“Sst, jangan nangis.”
Sudah berapa lama mereka bepergian menyusuri lorong tanpa melihat adanya tanda-tanda akhir? Berapa lama pula lelaki muda yang bersamanya itu terus menangisi nasibnya?
Bersyukurlah bahwa di dimensi ini dia dapat mengandengnya dengan upaya agar bocah ini—Junghwan—tak usah ketakutan, apalagi hanya berdiam demi menangisi ketragisan yang baru beberapa jam lalu dialaminya. Kurang lebih peristiwanya begitu, beberapa jam lalu, berdasarkan intuisinya.
Lukanya masih baru, menyedihkan, namun dia tak mampu menolong. Jika di dunia mereka lelaki muda ini akan merasa kesakitan—luar biasa sakit, sampai-sampai rasanya ingin mati saja—dengan luka yang begitu parah begini, tetapi di tempat ini dia tidak akan merasakan itu semua. Satu-satunya yang dialami oleh benaknya hanyalah kepedihan atas realita yang ada.
Entah bagaimana ceritanya dia bisa berada di sini, dan peristiwa apa yang dialaminya sehingga luka pada kepala dan sebagian tubuhnya tampak demikian mengenaskan. Jujur, Taeyong belum siap mempercayai penderitan Junghwan, lebih lagi lukanya itu membuatnya pedih. Sedangkan itu, dia juga belum mendapatkan jawaban atas luka dan presensinya sebab Junghwan belum mampu menyampaikan kebenaran yang diketahui itu padanya.
Taeyong akan menunggunya. Dan selagi menanti, pertama-tama yang harus mereka lakukan ialah keluar dari tempat ini.
...
Dia baru saja keluar dari rumah sakit, tapi keadaan sama saja, sepi. Padahal sebelumnya dia berharap begitu sampai rumah suasana akan berbeda dari rumah sakit. Taehyung berpikir keramaian serta kehangatan sambutan dari kerabat akan membuatnya merasa lebih tenang dibandingkan penderitaannya beberapa waktu lalu, nyatanya sama saja.
“Jangan pergi sebelum merasa lebih baik,” pesan orangtuanya sebelum meninggalkan dirinya di kamar lalu dikurung seperti seorang tahanan saja.
Sial! Pikirnya hendak marah, namun keadaannya yang belum sepenuhnya sembuh, membuatnya hanya bisa merenung terdiam seperti orang bodoh yang tak berguna.
Taehyung menghela napas, lantas menyisik langit-langit kamarnya yang sudah semingguan ini dia tinggal. Sebenarnya dia belum boleh diizinkan pulang, tapi memaksa orangtuanya untuk membujuk dokter agar mereka diperbolehkan tinggal di rumah. Menetap terlalu lama di sana kadangkala membuat dirinya merasa gila, apalagi keadaan yang sepi menyebabkannya jadi lebih sering parnoan.
Beberapa kali dia mengakui melihat sesosok di ruangannya, tampak seperti seorang teman. Namun, Taehyung berusaha menyangkal hal tersebut dengan beranggapan mungkin itu bayangannya.
Nggak mungkin, pikirnya demikian saat diperlihatkan sosok itu yang selalu muncul di sudut ruangan dalam kondisi remang-remang, kadang wujudnya seolah hidup dalam bayangan, juga cermin di lemari.
Jimin udah mati. Dia terus merapalkan kenyataan itu agar menenangkan dirinya dari kepanikan. Taehyung telah mencoba memberitahukan apa yang dilihatnya kepada teman-temannya, namun tak ada tanggapan apa pun dari mereka. Group yang sebelumnya ramai kini sepi, seolah tak ada kehidupan di sana lagi. Jauh berbeda dengan sebelumnya.
Jika dikenang lagi, memang Jimin-lah yang sering menghidupkan group chat mereka.
Ting!
Taehyung tersentak menoleh ketika ponsel di meja layarnya menyala, pertanda bahwa ia mendapatkan satu pesan baru. Diraihnya benda canggih itu sekadar ingin memeriksa siapa gerangan yang mengiriminya pesan. Mungkin sang teman menanyakan kabar begitu tahu dirinya telah berpulang ke rumah. Ah, sudah lama rasanya mereka tidak saling bertukar kabar.
Taehyung menyeringai tak sabaran membaca pesan dengan harapan tinggi dan khayalan akan obrolan mereka ke depannya nanti. Namun, pesan yang didapatkan saat ini langsung membungkam dirinya. Mata almond-nya membulat tercengang akibat membaca isi pesan tersebut, terutama nama si pengirim.
Jimin
Gue mau main. Boleh?“Anjing!” umpatnya refleks melempar ponsel ke ranjang. “Apa-apaan, nih?!” Mengira bahwa pesan itu cuma candaan dari Yuta—barangkali—atau bisa jadi Bobby. Biasalah, mereka suka sekali menjahili orang.
Akan tetapi, sangat tidak mungkin mereka sampai sejahili ini menggunakan nama Jimin.
Ting!
Pesan masuk lagi, kali ini dari pengirim berbeda. Taehyung mengintip layar ponsel, kontan membuat sekujur tubuhnya meremang ketakutan.
Sowon
Tolong...
—New Season—
DI SINI ADA SETAN IS BACK Y’ALL!
Lama nunggunya gak? Hoho, lapak ini masih nyambung sebelumnya kok cuma nanti bahasa yang dipakai lebih baku kali ya, atau campur aduk, hmm, tergantung juga sih.
Well, season ini nanti jadi penutup sekaligus. Aku usahain sebaik-baiknya biar lancar nulis buat lapak ini. Ada kemungkinan updatenya akan malam hahaha (soalnya sore udah jadi milik Among Us, sekalian mampir lapak sebelah kuy) dan kemarin aku udah wara-wara “Di sini Ada Setan” di Instagram juga (follow IG-ku: Hippoyeaa, kalau mau tahu isi kehaluanku dan kebacotanku haha eh, jadi promo 🙈)
Noted: kalau cerita ini sudah selesai semua nanti mau aku revisi. Aku sadar bahasanya campur aduk, tapi untuk sementara gapapa hehe (maaf ya).
Dan selamat menikmati lagi “Di sini Ada Setan” 95Line feat. Junghwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di sini ada setan | taesoo ft. 95L [✔]
FanfictionBerawal dari ajakan temannya membuat klub pencari hantu. Kehidupan Jisoo mendadak berubah menjadi petualangan mistis, berburu, dan mengungkap kematian seseorang. Bersama teman-temannya, juga Taeyong, cowok yang dapat melihat hantu. ©2020 | Hippoyeaa