata lokal di beberapa tempat terdekat. Mengeksplore wisata yang masih berhubungan sama tugas sekolah.

Jisoo tidak sendirian mengantarkan Junghwan. Bukan ditemani oleh Taeyong—beberapa hari ini mereka jarang bertemu, sepertinya laki-laki itu sibuk—melainkan ditemani Ravn, pelatih sekaligus senior taekwondo Junghwan; juga teman Jisoo. Sebenarnya pagi tadi cuma Jisoo yang akan mengantarkan Junghwan ke sekolah. Dia sudah memesan taksi online, namun dibatalkan sejak kemunculan Ravn di rumahnya yang langsung menawarkan diri untuk mengantarkan mereka. Pria itu kebetulan bertamu pagi-pagi karena ingin mengembalikan laptop Jisoo yang dipinjamnya tiga hari lalu.

“Mau mampir beli bubur ayam?” Menatapnya yang baru kembali menghampiri mobil setelah mengantar sang adik. “Belum sarapan ‘kan?”

“Boleh,” jawabnya.

“Lo tim aduk atau campur?” tanyanya sebelum mereka sama-sama masuk ke mobil.

Setelah duduk di bangkunya, Jisoo memasang seatbelt kemudian membalas, “Keduanya.”

“Huh? Serius?”

“Kenapa mesti milih salah satu kalau keduanya bisa dicoba?” Cewek itu tertawa. Melihatkan deretan giginya yang rapi dan tawanya sampai ke mata. Dia terlihat sangat cantik.

Ravn lalu menimpali, “Bisa aja lo.”

“Mending jadi orang jangan terlalu mengategorikan.”

“Apanya?”

“Ya, itu, tim aduk dan tim campur.”

“Memangnya kenapa?”

Mobil pun meninggalkan halaman depan gedung sekolahan. Bergabung ke jalan raya bersama kendaraan lain. Jalanan sesak akan lalu lintas yang tak pernah tertidur ini. Ditemani kebisingan ibukota, mereka menikmati obrolan ringan yang masih berhubungan sama bubur ayam.

“Mengategorikan sesuatu kadangkala menimbulkan perpecahan. Orang sekarang berlomba-lomba untuk mengeluarkan pendapat bahwa pilihannya yang terbaik. Apabila pendapat orang lain berbeda sama prinsipnya, mereka pasti akan mendebat, tanpa peduli siapa yang menang.”

“Jadi lo nggak pernah mendebatkan sesuatu yang relate ke ‘bubur ayam’ gitu?” Ravn menoleh sekali demi melihat senyumnya itu, sebelum fokus ke jalan lagi. “Wow, hebat, ya?” lanjutnya, “gue tiap pagi pasti banget debatin hal sepele beginian. Kata bokap gue, tim aduk lebih nikmat, padahal nggak diaduk lebih mantap.”

“Tuh, kelihatan ‘ngeyelannya’.”

Ravn tersentak, lalu terkekeh malu atas sikapnya barusan. “Naluri, Jis.”

Jisoo mencibir, tapi tetap memamerkan tawanya. Bunyinya yang renyah nan menyenangkan mampu membuat siapa pun terkesima oleh pribadinya. Ravn menoleh lagi untuk menangkap gambaran kebahagiaan Jisoo yang damai. Dia turut senang melihatnya, ada kebanggaan tersendiri yang tidak dapat dijelaskan lewat kata-kata.

“Nah, sampai deh,” ujarnya begitu mobil dibelokkan ke kanan dan berhenti di pinggir tenda penjual bubur ayam. “Mau makan sini atau bungkus?”

“Di sini aja, sekalian.”

Mereka turun lewat masing-masing pintu. Ravn perlu memutari setengah mobilnya untuk bisa menyamai cewek itu supaya mereka dapat berjalan bersama. Biar terlihat seperti pasangan memasuki tenda penjual makanan tersebut.

Di sini ada setan | taesoo ft. 95L [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang