Ponselnya dibiarkan tergeletak, sementara ia tak berani menyentuhnya setelah dua hari ini mendapatkan pesan serupa dari satu kontak yang diyakininya telah meninggal. Nayeon merangkul sepasang kakinya ketakutan, melirik cemas ke teknologi canggih di meja seraya berharap tak ada lagi pesan masuk darinya.
Jangan lagi, jangan lagi, gumamnya selalu berulang. Gerak-gerik matanya tampak begitu was-was disertai ekspresi yang sarat akan kecemasan. Namun, gadis itu tak kunjung jua meninggalkan ranjangnya. Terhitung tiga hari dia mendekam di sana tanpa melakukan apa pun, selain menatap takut sekelilingnya.
Sialnya lagi, dia hanya tinggal berdua bersama pembantu sedangkan orangtuanya lagi menikmati liburan di rumah sang nenek.
“Nayeon.”
DEG!
Refleks sekali ia menahan napas begitu menoleh ke kanan, mencari sosoknya itu, si pemilik nada yang terus-menerus menyebut namanya hingga ia kesulitan tidur lantaran panggilan itu yang kerap menganggu ketenangannya.
“Nayeon.”
Ia menoleh lagi, sempat melihat sekelebat bayangan melintas di balik tirai kamar. Tepatnya di balkon seakan ada seseorang barusan berdiri di sana. Nayeon tidak berani mengintip, lebih aman jikalau ia tetap menetap di ranjangnya.
“Gue nggak tahu apa-apa,” lirihnya semakin mengeratkan pelukannya. Berharap teror ini segera berakhir agar kehidupan normalnya balik seperti semula.
“Nayeon.”
“STOP!” pekiknya segera menulikan indra pendengarnya. “Gue nggak tahu apa-apa, Jim. Sumpah.” Bulu romanya meremang, bersamaan kulit lengan dan tengkuknya tiba-tiba merasakan hawa dingin. Nayeon menundukkan kepala dalam-dalam, menyembunyikannya di antara dada dan lututnya, lantas memejamkan mata tak berani menengok ke samping.
“Nayeon.” Bisikannya makin saja menjadi berada tepat di telinganya.
Nayeon kian panik akan perasaan yang dihantui oleh sosok ini. Dia menangis di persembunyiannya, kemudian berteriak, “DIAAAAM!”
...
Rumah tanpa Junghwan rasanya sepi, tak ada yang menganggu sekaligus menyahuti celotehannya. Giliran ada teman serumah dia merasa keganggu kemudian protes lalu mengutuk keberadaannya, giliran ditinggal kesepian kini berharap ditemani. Yeah, kadang manusia dengan akal pikirnya gampang sekali menyesatkan apa kemauannya sesungguhnya.
Jisoo tergeletak di sofa dengan lesu sembari memandangi langit-langit ruang tamu. Sudah lewat empat jam Junghwan pergi bersama rombongan sekolahnya mengadakan tour kota, tapi bocah laki-laki itu belum juga memberikan kabar kepada saudaranya. Padahal, pagi itu Jisoo berpesan supaya dia memberinya kabar kalau sampai tujuan atau biarpun masih di perjalanan, alangkah baiknya Junghwan tetap memberikan Jisoo kabar karena orangtua mereka pasti akan bertanya padanya tentang dia.
Ponselnya selalu ada di genggaman demi mengantisipasi pesan masuk dari sang adik. Sambil menunggunya, dia melihat-lihat isi galeri foto untuk mengenang beberapa kenangan bersama teman-temannya lalu. Ah, rindu sekali, rasanya seperti satu tahun saja mereka tidak pernah bertemu. Belum ada satu bulan penuh sih, tapi rindunya begitu kerasa sehingga dia memilih untuk membuka group chat yang telah berdebu lantaran para pemiliknya tak pernah lagi meramaikan.
Jisoo
Hai, apa kabar?Pesan itu sudah diketiknya, namun langsung dihapus, gagal dikirimkan karena menurutnya percuma kalau nanti hanya diabaikan. Kendati merindukan kebersamaannya, gensi lebih menguasai diri masing-masing, terlebih setelah insiden perginya dua dari kelompoknya mereka kini bagaikan sekelompok asing yang saling tidak mengacuhkan presensi satu sama lain.
Jisoo melihat ke bawah aplikasi chat-nya sampai berhenti ke satu kontak nama yang belum lagi menghubunginya semenjak pertemuan terakhir mereka lalu. Taeyong entah ke mana sampai-sampai melupakannya sama seperti yang lain. Dia pikir setelah bersama-sama mengunjungi makam dua temannya itu hubungan mereka akan makin erat, ternyata hanya sekadar begini saja.
Boro-boro panggilan, chat saja tidak pernah. Aneh banget.
Napasnya terhempas keras lewat satu tarikan. Setiap memikirkan perubahan sikap setiap orang yang dikenal, mudah baginya untuk resah dan jenuh berkepanjangan akibat kebungkaman mereka semua, terutama menghilangnya Taeyong dari radarnya. Lantas ia menidurkan benda pipih itu di atas perut, mencoba mengalihkan pikiran untuk tidur biar sebagian dari bebannya terhempaskan.
Katanya sesama anak indigo mereka bisa melakukan telepati sekalipun jarak mereka berjauhan. Tiba-tiba Jisoo membayangkan dirinya, andai saja dia sama seperti Taeyong, barangkali dia bisa melakukan telepati sama lelaki itu untuk sekadar menanyainya mengapa ia menghilang sama seperti lainnya.
Apa dia sengaja menyebabkan Jisoo demikian resah setiap kali memikirkannya? Sebenarnya kedekatan mereka itu nyata atau hanyalah fana?
Drrt drrt
Getaran ponsel membuyarkan lamunannya. Jisoo segera memeriksa dan mendapati nomer sang adik terpampang di layar. Buru-buru ia mengangkat, telah bersiap akan mengomelinya kenapa baru sempat memberikan kabar setelah empat jam terlewatkan. Namun, suara di sebrang sana membuat keningnya mengerut disertai sikap ingin mual.
“Jisoo.”
Suara ini ... bukan suara adiknya.
“Jisoo.”
Suaranya lebih berat ketimbang Junghwan-nya, dan Jisoo merasa mengenali suara lelaki ini.
“Jisoo.”
“Hallo, siapa? Junghwan?”
Tak ada sahutan ataupun suara Junghwan yang membuatnya bangkit lantaran mengkhawatirkan keadaan sang adik, lalu berdoa, semoga tidak ada sesuatu yang terjadi pada adiknya.
“Hallo?!” Jisoo setengah membentak, tak sabar menunggu balasan orang yang telah berani mengambil ponsel saudaranya. “Ini siapa? Junghwan mana?!”
“Jisoo.”
“Sialan! Nggak usah bercanda. Adik gue mana?”
“Jisoo.”
“Junghwan, ini kamu? Jangan bercanda sama kakak!” katanya berusaha menyakini bahwa pemilik suara itu adalah adik laki-lakinya.
Akan tetapi, balasan yang didapatkan justru jauh dari keyakinannya. Jisoo semakin ingin mual dan napasnya tercekat di tenggorokkan.
“Jimin.”
Apakah kalian percaya itu Jimin? Hm, mari saling menebak 🧚🏻♀️
Noted: Jangan lupa berkomentar biar makin gercep lanjutin lapak ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di sini ada setan | taesoo ft. 95L [✔]
FanfictionBerawal dari ajakan temannya membuat klub pencari hantu. Kehidupan Jisoo mendadak berubah menjadi petualangan mistis, berburu, dan mengungkap kematian seseorang. Bersama teman-temannya, juga Taeyong, cowok yang dapat melihat hantu. ©2020 | Hippoyeaa